Etika Normatif yang bisa membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film Schindler's List ?
Etika normatif merupakan suatu norma yang dapat menjadi pedoman manusia untuk melakukan tindakan-tindakan baik, yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat sekitar. Etika normatif merupakan etika yang sifatnya memerintah dan menggolongkan tindakan-tindakan manusia yang baik maupun buruk, disertai oleh alasan dan argumen yang konkret.
Banyak sekali etika-etika normatif yang terlihat dalam film Schindler's List. Jika dilihat dari perilaku dan perbuatan sang pemeran utama (Oskar), yang merupakan seorang pengusaha beragama katolik asal Jerman. Beliau membantu untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi dari kamp konsentrasi yang dibentuk oleh sekelompok Nazi Jerman. Seperti yang kita ketahui pada zaman perang dunia kedua orang-orang Jerman khususnya yang merupakan anggota dari Nazi, sangat membenci kaum Yahudi.Â
Akan tetapi Oskar rela untuk berbohong demi menyelamatkan nyawa para orang Yahudi tersebut, dengan cara mempekerjakan mereka di dalam pabrik hasil dukungan militer Jerman yang dimiliki oleh Oskar. Tentu saja tindakan Oskar ini sangat mengejutkan orang Yahudi, siapa sangka anggota Nazi Jerman ingin membantu untuk menyelamatkan nyawa "musuh" yang paling dibenci.Â
Etika normatif tentu berperan besar dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan yang dilakukan oleh Oskar. Ia lebih memilih untuk berbohong di depan para Nazi demi menyelamatkan puluhan bahkan ribuan nyawa orang Yahudi. Menurutnya, tindakan genosida para Nazi ini tidak boleh terus menerus membunuh sekumpulan orang Yahudi dengan alasan kebencian. Oskar pasti mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan oleh para Nazi terhadapnya, jika kebohongan demi menyelamatkan orang Yahudi ini terkuak.Â
Akan tetapi ia lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang menurutnya benar, dibandingkan ikut menyiksa sekumpulan orang Yahudi. Dalam tindakan ini, Oskar mengaplikasikan etika normatif berupa menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ia tahu bahwa membunuh orang dengan begitu mudahnya, merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia berupa hak untuk hidup.
Apakah Etika Deontologis cocok untuk menilai tindakan Oskar ( menyogok demi menyelamatkan nyawa orang )?
Seperti yang diceritakan sebelumnya, di awal cerita Schindler's list penerapan etika deontologis terhadap Oskar Schindler masih belum berjalan dengan baik. Dimana Oskar diketahui sebagai pebisnis yang tidak peduli akan sekitar maupun terhadap para pekerja. Ia pun dinilai sangat manipulatif dan hanya mementingkan pendapatan yang diperolehnya saja.Â
Jika dilihat dari pandangan etika deontologis, tidak adanya prinsip kemurahan hati terhadap sesama manusia, tidak ada keadilan yang seupah dengan apa yang dipekerjakan warganya, tidak ada kebebasan atas hak suara para yahudi yang dipekerjakan dan ketenagakerjaan para yahudi yang dipekerjakan dengan paksa yang tetap dimanfaatkan dianggap sangat tidak etis dan tidak relevan dengan etika itu sendiri. Karena, penerapan etika deontologis dinilai dari sikap moral perseorangan yang dikatakan benar jika sesuai kewajiban dan relevan dengan etika pada umumnya.Â
Namun seiring berjalannya waktu, Oskar melihat kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan para Nazi terhadap warga yahudi. Ini membuat ia sadar bahwa harta yang ia peroleh tidak sepadan dengan apa yang dialami mereka. Sebab kejadian ini, ia ingin mengutamakan dan membantu warga yahudi sebanyak mungkin untuk lolos dari penyiksaan tersebut.Â
Aksi penyelamatannya dimulai dari kerjasamanya dengan Stern sang akuntan yang awalnya diajak berbisnis bareng olehnya. Ia meminta Stern untuk membuat daftar nama para yahudi dengan alasan ingin mempekerjakan mereka di tempat lain. Namun, sebenarnya Oskar berencana untuk memulangkan mereka ke negara asal masing-masing dengan membeli mereka dari Nazi atau bisa kita sebut sebagai menyogok.Â