Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Ada Lagi "Kembang Api" Duka di Hari Damainya Natal dan Cerianya Tahun Baru!

25 Desember 2010   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:24 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Tidak terlalu baik.. " Jawabnya dengan ekspresi sedih yang terpancar dari air mukanya.

"Hmm.. Mengapa bisa demikian?!" Kulanjutkan bertanya dengan hati-hati.

"Ibukota adalah hutan rimba, kawan. Di sana banyak makhluk jahat di dalamnya. Yang lemah akan binasa oleh yang kuat. Kalau kita tidak hati-hati dan bertahan, kita bisa hancur dimangsa Ibukota" Jelasnya dengan tatapan kokoh kepadaku. Sungguh aku sedikit merasa bergidik dengan penjelasannya itu.

"Semua kehidupan di Ibukota sangatlah rumit dan pelik, kawan. Beragam masalah silih berganti dan membias ke segala penjuru arah. Dan, kurasa manusia jahat di sana tak jauh berbeda dengan binatang buas. Rasa toleransi, tepa selira, tenggang rasa, dan saling menghormati sepertinya sudah hilang dari daftar kehidupan mereka di sana. Tentu kamu yang seorang mahasiswa pasti mengetahui itu semua, kan?!" Jelasnya menyergapku.

Jujur. Aku tambah takut dengan penjelasannya itu. Padahal baru saja aku merasakan kebahagiaan saat awal perjumpaan sebelumnya. Kini, perasaan itu berubah menjadi sedikit ketakutan bercampur simpati.  Kualihkan mataku dari sorotan matanya yang tajam. Sebenarnya ada apa ini?! Kemanakah sosok dia yang kukenal dulu. Sosok bidadari berhati lembut dan penyayang itu. Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Suara hatiku bertanya-tanya.

"Hmm.. kamu benar, kawan.. Ibukota adalah sebuah tempat yang keras dengan segala carut-marut kehidupan manusia di dalamnya. Namun, tidak semuanya buruk kok di sana, ada sisi baik dan kebahagiaan yang juga mencuat hadir di sana" Kataku dengan sok diplomatis.

"Baik dan bahagia dari sisi mananya, kawan?! Sampai sekarang, semenjak kejadian itu, kami sekeluarga masih diserang rasa ketakutan dan kecemasan luar biasa dari penghuni Ibukota?! Dan, puncak ketakutan itu, adalah setiap menjelang natal dan tahun baru. Kamu tahu, sampai sekarang, setiap menjelang hari natal dan tahun baru, kami selalu cemas dan takut! Cemas dan takut akan terulangnya kembali kejadian dan mimpi buruk itu" Sergapnya memburu jawabanku sebelumnya. Terlihat bulir embun air menempel di sudut matanya yang indah.

Aku terperanjat mendengar pemaparan darinya. Ternyata ada semburat kisah pilu yang telah terjadi antara dia dan keluarganya. Tetapi, mengapa aku tidak mengetahui semua itu. Padahal, dulu kami sering bercerita banyak hal. Namun, semenjak hari kelulusan itu, kami berpisah dan menempuh jalan hidup kami masing-masing. Aku melanjutkan studi ke kota hujan, Pulau Jawa. Sedangkan dia mengikuti keluarganya ke Sumatera Utara, hingga akhirnya bertandang ke Ibukota. Para personel Symbiosis yang lain juga menempuh jalan hidupnya masing-masing. Saat berkomunikasi di dunia virtual pun, kami saling berbagi kisah, kebanyakan adalah cerita menyenangkan yang kami obrolkan. Jarang kami bercerita yang menyedihkan dan memilukan. Begitu pun dengan personel symbiosis yang lainnya. Kami saling berbagi cerita tentang pengalaman dan hidup yang membahagiakan. Namun, kali ini, entah mengapa aku merasa ada semburat kisah sedih nan memiluhkan yang akan dia narasikan padaku. Tuhan, semoga ini tidak membuat ikatan persahabatan kami retak! Aku harus mencari tahu duduk persoalannya dan berusaha membantunya sebisaku. Rintih dan harap batinku.

"Ekh.. Hmm.. Ma'af, kawan.. . kejadian itu? Apa yang sebenarnya terjadi.. Sungguh, aku tidak mengerti dan mengetahui apa yang telah terjadi antara kamu dan keluargamu..." Tanyaku dengan lembut dan simpati kepadanya.

"Ma'af kan aku, kawan... selama ini aku belum pernah menceritakannya kepadamu.. Sungguh sebenarnya aku tak ingin memberitahu ini padamu dan anggota Symbiosis lainnya, khususnya personel Symbiosis yang beragama muslim... karena aku tak ingin hubungan baik kita akan tercemar dan retak karena kisah sedih yang aku dan keluargaku alami..." Jelasnya sambil terisak-isak menelungkupkan kedua telapak tangannya di wajahnya. Tampak aliran rinai air mata membasahi pipinya. Melihatnya basah air mata, timbul rambatan sedih dan simpati yang menjalar di seluruh tubuhku. Segera aku berpindah tempat duduk di sampingnya dan memegang bahunya untuk membesarkan hatinya dan mencoba menenangkannya.

"Kawan.. ceritakanlah itu padaku.. sebagai sahabatmu, sungguh aku ingin membantumu sebisa yang ku mampu..!!" Kutatap dia dengan lembut dan simpati. Dia menatapku juga dengan sorot mata yang tampak syahdu kesedihan. Dan, ya Tuhan, melihat tatapannya itu, aku merasa melihat dimensi semburat kesedihan yang tertahan dalam kedalaman dasar hatinya. Sungguh aku ingin segera melihatnya terlepas dari jejaring duri duka yang melanda dia dan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun