Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Ada Lagi "Kembang Api" Duka di Hari Damainya Natal dan Cerianya Tahun Baru!

25 Desember 2010   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:24 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulir-bulir hujan masih berjatuhan bak benang transparan sambung-menyambung. Tampaknya langit akan bersedih hati dan menangis dalam waktu yang cukup lama. Dari kaca jendela yang berembun, kuperhatikan suasana jalan tampak sepi dan lenggang. Kelihatannya manusia tidak mau bermandikan air mata dari langit tersebut. Perubahan cuaca yang ekstrem telah memberikan kesadaran dan sugesti yang kuat pada manusia, akan pentingnya menjaga kesehatan.

Aku duduk sendiri di sebuah sudut Cafe Favoritku, di kota hujan. Telah hampir satu jam aku di sana. Sudah 2 gelas hot vanila dicampur ekstrak jahe kuhabiskan. Dan, tanpa kusadari telah beberapa bab dan puluhan lembar kubaca dari sebuah novel classic yang kubawa. Sebenarnya, keberadaanku di Cafe itu untuk bertemu dengan seseorang. Seorang sahabat lama waktu tapak tilas seragam putih abu-abu. Sebuah memorial lawas dalam hidupku yang sangat indah dalam era keremajaanku.

"Teng...Teng...Teng.." Tiba-tiba lonceng yang terpasang di atas pintu Cafe itu bersiul memecahkan keheningan di dalam Cafe, yang memang waktu itu sedikit didatangi pengunjung. Lonceng itu akan berdentum jika ada yang membuka dan menutup pintu Cafe itu. Aku segera menghamburkan mata memandang ke pintu selamat datang itu. Akh, ternyata dia benar-benar datang dan menepati janjinya. Syukurlah, batinku bergejolak senang. Dengan sigap kugerakkan seluruh persendian tubuh untuk menghampirinya.

"Hai, long time no see.. akhirnya kamu datang juga.." Kataku menyambut kehadirannya yang datang dari Ibukota. Wajahku bersemu merah kala menatap wajahnya. Timbul perasaan yang sulit diucapkan dengan kata-kata jika memandang aura keparasan yang terpancar dari wajahnya. Ternyata dia masih saja cantik dengan kesempurnaan fisik yang dimilikinya. Kuperhatikan, para pengunjung laki-laki di Cafe itu juga mamandangnya dengan tampang hilang kesadaran. Aku segera mengajak dan mempersilahkannya duduk.

"Hei.. Awak masih kayak dulu lah, yo... dak ado berubah sedikit pun.. masih cam itulah" Katanya padaku. Dan, aku terkejut dengan ucapannya yang masih menggunakan logat tanah kelahiranku, di Jambi---Sumatera bagian Tengah. Tempat kami menapak asa dan belajar dalam balutan seragam putih abu-abu. Ucapannya membuatku terkejut bersimbiosis bahagia. Ternyata dia masih mengingat sporadis kehidupan kebersamaan kami.

"Ekh.. Hei.. awak masih biso yo bahaso kito... hahahaha..." Gelagatku dengan ekspresi senang.

"Hehe.. masih biso lah aku.. masa' lupo... apo kabar awak?!.."

"Alhamdulillah.. awak tengok deweklah.. aku sehat-sehat be.. awak sendiri kek mano?!"

"Puji Tuhan.. karena kasih-Nya.. aku juga dalam keadaan sehat.."

Dia menjawab dengan khidmad sambil menyatukan kesepuluh jari tangannya dan menciumnya. Ternyata ketaatan dan kepatuhannya pada Tuhannya masih kuat dari dulu hingga sekarang. Dan, itu membuatku takjub dan menghormati keyakinan yang dianutnya. Di sekolah, kami bersahabat dan membentuk genk sendiri. Namanya Symbiosis. Kami, memilih nama Symbiosis, karena kelompoknya terdiri dari orang-orang yang berbeda agama/keyakinan, juga latar belakang keluarga kami yang berbeda-beda. Terdiri dari 3 laki-laki dan 6 perempuan; 3 beragama Islam, 2 bergama katolik, 2 beragama protestan, 1 beragama Budha, dan 1 lagi beragama Hindu. Perbedaan keyakinan itu tidak menjadikan kami saling bermusuhan, akan tetapi malah membentuk kebersamaan dan jalinan simbiosis dalam balutan tenggang rasa yang kuat. Karenanya, waktu semester pertama kelas 2, genk kami terpilih untuk mewakili sekolah dalam ajang Bhineka Tunggal Ika se-Sumatera, sebuah event kebersamaan yang mengadakan kompetisi karya tulis mengenai keberagaman multi budaya yang ada di Indonesia, khususnya di Sumatera. Walaupun tidak menang, tetapi perlombaan itu telah menjadi pengalaman luar biasa bagi kami dan sebuah kebanggaan tersendiri, sekaligus menambah semangat kebersamaan, khususnya bagi kami---Syimbiosis sendiri.

"Oh ya, apa kabar dengan keluarga di rumah.. bagaimana kehidupan di Ibukota?!" Tanyaku kembali.

"Tidak terlalu baik.. " Jawabnya dengan ekspresi sedih yang terpancar dari air mukanya.

"Hmm.. Mengapa bisa demikian?!" Kulanjutkan bertanya dengan hati-hati.

"Ibukota adalah hutan rimba, kawan. Di sana banyak makhluk jahat di dalamnya. Yang lemah akan binasa oleh yang kuat. Kalau kita tidak hati-hati dan bertahan, kita bisa hancur dimangsa Ibukota" Jelasnya dengan tatapan kokoh kepadaku. Sungguh aku sedikit merasa bergidik dengan penjelasannya itu.

"Semua kehidupan di Ibukota sangatlah rumit dan pelik, kawan. Beragam masalah silih berganti dan membias ke segala penjuru arah. Dan, kurasa manusia jahat di sana tak jauh berbeda dengan binatang buas. Rasa toleransi, tepa selira, tenggang rasa, dan saling menghormati sepertinya sudah hilang dari daftar kehidupan mereka di sana. Tentu kamu yang seorang mahasiswa pasti mengetahui itu semua, kan?!" Jelasnya menyergapku.

Jujur. Aku tambah takut dengan penjelasannya itu. Padahal baru saja aku merasakan kebahagiaan saat awal perjumpaan sebelumnya. Kini, perasaan itu berubah menjadi sedikit ketakutan bercampur simpati.  Kualihkan mataku dari sorotan matanya yang tajam. Sebenarnya ada apa ini?! Kemanakah sosok dia yang kukenal dulu. Sosok bidadari berhati lembut dan penyayang itu. Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Suara hatiku bertanya-tanya.

"Hmm.. kamu benar, kawan.. Ibukota adalah sebuah tempat yang keras dengan segala carut-marut kehidupan manusia di dalamnya. Namun, tidak semuanya buruk kok di sana, ada sisi baik dan kebahagiaan yang juga mencuat hadir di sana" Kataku dengan sok diplomatis.

"Baik dan bahagia dari sisi mananya, kawan?! Sampai sekarang, semenjak kejadian itu, kami sekeluarga masih diserang rasa ketakutan dan kecemasan luar biasa dari penghuni Ibukota?! Dan, puncak ketakutan itu, adalah setiap menjelang natal dan tahun baru. Kamu tahu, sampai sekarang, setiap menjelang hari natal dan tahun baru, kami selalu cemas dan takut! Cemas dan takut akan terulangnya kembali kejadian dan mimpi buruk itu" Sergapnya memburu jawabanku sebelumnya. Terlihat bulir embun air menempel di sudut matanya yang indah.

