Bila membicarakan mengenai toleransi, terkadang saya suka berkaca-kaca. Terharu. Tersadar bahwa sebenarnya begitu indah toleransi beragama di negeri kita tercinta ini. Begitu pengertian umat-umat beragama yang begitu banyak dan beragam ini di Indonesia.
Saling Berkunjung, Saling Memberi Bingkisan
Saya mulai mengerti toleransi beragama sejak kecil. Dulu kakek dan nenek saya yang mengajarkan indahnya bertoleransi antar umat beragama.
Kebetulan saat kecil saya memang tinggal bersama kakek dan nenek di sebuah kota kecil di Jawa Barat karena orang tua merantau ke luar kota sambil merintis usaha.
Kakek dan nenek saya merupakan muslim yang taat. Namun, cukup terbuka berteman dengan penganut agama lain. Tidak membatasi diri hanya berinteraksi dengan sesama muslim.
Dulu kakek dan nenek saya berteman dengan salah satu keluarga Tionghoa. Mereka pemilik toko emas yang lumayan besar. Nenek dan kakek pun mengenal keluarga tersebut karena sering membeli emas di sana.
Zaman dulu kan biasanya orang lebih suka menyimpan kelebihan uang melalui perhiasan emas. Biar uangnya tidak terpakai. Nanti kalau sudah lumayan banyak, dibelikan sawah, atau ladang. Kebetulan kakek dan nenek saya petani.
Nah, efek hubungan yang lumayan dekat, setiap kali Idulfitri tiba keluarga pemilik toko emas itu biasanya berkunjung ke rumah kakek dan nenek saya sambil membawa bingkisan.
Mereka membawa kue, bahan pakaian, hingga baju baru. Saya pernah beberapa kali diberi baju cheongsam berwarna merah. Cantik sekali. Biasanya saya pakai kala lebaran hari kedua.
Tahun 1990-an tidak seperti saat ini. Lebaran harus mengenakan baju muslim. Dulu lebaran itu identik dengan baju baru. Tidak harus pakaian muslim, yang penting sopan dan tidak terlalu terbuka. Apalagi untuk anak-anak.