Mohon tunggu...
Chris D.a
Chris D.a Mohon Tunggu... -

Just an ordinary man. Hard-worker, husband, father

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Cerpen) Uban

30 Juni 2015   11:44 Diperbarui: 30 Juni 2015   11:44 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Malam sudah larut ketika aku masih juga terjaga. Marina sudah terlelap di sebelahku. Diam-diam kupandangi wajahnya yang sama sekali bersih dari berbagai make-up yang seharian tadi menempel.

            Garis-garis halus itu sudah beberapa lama menetap di wajahnya. Kupikir kemunculannya wajar bila mengingat usia Marina sudah mencapai setengah abad sebulan yang lalu. Terkadang kutemukan juga wajah yang letih ketika pekerjaannya agak berlebih.

            Tiba-tiba saja ingatanku melayang pada wajah almarhum ibuku. Lebih tepatnya, wajah lara ibuku ketika mendapati ayahku berselingkuh. Semuanya masih tergambar begitu jelas di mataku. Saat hal itu terjadi, Ibu seusia Marina sekarang. Akan seperti itukah Marina bila mengalami hal yang sama? Mendadak aku tak sanggup membayangkannya.

            Pelan-pelan kumainkan BB-ku. Kuketikkan sesuatu, sebuah pesan biasa. SMS. Kubaca sekali lagi sebelum aku menyentuh kotak send.

 

            Sekarang aku mengerti mengapa kau begitu teguh berdiri di samping suami dan anak-anakmu. Karena semuanya terlalu berharga untuk dipermainkan. Aku ndak akan mengganggumu lagi, Ty. Selamanya. Kembali pada Marina dan Threes. Kehidupan masa kini dan masa depanku. Kehidupan yang kupilih sendiri untuk kujalani. Salam, Tian.

 

            Aku hanya bisa berharap Betty akan membaca pesanku itu meskipun tak membalasnya, seperti semua pesan cintaku padanya yang tak satu pun pernah terbalas meskipun hanya 1 huruf. Kesalahan itu sudah pernah terjadi sekali. Aku tak mau mengulanginya lagi.

            Dulu aku menyelingkuhi Betty ketika masih pacaran. Bermain api dengan Sonia. Lara dalam mata Betty sama dengan lara yang pernah kurekam dari mata Ibu. Dan ia tak pernah memaafkanku. Membuatku merasa kalap ketika mendapati ia kemudian kelihatan begitu berbahagia bersama suami dan anak-anaknya.

            Aku merasa masih mencintainya hingga saat ini. Meskipun sudah ada Marina dan Threes di sampingku. Selama hampir setahun ini tanpa lelah kukirimkan kalimat kerinduan dan berbagai pesan cintaku untuknya. Semuanya tak ada yang dibalasnya. Tapi kini semuanya kurasa pudar begitu saja. Begitu terbayang kembali tatapan lara Ibu.

            Kutatap Marina sekali lagi. Terlihat begitu damai. Aku tidak tahan untuk tidak mencium keningnya. Ketika aku kembali pada posisi siap memejamkan mata, BB-ku bergetar. Kemudian kubaca pesan singkat itu, satu-satunya balasan dari Betty.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun