Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Menurut Pasal 1 Peraturan Bupati (Perbup) Bandung Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Insentif Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kabupaten Bandung, PBB-P2 adalah pajak yang dikenakan pada bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan tertentu, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mengacu pada dua definisi penting. Bumi merujuk pada permukaan tanah, perairan pedalaman, dan wilayah laut Kabupaten Bandung, sementara bangunan adalah konstruksi teknis yang tetap berada di tanah, perairan pedalaman, atau laut. Objek pajak utamanya adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan, kecuali dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Subjek pajak PBB-P2 adalah individu atau badan yang memiliki hak nyata atas bumi dan/atau mendapatkan manfaat dari bumi, serta yang memiliki, menguasai, atau mendapatkan manfaat dari bangunan. Mereka yang memenuhi syarat ini menjadi wajib pajak dan berkewajiban untuk membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku.
Syarat Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemungutan pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan. Seperti yang diungkapkan oleh Mardiasmo (2019:2), kelima persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
Prinsip Keadilan Pemungutan pajak harus dilakukan dengan prinsip keadilan. Ini berarti bahwa undang-undang yang mengatur pajak harus menerapkan pemungutan secara merata dan sesuai dengan kemampuan masing-masing wajib pajak. Selain itu, dalam pelaksanaannya, wajib pajak juga harus memiliki hak untuk mengajukan keberatan, meminta penundaan pembayaran, dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Landasan Hukum yang Kuat Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang yang kuat. Di Indonesia, undang-undang pajak merujuk pada UUD 1945, yang memberikan dasar hukum yang kokoh untuk memastikan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
Tidak Mengganggu Stabilitas Ekonomi Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan, sehingga tidak merugikan stabilitas perekonomian masyarakat. Efisiensi Keuangan Sesuai dengan fungsi anggaran, biaya pemungutan pajak harus efisien, artinya biaya yang dikeluarkan untuk proses pemungutan pajak seharusnya lebih rendah daripada jumlah pajak yang berhasil dipungut. Sederhana dalam Sistem Pemungutan Sistem pemungutan pajak harus dirancang secara sederhana. Hal ini akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya"
Pengelompokan Pajak
Pengelompokan pajak dilakukan berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya, seperti yang dijelaskan oleh Mardiasmo (2019:5) sebagai berikut:
- Berdasarkan golongannya, pajak dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni pajak langsung yang harus ditanggung secara pribadi oleh wajib pajak tanpa bisa diberikan kepada orang lain, dan pajak tidak langsung yang pada akhirnya dapat dialihkan atau diberikan kepada pihak lain.
- Berdasarkan sifatnya, pajak dapat terbagi menjadi pajak subjektif, yang bergantung pada kondisi atau keadaan wajib pajak, dan pajak objektif, yang berdasarkan pada karakteristik objek pajak tanpa mempertimbangkan situasi pribadi wajib pajak.
- Berdasarkan lembaga pemungutnya, terdapat pajak pusat, yang dikumpulkan oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk kebutuhan negara, serta pajak daerah, yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk mendukung keuangan daerah".
- Sistem pemungutan pajak
Pemungutan pajak adalah salah satu aspek penting dalam sistem perpajakanyang harus diperhatikan dengan cermat. Sistem pemungutan pajak, menurut Mardiasmo (2019:7), dapat dibagi menjadi tiga jenis yang perlu diperhatikan :
- a. Sistem Penilaian Resmi (Official Assessment System). Sistem ini memberikan kewenangan kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah pemerintah memiliki wewenang penuh dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan, wajib pajak bersifat pasif dalam proses ini, dan utang pajak resmi terjadi setelah fiskus mengeluarkansurat ketetapan pajak.
- b. Sistem Penilaian Diri (Self Assessment System). Sistem ini memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang harus dibayarkan. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak terletak pada wajib pajak, yang aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Fiskus hanya berperan sebagai pengawas tanpa campur tangan dalam penentuan jumlah pajak.
- c. Sistem Penahanan (Withholding System). Sistem ini memberikan kewenangan kepada pihak ketiga (bukan fiscus atau wajib pajak terkait) untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Dalam sistem ini, pihak ketiga memiliki otoritas dalam menentukan jumlah pajak yang harus dipotong atau dibayarkan oleh wajib pajak. Fiskus dan wajib pajak hanya menjadi pihak yang dipengaruhi oleh keputusan pihak ketiga".
- Tata cara pemungutan pajak bumi dan bangunan dan perkotaan (PPB-P2)
Tahapan proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Bandung Nomor 69 Tahun 2016 mencakup pendaftaran objek PBB baru, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek pajak.
- Prosedur Pendaftaran Objek PBB Baru Menurut Pasal 3 Peraturan Bupati (Perbup) Bandung Nomor 69 Tahun 2016, objek PBB baru harus didaftarkan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak melalui penelitian lapangan dengan memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut mencakup pengajuan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Bupati melalui perangkat daerah, pengisian SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak), mencantumkan NPWP jika dimiliki, dan melampirkan dokumen pendukung seperti fotokopi KTP, bukti kepemilikan tanah, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan lain sebagainya. Surat permohonan dan SPOP harus ditandatangani oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, atau jika diperlukan, dilampiri dengan Surat Kuasa. Dokumen ini kemudian disampaikan kepada Bupati melalui perangkat daerah.
- Pendataan Objek dan Subjek Pajak PBB P2 Pasal 4 Perbup Bandung 69 Tahun 2016 mengatur bahwa pendataan objek dan subjek PBB dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan hasilnya dicatat dalam formulir SPOP. Pendataan ini dapat dilakukan melalui berbagai tahapan, termasuk pengembalian SPOP, identifikasi objek dan subjek Pajak, verifikasi data, dan pengukuran bidang objek pajak.
- Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Penilaian objek PBB dilakukan oleh Pemerintah Daerah baik secara massal maupun individual dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditetapkan. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penilaian massal dapat menggunakan berbagai pendekatan, seperti data pasar, standar bangunan objek pajak, dan lain sebagainya. Sementara itu, penilaian individual dapat dilakukan dengan pendekatan seperti data pasar, biaya, atau kapitalisasi pendapatan.
Piutang pajakÂ