Aku terperanjat mendengar pemaparan darinya. Ternyata ada semburat kisah pilu yang telah terjadi antara dia dan keluarganya. Tetapi, mengapa aku tidak mengetahui semua itu. Padahal, dulu kami sering bercerita banyak hal. Namun, semenjak hari kelulusan itu, kami berpisah dan menempuh jalan hidup kami masing-masing. Aku melanjutkan studi ke kota hujan, Pulau Jawa. Sedangkan dia mengikuti keluarganya ke Sumatera Utara, hingga akhirnya bertandang ke Ibukota. Para personel Symbiosis yang lain juga menempuh jalan hidupnya masing-masing. Saat berkomunikasi di dunia virtual pun, kami saling berbagi kisah, kebanyakan adalah cerita menyenangkan yang kami obrolkan. Jarang kami bercerita yang menyedihkan dan memilukan. Begitu pun dengan personel symbiosis yang lainnya. Kami saling berbagi cerita tentang pengalaman dan hidup yang membahagiakan. Namun, kali ini, entah mengapa aku merasa ada semburat kisah sedih nan memiluhkan yang akan dia narasikan padaku. Tuhan, semoga ini tidak membuat ikatan persahabatan kami retak! Aku harus mencari tahu duduk persoalannya dan berusaha membantunya sebisaku. Rintih dan harap batinku.

"Ekh.. Hmm.. Ma'af, kawan.. . kejadian itu? Apa yang sebenarnya terjadi.. Sungguh, aku tidak mengerti dan mengetahui apa yang telah terjadi antara kamu dan keluargamu..." Tanyaku dengan lembut dan simpati kepadanya.

"Ma'af kan aku, kawan... selama ini aku belum pernah menceritakannya kepadamu.. Sungguh sebenarnya aku tak ingin memberitahu ini padamu dan anggota Symbiosis lainnya, khususnya personel Symbiosis yang beragama muslim... karena aku tak ingin hubungan baik kita akan tercemar dan retak karena kisah sedih yang aku dan keluargaku alami..." Jelasnya sambil terisak-isak menelungkupkan kedua telapak tangannya di wajahnya. Tampak aliran rinai air mata membasahi pipinya. Melihatnya basah air mata, timbul rambatan sedih dan simpati yang menjalar di seluruh tubuhku. Segera aku berpindah tempat duduk di sampingnya dan memegang bahunya untuk membesarkan hatinya dan mencoba menenangkannya.

"Kawan.. ceritakanlah itu padaku.. sebagai sahabatmu, sungguh aku ingin membantumu sebisa yang ku mampu..!!" Kutatap dia dengan lembut dan simpati. Dia menatapku juga dengan sorot mata yang tampak syahdu kesedihan. Dan, ya Tuhan, melihat tatapannya itu, aku merasa melihat dimensi semburat kesedihan yang tertahan dalam kedalaman dasar hatinya. Sungguh aku ingin segera melihatnya terlepas dari jejaring duri duka yang melanda dia dan keluarganya.

"Baiklah, kawan... Aku akan menceritakannya padamu.. Dan, setelah aku bercerita, kuharap hubungan persahabatan kita masih tetap terjalin, ya?!" Mintanya padaku. Aku mengangguk lembut padanya dan menatapnya dengan serius.

"Kamu tahu peristiwa Natal Berdarah pada tahun 2000 yang lalu?!" Tanyanya. Mataku terbelalak dan mengangguk tercengang padanya. Aku mengeluarkan kemampuan tingkat tinggiku untuk menyimak penjelasan darinya.

"Di tahun 2000 itu, tepat perayaan Natal, umat kristiani yang seharusnya bersuka cita menyebarkan kasih-Nya dan damai di Indonesia, sekejap berubah menjadi berduka dan bersedih hati.. Karena peristiwa berdarah itu... Awan gelap telah melingkupi gereja tempat umat kristiani berkumpul dan melakukan perenungan kudus di hadapan-Nya.. Termasuk aku dan keluargaku.. kala itu aku masih kecil dan kami sekeluarga merayakan natal di Ibukota... Ketika kami sedang berkumpul itulah, tiba-tiba gereja tempat kami berkumpul, meledak dan luluh lantak, bagai kumpulan kembang api yang besar... Kepanikan melanda orang-orang di dalamnya..!!!"

"Aku masih ingat, suasana kala itu sungguh mengerikan dan mencekam.. banyak berjatuhan korban... properti yang ada di gereja pun hancur berantakan... bahkan beberapa kendaraan yang diparkir di sebelah gereja ikut hangus terbakar.. Namun, untungnya bantuan segera datang menolong kami semua... Aku sendiri tidak mengalami luka apa-apa, karena waktu itu aku sedang berada di pintu kedatangan gereja.. sedangkan pusat ledakan terjadi di dalam gedung gereja... setelah pemadam kebakaran berhasil menjinakkan si jago merah yang melahap gedung gereja kami.. saat itu, kusaksikan sendiri dengan kedua mataku... banyak petugas medis yang datang mengobati dan membawa orang-orang yang terluka dan yang telah tiada.. Aku pun bertemu dengan kakak laki-lakiku yang kulihat juga mengalami luka tergores di kepalanya.. Kami menanyakan kepada orang-orang yang lalu lalang mengenai keberadaan orang tua kami... Namun, tak satupun yang tahu menganai kondisi orang tuaku... Dan, akhirnya kami langsung dibawa ke tenda pengobatan medis yang didirikan di lokasi kejadian.."

"Air mataku tertumpah banyak sekali waktu itu... Aku menangis sejadi-jadinya melihat apa yang telah terjadi dengan gereja kami dan orang-orang di dalamnya... Aku menangis ingin bertemu dengan Papa dan Mamaku yang saat itu juga berada di dalam gedung gereja... Aku ingin menerobos masuk gereja yang telah luluh lantak itu. Namun, petugas penyelamat melarangku.. Kakak laki-lakiku memelukku dan menahanku.. Namun, aku terus memberontak sejadi-jadinya..!!!

Sambil terisak perlahan. Dia menceritakan itu padaku. Aku merinding mendengar dan membayangkan apa yang telah dipaparkannya. Kulihat emosinya mulai membuncah lagi. Lalu dengan inisiatif yang refleks, segera dia kuberi air minum. Kuharap dengan asupan air yang menyegarkan memasuki kerongkongan dan tubuhnya dapat menenangkan emosinya kembali. Dan, terima kasih Tuhan. Ternyata apa yang kulakukan berhasil. Kini emosinya stabil kembali dan dia melanjutkan ceritanya padaku. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik dan menyimak cerita itu dengan serius.

"Kamu tahu, berapa orang yang menjadi korban dalam mimpi buruk itu?!" Tanyanya perlahan. Aku menggeleng. Aku mencoba berpikir dan  menguras informasi mengenai kejadian itu diingatanku. Ternyata, memang aku pernah mendengar kabar mengenai peristiwa bom malam Natal di Tahun 2000.  Namun, aku tidak mengetahui secara keseluruhan informasinya.

"Puluhan orang meninggal dunia, dan ratusan orang terluka parah, ditambah lagi tempat peribadatan kami harus rata dengan tanah. Dan, kamu tahu, peristiwa itu juga telah merenggut nyawa kedua orang tuaku dan kakekku yang merupakan pendeta gereja kami" Jelasnya dengan air mata yang membanjiri pias pipinya. Kini kesedihan darinya tampak membias terpancar ke segala arah. Pengunjung dan Pelayan di Cafe itu mengamati kami berdua dengan penuh tanda tanya. Aku tidak peduli dengan sorot mata mereka yang memandang kami berdua. Karena setelah mendengar apa yang telah disampaikannya, kini aku bagaikan disambar petir tingkat tinggi. Bagaimana mungkin itu terjadi. Yang kutahu orang tuanya masih hidup. Malah aku dan personel Symbiosis pernah bersua dan berkunjung dengan keluarganya di rumah. Lalu, kalau orang tuanya sudah meninggal, siapakah kedua orang yang kami temui saat berkunjung ke rumahnya tersebut. Berbagai macam pertanyaan dan kebingungan menyergap benakku. Ingin segera kutanyakan padanya, namun tidak kulakukan. Karena situasi dan kondisinya kurasa belumlah tepat. Biarlah nanti seiring berjalannya waktu, nanti aku akan mengetahuinya juga. Yang terpenting sekarang adalah membesarkan hatinya terlebih dahulu dan menenangkannya. Itu yang aku pikirkan dan kulakukan padanya!

