Mohon tunggu...
CRMS Indonesia
CRMS Indonesia Mohon Tunggu... -

CRMS Indonesia (Center for Risk Management Studies) adalah institusi pelatihan manajemen risiko yang telah diakui dunia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Lima Prioritas Dalam Membangun Manajemen Risiko di Dunia Asuransi

15 Maret 2017   12:56 Diperbarui: 15 Maret 2017   22:00 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh: Boy Michael Tjahyono – Risk Management Lead of Accenture Indonesia

Sejak memasuki tahun 2015, industri asuransi dalam negeri mengalami tantangan besar. Paling tidak ada tiga tantangan yang dihadapi hingga pertengahan tahun ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai akibat perlambatan ekonomi dunia akan menurunkan permintaan pasar asuransi dan pasar modal.

Tantangan kedua, tuntutan pemenuhan modal minimal Rp 100 miliar pada akhir tahun atau Risk Based Capital (RBC) 120% sebagai bantalan industri asuransi pada akhir tahun yang harus dicapai perusahaan asuransi.

Tantangan terakhir adalah tantangan kompetisi terbuka dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dengan penetrasi masih di bawah 5%, pasar asuransi Indonesia akan mengalami serbuan perusahaan-perusahaan asuransi global.

Mengacu pada analisis Swiss Re, secara umum integrasi ekonomi dan keuangan dapat mengarah ke penetrasi asuransi yang lebih tinggi di pasar-pasar yang belum berkembang seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Namun hal itu memerlukan waktu beberapa tahun.

Beberapa hal positif akan menjadi implikasi pada perusahaan asuransi, terutama bagi perusahaan asuransi yang sudah besar. Mereka akan memperoleh keuntungan dari akses yang lebih mudah ke negara lain di ASEAN dan dari aspek skala ekonominya.

Belum lama ini, salah satu salah satu global consulting firm, Accenture, telah merilis laporan hasil riset mereka dengan tajuk Accenture 2015 - Global Risk Management Study – Insurance Report. Dalam laporan hasil wawancara dengan ratusan top eksekutif (C-levels) perusahaan asuransi global, ditemukan beberapa hal menarik, yaitu:

  1. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan asuransi global telah melakukan investasi yang tidak sedikit demi memenuhi tuntutan regulasi dan membangun pandangan yang utuh dan strategis mengenai risiko. Tantangannya sekarang adalah bagaimana memaksimalkan pengembalian atas investasi itu.
  2. Dengan tekanan marjin dan pengembalian dari lini bisnis tradisional, khususnya dimana pasar akan terus menyediakan pengembalian yang terbatas, perusahaan mencari cara lain untuk terus bertumbuh. Model bisnis baru akan bermunculan dan banyak pelaku asuransi saat ini merasa terancam dengan adanya gelombang digital era. Dari survei Accenture di 2014 mengenai Digital Innovation Survey menunjukkan 75% responden memprediksikan akan ada perubahan besar dalam rantai nilai asuransi dalam 5 tahun kedepan. 83% responden percaya teknologi digital akan mengubah cara mereka berinteraksi dengan pelanggan.
  3. Dalam pasar asuransi yang sudah matang, menunjukkan sasaran pertumbuhan yang yang kuat diartikan juga dengan mengambil risiko yang lebih besar, dimana daya ungkit (leverage) menaikkan laba dengan cara bisnis tradisional akan ditantangan untuk memenuhi imbal hasil yang diharapkan. Upaya mengambil risiko lebih ini akan mempersulit pengambilan keputusan bahkan pada konteks pertukaran antara risiko yang lebih kompleks terhadap hasil yang diharapkan. Dengan demikian, pelaku industri dengan sendirinya akan mencoba menerapkan aktivitas pengendalian yang lebih spesifik untuk membantu pertumbuhan bisnis yang lebih aman dan terkendali.

Dalam menjawab ketiga hal di atas, hasil riset ini merekomendasikan lima prioritas utama yang perlu dilakukan oleh pelaku industri sbb:

Prioritas 1: Peran manajemen risiko akan dituntut lebih lagi sehubungan dengan digital business akan makin meningkat. Yang jelas prioritas pertama ini menuntut peran manajemen risiko akan makin luas, makin bermitra dengan pelaku bisnis digital dan diharapkan dapat memberikan kontribusi/solusi/masukkan dari kacamata risk-reward dalam menyelesaikan berbagai isu mereka.    

Prioritas 2: Perlunya pelaku asuransi memperkuat kemampuan data dan analisis. Mengingat asuransi merupakan kegiatan yang mengandalkan data driven, transformasi ini akan menuntut jumlah data yang besar. Satu sisi hal ini akan meningkatkan risiko operasional, namun hal ini tak dapat dihindari. Oleh karena itu, pelaku industri perlu meningkatkan kapabilitas dalam menangani pertumbuhan data, memanfaatkan database itu untuk keperluan analisis lebih lanjut. Mayoritas dari pelaku industri yang disurvei mengakui bahwa mereka telah memanfaatkan data dan kemampuan analisis untuk mengelola risiko-risiko utama mereka.

Prioritas 3: Perlunya manajemen risiko operasional yang efektif dan adaptif dalam laju pertumbuhan bisnis di masa depan. Sebagaimana lingkungan bisnis menjadi lebih kompleks, lebih tidak pasti dan makin banyak regulasi, manajemen risiko operasional dapat memberikan pandangan dalam meningkatkan kinerja. Risiko operasional dapat menjadi perangkat efektif dalam mendefinisikan, mengembangkan dan melindungi kapabilitas baru untuk terus bertumbuh.  Dalam konteks global, perusahaan asuransi mengalami bertambahnya regulasi di hampir semua wilayah. Regulasi berbasis risiko sedang tumbuh di semua benua, namun mengalami  perbedaan cara pandang dan prioritas dari berbagai regulator. Sebagai contoh, salah satu perangkat risiko operasional, Own Risk and Solvency Assessment (ORSA), tidak akan diterjemahkan dalam ruang lingkup dan analisis yang sama baik di pasar Eropa, Amerika Serikat atau Asia. Banyak pelaku industri ini meningkatkan fokus mereka pada risiko operasional, khususnya di area dimana teknologi baru sedang terjadi, seperit misalnya digital, data yang besar dan jejaring sosial. 74% dari responden melihat cyber risk dan risiko IT akan menjadi lebih besar dalam dua tahun ke depan, 65% memandang fraud dan kejahatan finansial akan menjadi perhatian yang lebih besar.  

Prioritas 4: Pentingnya memiliki dan mempertahankan best talents untuk terus mampu bersaing. Responden mengakui, banyak dari mereka mengalami kesulitan mendapatkan tenaga ahli di bidang manajemen risiko. Hanya 7% dari responden mengakui mereka memiliki kecukupan internal sumber daya manusia (SDM) untuk bidang manajemen risiko, khususnya di bidang modeling dan antisipasi risiko-risiko baru. Tantangannya tidak hanya dalam proses perekrutan, namun juga spesialisasi yang makin langka. Tenaga ahli yang ada, diakui industri asuransi, juga harus berkompetisi dengan perbankan yang juga mendapatkan keahlian yang sama.

Perusahaan asuransi global sedang memperbesar ukuran dan keragaman mereka dengan cara mobilitas lintas negara, guna memberikan kesempatan berkarir secara lintas fungsi. Hal ini membantu untuk mempertahankan pegawai karena memberikan variasi dan rotasi yang lebih lebar. Kampanye atas kesempatan seperti ini kerap dilakukan dan cenderung menggantikan tugas-tugas yang lebih teknis dan formal yang fokus pada pemenuhan regulasi dan pengendalian internal.  

Banyak perusahaan asuransi bekerja keras guna menambah rentang dan kedalaman keahlian dan kemampuan di bidang fungsi risiko dan nampaknya akan terus berlanjut. Dari responden, menunjukkan 86% berharap dapat terus meningkatkan  investasi mereka untuk membangun kapabilitas manajemen risiko. Hal ini lebih tinggi dari responden perbankan.

Prioritas 5: Mewujudkan budaya risiko yang konsisten dan kuat dan menjadi bagian dalam perilaku sehari-hari pelaku industri. Para responden umumnya menyatakan mengalami tantangan dalam menerapkan budaya risiko  secara korporasi.  Hanya 7% yang mengakui mereka memiliki budaya risiko yang kuat dan konsisten yang telah dipahami dan diimplementasikan di seluruh jajaran, meskipun 23% percaya mereka dapat mewujudukan budayta tersebut dalam waktu 2 tahun kedepan.  

Kesimpulan

Dengan melihat lima prioritas utama yang perlu menjadi perhatian pelaku industry asuransi, yaitu:

  1. Peran manajemen risiko dalam era digital;
  2. Lebih meningkatkan perhatian pada kapabilitas data dan analitik;
  3. Memperhatikan manajemen risiko operasional yang lebih efektif dan adaptif;
  4. Memiliki dan mempertahankan best talents; dan
  5. Budaya risiko,  

Maka tentunya industri asuransi di Indonesia pada khususnya harus dapat lebih lagi menyiapkan diri, membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan guna tidak hanya supaya bisa sekedar bertahan hidup, namun juga bisa sejajar dengan lebih negara-negara lain.  Apakah kita siap bersaing  Siap atau tidak siap, persaingan akan dan sudah mulai terjadi.

Daftar Pustaka

http://www.accenture.com/microsite/SiteCollectionDocuments/2015%20Global%20Risk%20Management%20Study/Accenture-2015-Global-Risk-Management-Study-Insurance-Report.pdf  

http://www.asuransikita.co.id/blog/asuransi-kesehatan-blog/3-tantangan-perusahaan-asuransi-di-2015/

http://finansial.bisnis.com/read/20141224/215/385658/industri-asuransi-2015-ini-dia-tantangan-industri-asuransi-tahun-depan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun