Seberapa sering Anda berkunjung ke pasar tradisional?
Sejak menyandang status seorang istri pada akhir 2010 lalu, saya lumayan sering menjelajah pasar tradisional. Dua kali dalam satu minggu saya setidaknya berkunjung ke pusat keramaian tersebut. Tujuannya tentu saja untuk berbelanja beragam kebutuhan rumah tangga – terutama sayuran, lauk-pauk, dan bumbu dapur.
Untuk produk tertentu, saya memang lebih nyaman berbelanja di pasar tradisional dibanding supermarket. Selain harga yang lebih terjangkau, juga karena jenis ikan dan daging yang ditawarkan pasar tradisional lebih beragam. Pedagang di pasar tradisional dekat rumah tidak hanya menawarkan ikan tongkol atau ikan gurame, pada waktu tertentu mereka juga menjual ikan pari hingga ikan hiu segar – yang sudah dipotong dan tinggal diberi bumbu.
Pilihan ikan yang lebih lengkap, sepertinya membuat sebagian besar ibu rumah tangga di Batam tetap memilih untuk berbelanja sebagian (besar) kebutuhan rumah tangga di pasar tradisional. Meski sesekali tak jarang juga mereka berkunjung ke supermarket yang menawarkan sayuran segar dengan harga terjangkau. Itu makanya mungkin, dua pasar tradisional dekat rumah selalu ramai dikunjungi pengunjung yang umumnya ibu rumah tangga. Apalagi Sabtu-Minggu, pasar biasanya sesak oleh pengunjung. Lewat pukul 10:00 WIB saja, ayam atau daging sapi sudah habis diborong.
Akan tetapi, walaupun masih menjadi andalan sebagian masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokok, tak bisa dipungkiri keberadaan pasar tradisional semakin tergerus zaman. Supermarket yang menawarkan bahan pangan yang kian lengkap, disertai tempat berbelanja yang super nyaman – berpendingin udara serta berkeramik cantik, perlahan kian banyak menarik pembeli.
Data yang hampir sama dirilis nationalgeographic.co.id. Berdasarkan situs tersebut, sejak 2007 hingga 2014 saja ada 4.000 pasar yang tak lagi beroperasi. Pasar-pasar tersebut terpaksa ditutup karena ditinggalkan pembeli. Saat pengunjung terus berkurang, satu persatu pedagang gulung tikar dan meninggalkan lapaknya.
Padahal ada beragam manfaat yang diberikan oleh pasar tradisional. Bila dikelola dengan baik, pasar tradisional tidak hanya berperan sebagai pusat perekonomian, namun juga bisa dijadikan sebagai potensi wisata – seperti Pasar Terapung Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Apalagi setiap wilayah di Indonesia memiliki kekhasan masing-masing. Ada wilayah yang bergunung-gunung yang kaya dengan beragam jenis tanaman rempah, ada juga wilayah pesisir yang banyak menghasilkan beragam jenis ikan segar yang belum tentu dapat diperoleh di wilayah lain.
Saat kita berbelanja di pasar tradisional, kita tidak hanya membantu menopang perekonomian para pedagang yang berjualan di pasar tersebut, akan tetapi juga secara tidak langsung membantu meningkatkan kesejahteraan para nelayan, peternak, maupun petani yang memasok produk mereka secara langsung kepada pedagang.
Beberapa waktu lalu saya sempat mengobrol dengan beberapa pedagang di pasar dekat rumah. Pedagang tersebut mengatakan, untuk ikan dan aneka seafood mereka membeli langsung dari nelayan. Ada beberapa nelayan yang memang biasa menjual hasil tangkapan mereka kepada para pedagang tersebut.
Itu makanya mungkin, ikan, sotong, kerang, kepting, dan udang yang dijual di pasar tradisional Kota Batam selalu terlihat lebih segar. Untuk kepiting malah ada beberapa pedagang yang menjual dengan kondisi masih hidup. Sehingga, saat dimasukan ke dalam kantong kepiting tersebut masih merayap-rayap.
Bagi saya pribadi – jujur, tujuan berbelanja di pasar tradisional bukan untuk membantu para pedagang ataupun nelayan. Saya berbelanja di tempat tersebut karena ada beragam manfaat yang saya dapatkan. Salah satunya adalah bisa mendapatkan ikan, daging ayam dan sapi, udang, kerang, maupun sotong dengan kondisi yang lebih segar.
Kesenangan lain berbelanja di pasar tradisional adalah bisa sepuasnya membelanjakan uang logam. Saat awal-awal pindah ke Batam saya tidak suka uang koin. Setiap kali mendapat uang logam, langsung saya masukan ke kaleng bekas susu. Alhasil setelah enam tahun berlalu uang receh saya sudah beranak-pinak hingga beberapa kaleng susu.
Dua bulan lalu saya punya ide untuk menghabiskan uang pecahan Rp100 hingga Rp1.000 tersebut, yakni berbelanja ke banyak pedagang di pasar tradisional dengan nominal mulai Rp5.000 hingga Rp15.000. Awalnya saya deg-degan mereka tidak mau menerima uang receh saya, namun diluar dugaan mereka malah senang mendapat uang logam. Katanya untuk kembalian.
Dulu – karena malas repot, saya biasa membeli bumbu masak dan sayuran sekaligus dari satu pedagang. Itu makanya saya sempat terbiasa berbelanja di kios besar yang menjual beragam barang cukup lengkap. Sekarang saya lebih memilih berbelanja di lapak kecil. Saat melihat ada pedagang yang melamun karena belum ada pembeli akibat bumbu dapur atau sayuran yang dijual sedikit dengan jenis yang terbatas, saya biasanya berbelanja di pedagang tersebut – dengan catatan, barang yang dijual kwalitasnya memang bagus.
Sebelum pasar tradisional semakin digerus zaman, ada baiknya pemerintah mulai menetapkan Hari Pasar Rakyat Nasional. Jangan sampai, saat pasar tradisional tidak lagi eksis atau semakin terpuruk karena terpinggirkan pasar modern, kita baru sadar pentingnya pasar tradisional untuk melengkapi kehidupan sebuah kota. Terlebih banyak profesi yang bergantung pada kelangsungan pasar tradisional, mulai dari petani, peternak, hingga nelayan.Â
Saat satu pasar rakyat tidak lagi beroperasi, ketimpangan ekonomi tidak hanya melanda para penjual di pasar tersebut, namun juga menimpa para pemasok bahan makanan di pasar tersebut - petani, peternak dan nelayan -- plus, Â keluarga mereka, istri dan anak-anak. Sebaliknya, saat perekonomian suatu pasar melaju pesat, tingat kesejahteraan pedagang dan profesi lain yang terlibat juga otomatis ikut terkatrol.
Hari Pasar Rakyat Nasional sebaiknya menjadi sebuah momentum untuk semakin menyemarakan kegiatan jual-beli di pasar tradisional. Saat Hari Pasar Rakyat Nasional berlangsung, seluruh pasar-pasar tradisional di setiap kota sebaiknya dihias meriah. Selain itu, pedagang juga memberi harga spesial sehingga pada hari tersebut masyarakat lebih tertarik untuk berkunjung ke pasar tradisional.
Agar Hari Pasar Rakyat Nasional semakin semarak, sebaiknya ada satu titik yang menjadi pusat peringatan dengan mengundang perwakilan pedagang pasar, nelayan, petani, atau peternak untuk ikut memeriahkan perayaan tersebut. Pemerintah setempat mungkin bisa memilih alun-alun kota untuk memeriahkan perayaan puncak Hari Pasar Rakyat Nasional.
Mereka bisa menjual aneka sayuran, daging, ikan hingga bumbu dapur pada perayaan tersebut – tentu dengan tampilan yang menarik sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. Sebagian mungkin ada yang menjual makanan olahan tradisional, baik makanan ringan maupun makanan berat untuk campuran nasi.
Selain jeli memilah isi acara agar Hari Pasar Rakyat Nasional berlangsung meriah dan masyarakat semakin tertarik berbelanja di pasar tradisional, panitia juga ada baiknya memilih Hari Pasar Rakyat Nasional yang tepat – misalkan pada bulan tertentu saat ikan melimpah di laut, atau saat hasil panen dari kebun melimpah ruah. Jangan sampai Hari Pasar Rakyat Nasional yang nantinya diperingati satu tahun sekali, justru berlangsung saat musim paceklik atau kala laut tidak bersahabat dengan nelayan.
Jadi, kapan Hari Pasar Rakyat Nasional ditetapkan? Sambil menunggu, yuk kita mulai membiasakan diri untuk berbelanja di pasar tradisional. Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H