"Kamu tahu, kawan... di tahun 2000 itu, ternyata mimpi buruk itu tidak hanya terjadi di gereja kami saja waktu itu, tetapi juga terjadi di gereja belahan Indonesia lainnya.. bahkan ledakan bom bagai kembang api raksasa itu telah banyak menghancurkan tempat-tempat peribadatan dan merenggut nyawa umat kristiani... Sungguh tahun 2000 itu adalah tahun duka dan mimpi buruk bagi kami semua umat kristiani!"

"Dan, kamu tahu, siapa pelakunya?! Ma'af kalau aku mengatakan ini padamu, kawan.. Pelakukanya adalah mereka umat muslim yang membenci kami umat kristiani. Aku mengetahui hal itu dari Pamanku dan isterinya. Bagi mereka---orang-orang islam itu, kami umat kristiani adalah hama yang perlu dibasmi dan dihilangkan dari dunia ini. Tentu saja, aku sangat membenci umat muslim waktu itu, karena gara-gara mereka, kedua orang tuaku telah pergi untuk selama-lamanya. Gara-gara mereka juga telah membuat kami umat kristiani, menjadi berubah pikiran 180 derajat terhadap seluruh umat islam lainnnya, walaupun tidak semua yang seperti itu. Aku sendiri jujur, kala itu, sangat membenci umat islam. Bagiku mereka adalah binatang buas yang seharusnya tidak ada di bumi ini. Sampai sekarang, jujur saja, perasaan itu masih sedikit membekas padaku, walaupun sering mendapat siraman rohani dari banyak pendeta akan kesabaran dan berusaha menepis masa lalu, juga dari spirit dan dorongan dari kakak laki-lakiku dan kedua orang tua angkatku yang sampai sekarang mengasuhku."

"Puji Tuhan, kasih sayang Tuhan masih kami rasakan atas berkat-Nya hingga kini. Semenjak kejadian buruk yang telah merenggut nyawa kedua orang tuaku itu, aku dan kakak laki-lakiku diasuh oleh pamanku---adik ibuku, kebetulan mereka tidak mempunyai anak, sehingga kami dianggap dan menjadi anak-anaknya dengan curahan kasih sayangnya yang amat besar kepadaku dan kakak laki-lakiku. Kami pun menjalani kehidupan di beberapa tempat karena Paman sering dipindahkan untuk bertugas, termasuk di Jambi, dimana kita bisa bertemu dan belajar bersama. Puji Tuhan, kasih sayang Tuhan Yesus dan Bunda Maria selalu menyertai kami sampai sekarang" Jelasnya padaku yang kini tampak sangat stabil emosinya.

Ohhh... Akhirnya terjawab sudah pertanyaan dan kebingungan di benakku. Tidak harus menunggu waktu yang lama. Sekarang aku tahu ternyata yang mengasuhnya selama ini adalah pamannya. Aku mencoba berpikir, apakah informasi ini hanya aku saja yang tahu. Mungkinkah ada anggota Symbiosis yang telah mengetahuinya. Aku tidak tahu pastinya. Perasaanku bingung menerima informasi kehidupan yang telah diceritakannya. Aku tidak tahu harus berbuat apa terhadapnya saat itu. Aku takut salah berbicara terhadapnya, karena aku beragama muslim dan bagian dari umat islam, dan tentu saja kemungkinan besar,  sebenarnya aku juga dibenci olehnya. Itu yang kukhawatirkan dan kutakutkan. Tuhan, semoga saja tidak demikan adanya!

"Hmm.. Ma'afkan aku, kawan... Aku tidak mengetahui pasti kejadian itu, yang telah menimpa kamu, keluargamu, dan umat kristiani yang lainnya... Aku turut prihatin dan simpati terhadap apa yang telah terjadi... Namun, apa tidak apa-apa kamu menceritakan ini kepadaku?!" Terangku dengan lembut dari ketulusan hati.

"Mengapa kamu harus meminta ma'af dan merasa sungkan, kawanku.. Aku memang masih sedikit membenci umat islam---orang-orang islam yang telah melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan itu. Tetapi, kamu tidak, kamu tidak ada kaitannya dengan orang-orang islam yang keji itu. Kamu berbeda dengan mereka. Kamu dan personel Symbiosis yang lainnya telah memberikan cahaya dari Kasih-Nya kepadaku, membuka mata batinku, menutup pintu kebencian dari dasar hatiku, dan kalian telah memancarkan indahnya keberagaman dan perbedaan diantara kita. Sungguh aku beruntung menjadi bagian dari kalian. Menjadi bagian dari Symbiosis. Kalian semua sungguh sangat berarti bagiku dan aku berterima kasih padamu, kawan, juga kepada personel Symbiosis lainnya, dan tentu saja kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah mempertemukan kita dalam ikatan Kasih-Nya kepada kita semua!" Jelasnya kepadaku dengan air mata tampak jatuh kembali di matanya yang sedikit sembab.

Mendengar kumpulan kalimat yang keluar dari bibirnya yang begitu indah dan menyentuh. Tanpa kusadari, tiba-tiba kumpulan air keluar dari kelenjar air mataku dengan sendirinya. Aku tak tahu, perasaan apa yang sedang terjadi. Yang kurasakan, ada rambatan kesedihan berbaur kebahagiaan yang mendalam yang kurasakan di hati, pikiran, dan tubuh ini. Perasaan sedih, karena kesedihan akan semburat kisah hidup yang dialaminya. Dan, perasaan bahagia, karena telah menjadi bagian yang berati dalam hidupnya. Aku dan teman-teman Symbiosis ternyata telah memberikan sesuatu yang indah dan berarti dalam kehidupannya. Terima kasih Tuhan, atas takdir pertemuan, ikatan, dan persahabatan yang telah Engkau berikan pada kami semua. Sungguh semua ini terjadi karena Kekuasaan-mu!

**********

Kami berjalan menyusuri lorong-lorong menuju Stasiun Kota Hujan. Langit sudah tak menangis lagi. Namun, senja lembayung tampak mencuat hadir melukis langit. Aku mengantarnya sampai ke stasiun. Aku sengaja membeli dua tiket, satu tiket pakuan ekspress untuk dirinya, satu lagi kelas ekonomi. Karena tanpa tiket, orang-orang tidak diiizinkan masuk ke dalam stasiun.  Karena itu, aku sengaja membeli tiket kelas Ekonomi, hanya untuk memenuhi syarat masuk ke dalam stasiun. Aku tidak mau mengantarnya hanya sampai di lobi stasiun saja. Aku ingin mengantar kepergiannya sampa Kereta Api membawanya pergi ke Ibukota. Sementara itu, kedatangan kami sungguh tepat sekali, karena kereta pakuan ekspress sebentar lagi akan berangkat sesuai jadwalnya.

"Sampai di sini dulu, ya, kawan... Mungkin ini pertemuan kita yang terakhir... Karena besok aku akan berangkat ke Vatikan, Roma---Italy dan menetap di sana untuk waktu yang lama. Aku akan mempelajari sesuatu yang sangat penting dan prinsiple atas apa yang menjadi keyakinan dan idealismeku"

"Sekali lagi... Terima kasihku padamu dan teman-teman Symbiosis yang telah merangkai indahnya kebersamaan dan merajut ikatan persahabatan yang bahagia.. Aku sangat bersyukur atas persahabatan kita yang telah terbentuk atas Kasih-Nya. Sampaikan salamku yang teramat besar ya jika kamu bertemu dengan mereka" Katanya padaku yang saat itu aku sedang terdiam kaku. Aku tidak percaya dia akan mengatakan perpisahan itu padaku. Kemudian masih dalam keadaan terdiam beku, dia memeluk tubuhku sangat erat. Sambil menangis, dia pergi meninggalkanku dan memasuki salah satu gerbong kereta api yang mulai berjalan pelan-pelan.

Kesadaranku mulai terbentuk dalam kebekuan itu. Aku mulai mengejar kereta api yang mulai berjalan pelan. Untung pintu kereta itu belum menutup sempurna. Sambil berjalan cepat, kukatakan dengan suara yang sangat keras dan membahana.

"Eleanor, aku juga bersyukur pada Tuhan, karena mempertemukan kamu denganku, kuharap kamu bahagia selalu dimana pun kamu berada dan menginjakkan kaki, jangan lupakan aku dan Symbiosis, ya, dan terima kasih banyak sudah menjadikan kami sesuatu yang berarti dalam hidupmu, karena kami pun sama, kamu begitu berarti untuk kami.... !"

Pintu kereta menutup sempurna bersamaan dengan kata-kataku yang terakhir. Sekilas kulihat dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya dan menunduk sedih. Kereta pun melaju kencang. Aku berhenti sejenak. Mengatur napasku yang memburu cepat. Lagi-lagi, air mataku tumpah membasahi pipiku. Kujatuhkan kedua lututku di ubin pinggiran jalur kereta. Banyak orang yang mengamatiku dengan rasa keheranan yang ada di benak mereka, atas apa yang telah kulakukan. Namun, aku tidak peduli semua itu. Dalam kebisingan dan kegaduhan yang terkreasi di stasiun senja itu, aku merasakan keheningan dan kesenyapan untuk untuk beberapa waktu. Keheningan dan kesenyapan yang mencuat ke permukaan karena perasaan sedih akan kehilangan seseorang yang menjadi bagian dalam rangkaian hidupku yang berharga.

********

Aku berjalan meninggalkan Stasiun. Senja mulai berjalan menuju malam. Suara seruan adzan dari pengeras suara Masjid berkumandang dengan syahdunya. Kupercepat sedikit langkah kaki ku. Aku harus mengejar waktu untuk melaksanakan sholat Maghrib, pikirku dalam hati. Dalam perjalanan pulang itu, kulihat sekumpulan remaja sedang memasang dan menyalakan kembang api. Aku pun berhenti sejenak memperhatikan mereka. Tak lama kemudian, dari sebuah benda yang terpasang tegak lurus menghadap angkasa itu. Tiba-tiba benda itu melesat ke atas setelah disentuh dengan api. Dan, terlihatlah keindahan yang luar biasa. Benda itu meledak memancarkan cahaya warna-warni membentuk titik-titik cahaya berkilauan di langit, bagaikan lukisan cahaya di langit. Sungguh indah dan mengagumkan melihat pancaran cahaya ledakan kembang api tersebut.

Dalam kekaguman melihat keindahan kembang api itu. Kembali aku teringat akan cerita Eleanor tentang peristiwa bom di malam Natal tahun 2000, yang katanya bagai kumpulan kembang api raksasa. Membayangkannya saja telah membuatku bergidik, apalagi sampai mengalami mimpi buruk itu.

Akhh... Andai saja semua orang yang ada di dunia ini mau menghargai satu sama lain, bersikap saling toleransi, tepa selira, tenggang rasa, dan saling menghormati masing-masing keyakinan/agama antara yang satu dengan yang lainnya. Tentu saja, peristiwa buruk---seperti yang dialami Eleanor tidak akan terjadi, dan tentu saja kedamaian dan ketentraman akan terpancar ke segala penjuru belahan bumi ini. Semoga suatu saat era itu akan terwujud suatu saat nanti. Pikirku dari dasar relung hatiku.

Sambil menatap kembang api yang bermekaran itu, aku berbicara sendiri dengan penuh harap menengadah ke langit.

"Semoga tidak ada lagi "Kembang Api" duka di hari damainya Natal dan cerianya Tahun Baru!"

-------------------------------------------------------

Tulisan ini kupersembahkan untuk dia yang berada di Rome, Italy.

Juga kepada teman-teman Symbiosis yang saat ini sedang manapak asa dan cita-citanya, di Jambi, Bali, Jakarta, Jerman, dan Malaysia. Kuharap kalian sukses mendapatkan apa yang kalian impikan. Semoga Tuhan menyertai kalian semua. Amin!

Salam Penuh Cinta dan Damai
[Cupi Valhalla]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun