Mohon tunggu...
Croissant Kezia
Croissant Kezia Mohon Tunggu... -

Satu-satunya ..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Biarkan Kursi Itu Kosong

15 Juli 2010   06:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku terkesiap mendengar kata-kata Christ. Apa-apaan sih cowok ini? Udah lancang duduk di kursi Anne, eh sekarang dia malah ngomong hal-hal yang nggak jelas.

“Maksudmu apa sih?”
“Kamu nggak bisa ngosongin kursi Anne tiap hari. Selamanya dia nggak akan sekolah bareng kita lagi. Dia udah nggak ada, Ran. Aku tau itu berat, tapi kamu harus belajar nerima kenyataan”

Skakmat. Aku nggak bisa ngomong apa-apa. Jujur, aku cukup terkejut karena Christ tau alasanku ngosongin kursi Anne. Aku masih berharap suatu saat nanti Anne akan datang ke sekolah dan duduk di sebelahku lagi.

Aku membiarkan Christ duduk di sebelahku di sepanjang sisa hari itu. Christ nggak ngomong apa-apa lagi dan membiarkanku tenggelam dalam pikiranku sendiri. Akhirnya, bel tanda pulang berbunyi dan semua bersiap untuk pulang. Christ membereskan buku-bukunya. Aku masih mematung di kursi, sama sekali nggak beres-beres kayak yang lain

“Aku harap semua ini cuma mimpi, Christ”, gumamku.

Christ berhenti sejenak dan menatapku. Aku menunduk, berusaha menghindari pandangan mata Christ.

“Anne adalah orang pertama yang mengatakan kata “teman” padaku. Dia itu teman pertamaku, nggak, dia satu-satunya temanku. Sekarang dia udah nggak ada. Aku sendirian lagi... Kalian nggak tau gimana rasanya kehilangan dia”

Aku kembali menangis. Dulu kukira kematian satu orang yang kukenal tidak akan membuat dampak besar dalam hidupku. Hanya akan membuatku sedih untuk waktu yang singkat. Udah, itu aja. Tapi ternyata nggak begitu. Udah dua bulan sejak kecelakaan yang merenggut nyala Anne, tapi rasanya ada sesuatu yang kosong di hatiku. Tempat yang dulunya diisi oleh Anne.

“Ssshhh... Tapi sebenernya temanmu bukan cuma Anne, Ran”

Christ maju selangkah dan mengangkat wajahku dengan kedua tangannya. Mata coklatnya menatap tepat ke dalam mataku. Sepasang mata yang biasanya bersinar-sinar jenaka itu kini menatapku dengan lembut. Cengiran konyol yang selalu terpasang di bibirnya kini digantikan dengan seulas senyum yang menenangkan.

“Ran, temanmu bukan cuma Anne. Coba kamu lihat sekelilingmu”, kata Christ lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun