“Sebenarnya ada apa toh Ma?”
Marina terduduk lesu di tepi tempat tidur. Aku jadi tidak tega melihatnya. Tapi aku lebih tidak tega lagi melihatnya berubah jadi seolah bukan dirinya seperti sekarang. Maka aku pun duduk di sebelahnya. Kulingkarkan tangan kananku ke sekeliling bahunya.
“Apa ini masih berkaitan dengan uban yang sempat kita bahas sedikit tadi pagi?” ucapku lembut.
Ia mengangguk.
“Sudah kukatakan, ubanmu 1 atau 1000, aku tetap mencintaimu.”
“Masalahnya..,” ia menghela nafas, “aku takut kehilanganmu, Pa..”
“Hah?” aku benar-benar belum memahami maksudnya. “Aku ndak akan ke mana-mana. Kecuali harus dinas luar. Itu juga aku selalu membiarkanmu nginthil (=mengikuti di belakang).”
“Jadi sebetulnya Papa keberatan aku nginthil?”
Loh.. kok jadi salah lagi?
“Papa malu punya istri sudah ubanan? Mulai gendut pula!”
Aku melongo.