Mohon tunggu...
Cuisan
Cuisan Mohon Tunggu... Lainnya - -

Bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peranan Etika dalam Film Schindler's List

27 Juni 2022   15:16 Diperbarui: 27 Juni 2022   15:40 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Film yang berjudul Schindler's List ini menceritakan tentang seorang pria bernama Oskar Schindler yang diperankan oleh Liam Neeson yang merupakan seorang pengusaha katolik dari Jerman. Peran Oskar disini yaitu membantu menyelamatkan hidup para orang Yahudi dari kamp konsentrasi pada masa perang dunia II. 

Film kisah nyata ini mengajarkan banyak sekali pesan-pesan moral yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Yang dimana dapat dilihat dari pemeran utama nya yaitu Oskar, ia merupakan pria asal Jerman dan juga merupakan salah satu anggota partai NAZI yang seharusnya dia membenci orang-orang Yahudi. Namun, apa yang dilakukannya malah sebaliknya dan membuatnya menjadi manusia yang bermoral. 

Salah satu adegan yang mencuri perhatian para penonton adalah ketika seorang anak kecil yang sedang dikejar oleh tentara Jerman. Gadis kecil itu terlihat jelas memakai baju berwarna merah meskipun filmnya ditayangkan dalam warna monokrom. Banyak yang berasumsi bahwa baju gadis kecil itu menyimbolkan hidup yang berwarna dan penuh harapan.

Bagaimana tindakan Oskar Schindler yang memilih untuk berbohong dan menyogok Nazi itu dinilai secara etis ? 

Pada awalnya sikap Schindler dimana ia memanfaatkan perang yang terjadi untuk mengambil keuntungan bukanlah hal yang benar secara etis, ia menjalankan sebuah bisnis yang sangat baik dimana menghasilkan berbagai peralatan yang dapat menunjang kebutuhan perang Jerman pada saat itu. 

Oleh karena bisnis yang dijalankannya sukses maka ia mendapat banyak kekayaan serta mulai dikenal oleh para pejabat Nazi. Schindler pada awalnya tidak peduli mengenai permasalahan perang ini terutama pada orang Yahudi.

Namun suatu ketika, ia melihat secara langsung bagaimana peperangan yang terjadi kala itu dan mengancam nyawa para orang Yahudi. Ia melihat bagaimana mengerikannya pembantaian serta penyiksaan yang dilakukan oleh tentara Nazi pada orang Yahudi bahkan rumah-rumah milik orang Yahudi pun turut dihancurkan. Pada saat itulah, secara perlahan Schindler mulai menyadari betapa kejamnya para tentara Nazi sehingga ia mulai memikirkan bagaimana caranya untuk menyelamatkan orang Yahudi kala itu.

Schindler pun meminta bantuan kepada Itzhak Stern ( seorang fungsionaris ) untuk membuat daftar nama para rakyat Yahudi kemudian ia  pun membawa mereka ke negara asalnya agar bisa menghindari siksaan dari para tentara Nazi. Sebelumnya, Itzhak pernah meminta bantuan Schindler untuk mempekerjakan beberapa tahanan Yahudi di perusahaan milik Schindler meski pada awalnya ia menolak namun secara perlahan ia mulai bersimpati pada rakyat Yahudi dan merekrutnya.

Tidak lama setelah itu, karena perang pun masih belum berakhir. Schindler harus berbohong dan menyogok uang dalam jumlah yang besar demi menyelamatkan nyawa 1.100 orang Yahudi. Hal ini, ia lakukan karena ia merasa kasihan dengan para Yahudi yang telah disiksa selama beberapa tahun kala itu. 

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Schindler itu merupakan penganut Katolik namun ia memilih untuk berbohong dan menyogok demi menyelamatkan nyawa orang banyak itu merupakan hal yang sebenarnya tidak sepenuhnya salah secara etis karena disini ia memiliki prinsip kemanusiaan dimana ia memilih untuk menolong sesama tanpa memandang fisik, latar belakang agama dan suku.

Ia juga menolong rakyat Yahudi tanpa pamrih dan sesuai dengan konsep prima facie yaitu ketika ada 2 kewajiban moral yang bertentangan dan dihadapi sekaligus maka ia boleh memilih kewajiban yang lebih penting misalnya memilih untuk berbohong demi menyelamatkan nyawa orang maka kejujuran itu boleh dikesampingkan. Meskipun sebenarnya kita sebagai umat beragama pasti diajarkan untuk tidak berbohong namun jika ada kewajiban lain yang lebih penting dan harus dipertimbangkan maka tindakan yang tidak baik seperti berbohong mungkin bisa dipertimbangkan dahulu apalagi jika nyawa orang dipertaruhkan. 

Etika Normatif yang bisa membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film Schindler's List ?

Etika normatif merupakan suatu norma yang dapat menjadi pedoman manusia untuk melakukan tindakan-tindakan baik, yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat sekitar. Etika normatif merupakan etika yang sifatnya memerintah dan menggolongkan tindakan-tindakan manusia yang baik maupun buruk, disertai oleh alasan dan argumen yang konkret.

Banyak sekali etika-etika normatif yang terlihat dalam film Schindler's List. Jika dilihat dari perilaku dan perbuatan sang pemeran utama (Oskar), yang merupakan seorang pengusaha beragama katolik asal Jerman. Beliau membantu untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi dari kamp konsentrasi yang dibentuk oleh sekelompok Nazi Jerman. Seperti yang kita ketahui pada zaman perang dunia kedua orang-orang Jerman khususnya yang merupakan anggota dari Nazi, sangat membenci kaum Yahudi. 

Akan tetapi Oskar rela untuk berbohong demi menyelamatkan nyawa para orang Yahudi tersebut, dengan cara mempekerjakan mereka di dalam pabrik hasil dukungan militer Jerman yang dimiliki oleh Oskar. Tentu saja tindakan Oskar ini sangat mengejutkan orang Yahudi, siapa sangka anggota Nazi Jerman ingin membantu untuk menyelamatkan nyawa "musuh" yang paling dibenci. 

Etika normatif tentu berperan besar dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan yang dilakukan oleh Oskar. Ia lebih memilih untuk berbohong di depan para Nazi demi menyelamatkan puluhan bahkan ribuan nyawa orang Yahudi. Menurutnya, tindakan genosida para Nazi ini tidak boleh terus menerus membunuh sekumpulan orang Yahudi dengan alasan kebencian. Oskar pasti mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan oleh para Nazi terhadapnya, jika kebohongan demi menyelamatkan orang Yahudi ini terkuak. 

Akan tetapi ia lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang menurutnya benar, dibandingkan ikut menyiksa sekumpulan orang Yahudi. Dalam tindakan ini, Oskar mengaplikasikan etika normatif berupa menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ia tahu bahwa membunuh orang dengan begitu mudahnya, merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia berupa hak untuk hidup.

Apakah Etika Deontologis cocok untuk menilai tindakan Oskar ( menyogok demi menyelamatkan nyawa orang )?

Seperti yang diceritakan sebelumnya, di awal cerita Schindler's list penerapan etika deontologis terhadap Oskar Schindler masih belum berjalan dengan baik. Dimana Oskar diketahui sebagai pebisnis yang tidak peduli akan sekitar maupun terhadap para pekerja. Ia pun dinilai sangat manipulatif dan hanya mementingkan pendapatan yang diperolehnya saja. 

Jika dilihat dari pandangan etika deontologis, tidak adanya prinsip kemurahan hati terhadap sesama manusia, tidak ada keadilan yang seupah dengan apa yang dipekerjakan warganya, tidak ada kebebasan atas hak suara para yahudi yang dipekerjakan dan ketenagakerjaan para yahudi yang dipekerjakan dengan paksa yang tetap dimanfaatkan dianggap sangat tidak etis dan tidak relevan dengan etika itu sendiri. Karena, penerapan etika deontologis dinilai dari sikap moral perseorangan yang dikatakan benar jika sesuai kewajiban dan relevan dengan etika pada umumnya. 

Namun seiring berjalannya waktu, Oskar melihat kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan para Nazi terhadap warga yahudi. Ini membuat ia sadar bahwa harta yang ia peroleh tidak sepadan dengan apa yang dialami mereka. Sebab kejadian ini, ia ingin mengutamakan dan membantu warga yahudi sebanyak mungkin untuk lolos dari penyiksaan tersebut. 

Aksi penyelamatannya dimulai dari kerjasamanya dengan Stern sang akuntan yang awalnya diajak berbisnis bareng olehnya. Ia meminta Stern untuk membuat daftar nama para yahudi dengan alasan ingin mempekerjakan mereka di tempat lain. Namun, sebenarnya Oskar berencana untuk memulangkan mereka ke negara asal masing-masing dengan membeli mereka dari Nazi atau bisa kita sebut sebagai menyogok. 

Menurut pandangan kami, perbuatan ini tidak sepenuhnya relevan dengan etika deontologis itu sendiri karena ada kebohongan yang dilakukan. Mau untuk kebaikan sekalipun, berbohong sudah bertentang dengan dasar peraturan moral itu sendiri. Namun, balik lagi ke penyiksaan yang dilakukan juga sangat fatal dan tidak bermoral sama sekali. 

Dalam etika deontologis juga ada prinsip rasionalitas moral yang mendasar, dimana kesadaran perseorangan juga dapat dinilai oleh orang lain apakah perbuatan yang dilakukan benar, salah, baik ataupun buruk. Jadi, tindakan dapat dikatakan benar apabila, sesuatu hal yang dilakukan berdasarkan pada prinsip moral yang disetujui oleh pandangan orang lain.

Maka, dapat juga dilihat dengan jelas bahwa tindakan yang dilakukan para Nazi salah, buruk, tidak baik dan tentunya tidak benar. Pada kesimpulannya, etika deontologis bisa juga digunakan untuk menilai perbuatan sang "pahlawan" Oskar Schindler yang berbohong demi menyelamatkan nyawa orang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun