Mohon tunggu...
Chris D.a
Chris D.a Mohon Tunggu... -

Just an ordinary man. Hard-worker, husband, father

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Kopi

22 Januari 2016   15:53 Diperbarui: 22 Januari 2016   22:48 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Benar apa kata Bapakmu, le,” alih-alih mendukungku, Ibu malah mengamini ucapan Bapak. “Kita ini betul boleh jadi orang susah, tapi jangan sampai jadi orang bodoh. Jangan mau ditipu. Sudah, buang saja bungkus kopi itu.”

Aku terdiam.

_____

 

Pak Diran membolak-balik bungkus kopi di tangannya. Aku menatapnya kosong. Otakku sudah tak mampu berpikir apa-apa lagi.

Kemarin aku tak menuruti kata-kata Ibu untuk membuang saja bungkus kopi itu. Diam-diam aku menyimpannya sambil memikirkan bagaimana menelisik kebenaran tulisan dalam hologram di dalamnya. Kami tak mempunyai pesawat telepon yang bisa digunakan untuk memeriksa kebenaran hologram itu.

Hingga semalam aku menemukan siapa yang mungkin bisa kumintai tolong. Pak Diran. Kepala SMA tempatku menuntut ilmu. Hampir aku tak bisa memicingkan mata menunggu pagi datang.

“Kelihatannya asli, Bi,” ucap Pak Diran, hati-hati.

Jantungku langsung berdebar kencang.

“Tapi jangan senang dulu, kita cek dulu,” Pak Diran meraih gagang telepon di mejanya.

Beberapa saat kemudian, ketika melihat betapa shock wajah Pak Diran setelah melakukan sambungan telepon, aku tahu hidupku akan berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun