Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Saya dan PSM Makassar yang Kini 100 Tahun

24 Februari 2015   16:48 Diperbarui: 31 Agustus 2016   12:03 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diguyur hujan lebat, PSM yang lebih diunggulkan, nyatanya tumbang dari kaki-kaki Peri Sandria, Dejan Glusevic, Olinga Atangana, Nuralim, dkk. Hasil ini membuat kecewa pemain, Nurdin, dan segenap suporter. Namun apa hendak dikata dan mau bagaimana lagi.

Musim selanjutnya, format kompetsi diubah menjadi tiga wilayah. Kemudian babak 12 besar, semifinal, dan final. PSM masih menjadi favorit, meski kemudian kandas di babak semifinal dari Persebaya Surabaya, 2-3, lewat pertandingan ketat dan menegangkan. Di final Persebaya mengubur mimpi Bandung Raya mempertahankan gelar. Bajul Ijosejak awal memang unggulan paling atas melihat materi pemain terbaik dari segala lini. Jecksen direkrut dari PSM, Carlos De Melo, ada bek tangguh Bejo Sugiantoro, gelandang enerjik Uston Nawawi, dan striker legenda mereka, Yusuf Ekodono.

Sepak Bola dan Politik

Dua kegagalan beruntun meski sudah mengucurkan dana besar, sempat membuat manajemen PSM kehilangan motivasi. Skuat menjadi lemah dan tak sesolid sebelumnya. Nurdin mundur dari kursi Manager dan menerima tawaran Pelita Jaya. Beberapa pemain pun ikut jejak Puang-sapaan Nurdin.

Namun kita tentu ingat musim 1997/1998 adalah musim paling berdarah-darah, karena kompetisi terpaksa dihentikan karena banyak kerusuhan yang dianggap didalangi kepentingan politik di tahun yang bersejarah bagi negara Indonesia.

Kondisi kondusif setelah Reformasi Mei 1998, kompetisi kembali dibuka. PSM masih sanggup lolos ke babak 10 besar meski materi pemain pas-pasan. Tahun ini klub PSIS Semarang membuat kejutan dengan meraih trofi. PSIS lewat gol tunggal 'si boncel', Tugiyo, membungkam ambisi Persebaya mempertahankan gelar di laga final, yang diasingkan dari komplek Senayan ke stadion Klabat, Manado, menyusul rangkaian kerusuhan ‘Bonek’di ibukota.

Kampiun di Milenium Baru

Baru saat memasuki milenium, PSM kembali menjadi tim yang solid. Nurdin balik kandang. Pemain asing dan pemain nasional terbaik dikontrak dan digaji tinggi. De Melo, Kurniawan ‘Kurus’, Bima Sakti, Miro Baldo Bento, dan Aji Santoso, adalah nama-nama terbaik saat itu. Pelatihnya pun tak tanggung-tanggung : Henk Wullems, si-menirdari Belanda. Pokoknya gelar juara harga mati, tak boleh lepas lagi, titik.

Selain PSM, Persija dengan dana berlimpah juga difavoritkan. Dan setelah mengarungi penyisihan yang panjang, PSM dan Persija harus bertemu di semifinal, bukan di final yang lebih pas dan ideal. Untung saja ‘Ayam Jantan Timur’ bisa menang tipis atas ‘Macan Kemayoran’, berkat gol tunggal Baldo Bento.

Musuh di final adalah Pupuk Kaltim, yang diperkuat pemain kawakan nasional, Jenderal lapangan, Fachri Husaini. Hasil akhir PSM menang 3-2, dan akhirnya menjadi juara. Klub pertama di luar pulau Jawa yang sukses. Prestasi tertinggi PSM ini semakin mengilap dengan keberhasilan lolos ke babak delapan besar dan menjadi tuan rumah Liga Champions Asia.

PSM dan masyarakat Makassar mendapat pengalaman menakjubkan ketika mereka bertanding dengan kekuatan elit Asia, seperti Samsung Blue Wings dari Korea; Jubilo Iwata jawara J-League; dan klub dari Tiongkok (saya lupa nama klubnya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun