Tiga hari sudah berlalu, tetapi rasanya dada saya masih sedikit sesak, efek menyesal, tidak menjenguk (lagi) tetangga depan rumah yang sedang sakit.
Satu minggu lalu, tetangga depan rumah tiba-tiba terkena stroke saat sedang duduk-duduk di depan rumah salah satu tetangga. Hampir semua orang kaget karena sebelumnya ia (terlihat) baik-baik saja.
Beberapa menit sebelumnya, ia bahkan sempat mengantar salah satu tetangga berbelanja bahan-bahan bangunan untuk renovasi rumah ke salah satu toko bangunan. Beberapa hari sebelumnya ia juga sempat medical check up. Hasilnya? kondisi tubuhnya fit dan baik-baik saja.
Menjenguk Sebentar di Rumah Sakit
Dua hari setelah si tetangga dirawat di rumah sakit, saya dan keluarga menjenguk ke sana. Saat itu kondisinya tidak sememprihatinkan orang yang sedang terkena stroke pada umumnya.
Seluruh anggota tubuh masih berfungsi, kecuali lidah. Meski demikian ia masih dapat menjawab dengan baik saat ditanya nama, domisili, nama istri, jumlah anak, bahkan masih dapat menyebutkan nama-nama para tetangga dan saudara yang sedang menjenguk. Meski memang artikulasinya tidak sejelas sebelum terkena stroke.
Saat menjenguk tersebut saya agak sedikit tenang. Apalagi mukanya relatif masih terlihat segar. Saya berpikir, dengan perawatan yang telaten, akan pulih. Mungkin tidak sesehat sebelumnya, tetapi setidaknya bisa beraktivitas seperti biasa di dalam rumah.
Sebelumnya saya pernah beberapa kali bertemu orang-orang yang terkena stroke yang lebih parah dari si tetangga. Seiring waktu dapat pulih. Beberapa bahkan sudah dapat beraktivitas lagi, mengajar hingga bermain bola voli. Padahal sebelumnya sudah ada beberapa bagian tubuh yang lumpuh.
Waktu itu kami menjenguk hanya sebentar. Tidak lebih dari 15 menit. Bukan tidak mau berlama-lama, tetapi ada banyak antrean tetangga lain yang juga mau menjenguk di waktu jam besuk yang sangat terbatas.
Si tetangga yang terkena stroke ini memang memiliki kepribadian yang sangat baik, suka menolong. Kenal, maupun tidak kenal, kalau melihat ada orang yang memerlukan bantuan, ia bantu.
Saat naik motor sendirian, kebetulan bertemu orang yang sedang jalan kaki, biasanya ia tawari untuk ia antarkan gratis ke tempat tujuan. Tanpa meminta bayaran. Terkadang ada yang ternyata tujuannya ke pasar tradisional yang lumayan jauh, bukan ke arah yang sekalian ia lewat.
Alhasil, saat ia sakit, banyak yang menjenguk.
Sudah Seperti Orang Tua Sendiri
Saat melihat kondisi si tetangga, saya berpikir, ini mah tidak lama juga pulang ke rumah. Biar kami nanti puas-puas menjenguk di rumah.
Dan, benar, beberapa hari kemudian beliau sudah boleh pulang ke rumah.
Nah, saat ia sudah pulang ke rumah, saya tidak cepat-cepat menjenguk. Pasalnya, selama beberapa hari sepulang dari rumah sakit, hampir sepanjang waktu ada saja orang yang menjenguk. Ramai.
Kami berpikir, ah gampang lah, cuma lima langkah dari rumah, kami jenguknya nanti saja setelah kondisi agak sepi.
Apalagi beberapa hari kemudian suami saya bertugas ke luar kota, anak-anak juga sibuk sekolah. Saya berpikir nanti saja menjenguknya bareng-satu keluarga, sambil menunggu tidak terlalu banyak yang menjenguk.
Apalagi si tetangga dan istrinya ini dulu sempat menjadi sosok orang tua kedua untuk anak saya, sosok kakek dan nenek mungkin lebih tepatnya.
Anak (anak) saya sering dititipkan di sana. Bahkan menginap, baik hanya hitungan hari, hingga hitungan minggu.
Saat ada urusan pekerjaan yang mengharuskan saya pergi ke luar kota, saya lebih percaya menitipkan anak-anak saya ke si tetangga itu, dibanding tinggal dengan ayahnya.
Bukan apa-apa, si tetangga dan istrinya itu lebih telaten mengurus anak. Meski mereka tidak memiliki anak kandung sendiri.
Jadi, saya berpikir, lebih baik menjenguk ke si tetangga beramai-ramai bersama anak-anak saya dan suami. Apalagi ia dan istrinya sayang banget dengan anak saya yang pertama. Mungkin karena diurus dari bayi.
Setiap kali ia punya makanan/minuman yang agak istimewa, mainan/suvenir, suka ketuk-ketuk pintu rumah, ngasih untuk anak saya. Terkadang meminta anak sulung saya mampir ke rumahnya untuk makan di sana.
Anak saya yang pertama sekarang sudah SMP kelas 7. Sejak SD memang sudah tidak dititip lagi di rumah tetangga karena pulang sekolah sudah sore. Biasanya hanya mampir main saja sesekali.
Hanya Menyisakan Penyesalan
Selasa pagi, saat matahari juga belum sepenuhnya bersinar, tiba-tiba sewaktu saya keluar rumah untuk membeli sarapan, ada salah satu kerabat si tetangga yang bergumam, "Atuk, atuknya, meninggal," sambil menunjuk-nujuk ke dalam rumah.
Seketika saya langsung lemas. Rasa sesal langsung hadir. Tangis juga langsung merebak. Kata seandainya, seharusnya, kalau tahu begini, kalau tahu begitu, langsung bermunculan di kepala.
Jangan Ditunda karena Hal Sepele
Terkadang saat mendengar kabar ada saudara, teman, atau tetangga sakit kita tidak serta merta langsung menjenguk. Ada kalanya menunggu teman atau saudara yang lain siap dulu karena tidak mau menjenguk sendirian. Atau menunda satu dua hari karena mungkin ada kesibukan lain.
Bila benar-benar tidak memungkinkan menjenguk saat itu juga sebenarnya tidak masalah. Namanya juga orang sakit, mendadak, sehingga terkadang sudah ada hal yang jauh lebih penting yang harus kita lakukan dan sudah direncanakan jauh-jauh hari. Atau mungkin kita sedang di luar kota, tidak memungkinkan untuk segera menjenguk.
Namun, bila alasannya karena hal sepele, jangan. Kita tidak tahu kondisi si sakit ke depannya akan seperti apa. Bisa jadi terlihat baik-baik saja, tetapi kenyataannya tidak.Â
Percayalah, saat si sakit akhirnya meninggal dan kita belum sempat menjenguk, rasa sesal karena tidak sempat menjenguk itu benar-benar akan menghantui.
Dalam Islam, menjenguk orang sakit merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Â Nabi Muhammad bahkan menjanjikan kemuliaan bagi umatnya yang menjenguk orang sakit.
Umat muslim yang menjenguk orang sakit akan didoakan oleh 70 ribu malaikat yang ditugaskan secara khusus.
Hal tersebut seperti yang disampaikan Imam Asy Syafi'i dalam Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 4. Pada hadits tersebut disebutkan, para malaikat akan mendoakan para penjenguk pada waktu mereka menjenguk dan setelahnya. Malaikat yang mendoakan tersebut adalah malaikat yang secara khusus ditugaskan mendoakan para penjenguk orang sakit.
Dapat Mempercepat Penyembuhan?
Menurut psikolog Dra. Kasandra Putranto yang dikutip republika.co.id, menjenguk orang sakit dan mendoakannya secara langsung sambil bertatap muka, dapat membantu mempercepat penyembuhan.
Kehangatan dan kasih sayang dari orang-orang terdekat dapat memperbaiki tingkat kesehatan yang lebih besar daripada hanya mengandalkan efek obat yang diberikan oleh dokter.
Dari berbagai penelitian menunjukan, kehangatan dan kasih sayang mampu menurunkan tingkat keparahan penyakit hingga 16 persen dan menurunkan tekanan darah ketika dalam kondisi stress.
Jadi, yuk, jangan menunda-nunda menjenguk orang sakit.
Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H