Mohon tunggu...
Cupi Valhalla
Cupi Valhalla Mohon Tunggu... -

A traveling lover, An environmentalist, and An ordinary person who has many extraordinary passions. Having been learning the subject of the environmental safety and health at Technische Hogeschool te P.V.J

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Ada Lagi "Kembang Api" Duka di Hari Damainya Natal dan Cerianya Tahun Baru!

25 Desember 2010   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:24 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulir-bulir hujan masih berjatuhan bak benang transparan sambung-menyambung. Tampaknya langit akan bersedih hati dan menangis dalam waktu yang cukup lama. Dari kaca jendela yang berembun, kuperhatikan suasana jalan tampak sepi dan lenggang. Kelihatannya manusia tidak mau bermandikan air mata dari langit tersebut. Perubahan cuaca yang ekstrem telah memberikan kesadaran dan sugesti yang kuat pada manusia, akan pentingnya menjaga kesehatan.

Aku duduk sendiri di sebuah sudut Cafe Favoritku, di kota hujan. Telah hampir satu jam aku di sana. Sudah 2 gelas hot vanila dicampur ekstrak jahe kuhabiskan. Dan, tanpa kusadari telah beberapa bab dan puluhan lembar kubaca dari sebuah novel classic yang kubawa. Sebenarnya, keberadaanku di Cafe itu untuk bertemu dengan seseorang. Seorang sahabat lama waktu tapak tilas seragam putih abu-abu. Sebuah memorial lawas dalam hidupku yang sangat indah dalam era keremajaanku.

"Teng...Teng...Teng.." Tiba-tiba lonceng yang terpasang di atas pintu Cafe itu bersiul memecahkan keheningan di dalam Cafe, yang memang waktu itu sedikit didatangi pengunjung. Lonceng itu akan berdentum jika ada yang membuka dan menutup pintu Cafe itu. Aku segera menghamburkan mata memandang ke pintu selamat datang itu. Akh, ternyata dia benar-benar datang dan menepati janjinya. Syukurlah, batinku bergejolak senang. Dengan sigap kugerakkan seluruh persendian tubuh untuk menghampirinya.

"Hai, long time no see.. akhirnya kamu datang juga.." Kataku menyambut kehadirannya yang datang dari Ibukota. Wajahku bersemu merah kala menatap wajahnya. Timbul perasaan yang sulit diucapkan dengan kata-kata jika memandang aura keparasan yang terpancar dari wajahnya. Ternyata dia masih saja cantik dengan kesempurnaan fisik yang dimilikinya. Kuperhatikan, para pengunjung laki-laki di Cafe itu juga mamandangnya dengan tampang hilang kesadaran. Aku segera mengajak dan mempersilahkannya duduk.

"Hei.. Awak masih kayak dulu lah, yo... dak ado berubah sedikit pun.. masih cam itulah" Katanya padaku. Dan, aku terkejut dengan ucapannya yang masih menggunakan logat tanah kelahiranku, di Jambi---Sumatera bagian Tengah. Tempat kami menapak asa dan belajar dalam balutan seragam putih abu-abu. Ucapannya membuatku terkejut bersimbiosis bahagia. Ternyata dia masih mengingat sporadis kehidupan kebersamaan kami.

"Ekh.. Hei.. awak masih biso yo bahaso kito... hahahaha..." Gelagatku dengan ekspresi senang.

"Hehe.. masih biso lah aku.. masa' lupo... apo kabar awak?!.."

"Alhamdulillah.. awak tengok deweklah.. aku sehat-sehat be.. awak sendiri kek mano?!"

"Puji Tuhan.. karena kasih-Nya.. aku juga dalam keadaan sehat.."

Dia menjawab dengan khidmad sambil menyatukan kesepuluh jari tangannya dan menciumnya. Ternyata ketaatan dan kepatuhannya pada Tuhannya masih kuat dari dulu hingga sekarang. Dan, itu membuatku takjub dan menghormati keyakinan yang dianutnya. Di sekolah, kami bersahabat dan membentuk genk sendiri. Namanya Symbiosis. Kami, memilih nama Symbiosis, karena kelompoknya terdiri dari orang-orang yang berbeda agama/keyakinan, juga latar belakang keluarga kami yang berbeda-beda. Terdiri dari 3 laki-laki dan 6 perempuan; 3 beragama Islam, 2 bergama katolik, 2 beragama protestan, 1 beragama Budha, dan 1 lagi beragama Hindu. Perbedaan keyakinan itu tidak menjadikan kami saling bermusuhan, akan tetapi malah membentuk kebersamaan dan jalinan simbiosis dalam balutan tenggang rasa yang kuat. Karenanya, waktu semester pertama kelas 2, genk kami terpilih untuk mewakili sekolah dalam ajang Bhineka Tunggal Ika se-Sumatera, sebuah event kebersamaan yang mengadakan kompetisi karya tulis mengenai keberagaman multi budaya yang ada di Indonesia, khususnya di Sumatera. Walaupun tidak menang, tetapi perlombaan itu telah menjadi pengalaman luar biasa bagi kami dan sebuah kebanggaan tersendiri, sekaligus menambah semangat kebersamaan, khususnya bagi kami---Syimbiosis sendiri.

"Oh ya, apa kabar dengan keluarga di rumah.. bagaimana kehidupan di Ibukota?!" Tanyaku kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun