“Nggak... Ini nggak mungkin... Anne nggak mungkin udah...”
Aku mulai menangis, berharap ini semua cuma mimpi buruk. Ya.... aku harap ini semua cuma mimpi. Saat bangun nanti, aku akan ketemu Anne di sekolah dan semua akan baik-baik aja.....
***
BRUKK
Suara benda yang dilemparkan di atas meja mengagetkanku yang lagi tenggelam dalam kenangan tentang Anne. Merasa terganggu, aku melihat ke sebelah kananku dengan sedikit cemberut.
“Apa-apaan sih Christ?!”
Christ cuma nyengir dan mengambil tas yang tadi dilemparkannya. Lalu dia duduk di atas kursi Anne yang sengaja kukosongkan tanpa meduliin tampangku yang udah tambah lecek.
“Christ, minggir”, desisku.
“Nggak mau. Kenapa harus minggir?”
“Jangan duduk di situ”
“Kenapa? Ini kan bukan kursimu”
Cowok sialan bernama Christ itu tetep cuek dan duduk di kursi Anne. Aku terpaksa diam dan menahan diri buat nggak memaki-maki Christ karena guru udah datang. Aku nggak mau kena marah cuma gara-gara cowok sialan ini.
Seisi kelas juga udah tau kalo aku minta supaya kursi Anne dibiarkan kosong. Semua memenuhi permintaanku, kecuali si Christ. Aku mengeluarkan buku pelajaran dan meletakkannya di atas meja. Well, lebih tepatnya membanting sih. Christ nggak bereaksi dan tetep ngerjain latihan dari buku paket. Aku cuma menyalin ulang soal karena otakku masih blank.
“Kamu nggak bisa terus-terusan kayak gini, Ran. Dia udah nggak ada. Kamu harus nerima kenyataan itu”