“Aku sudah terbiasa menghabiskan separuh waktuku bersamamu,” gumamku, separuh rasa. “Sudah terbiasa menerima setiap belaianmu. Tak sanggup bila harus kehilanganmu. Karena kau separuh nyawaku.”
Kau menatapku kini. “Benarkah?”
Aku mengangguk.
“Aku merasakan hal yang sama,” kau menyusupkan kepalamu dalam pelukanku.
Aku mencium aroma rambutmu yang mulai dihiasi helai-helai keperakan. Selalu harum.
“Dan kupikir itu adalah wujud cintaku padamu,” kau balas memelukku. “Kurasa kau memang sebenarnya mencintaiku.”
Kuraih wajahmu dan kurangkum dalam tanganku. Lalu aku melihat seribu pendar berlompatan keluar dari mata indahmu. Dan begitu saja aku mengatakannya. Membuatmu terpana.
“Ya, aku mencintamu. Sangat mencintaimu.”
Lalu kita kembali bersama menatap separuh senja. Saling menggenggam tangan. Dan sungguh, aku tak mau kehilangan setiap momen indah tentang kita dan separuh senja yang sudah kita lampaui.
Aku ingin melewatkan semua sisa senja itu, hingga malam akhirnya tiba.
Hanya bersamamu.