Mohon tunggu...
Cornelia MariaRadita
Cornelia MariaRadita Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Mahasiswa

Selamat Membaca! :)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"The Upside", Hancurkan Sekat Perbedaan dengan Tulusnya Persahabatan

14 Oktober 2020   01:54 Diperbarui: 14 Oktober 2020   03:16 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlintas dalam memori, kilas balik ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

Saya dan sahabat saya mempunyai hobi serupa, yaitu menonton film. Saat itu kami kerap menghabiskan waktu luang untuk mengunjungi bioskop bersama dan menyaksikan film-film terbaru.

Tepatnya di tahun 2017, kami menyaksikan salah satu film yang begitu menginspirasi persahabatan di antara kami berdua yang pada dasarnya penuh dengan perbedaan. Film indah tersebut berjudul The Upside (2017).

Film garapan Neil Burger ini menceritakan persahabatan antara dua orang pria yang mempunyai latar belakang berbeda. Perbedaan yang nyatanya tidak menjadi penghalang dalam persahabatan mereka, menjadi daya tarik terbesar dalam film ini.

Cerita yang mampu memancing tawa, haru, hingga kejengkelan dikemas dengan begitu apik, menjadikan film berdurasi 125 menit ini terasa cepat ketika disaksikan. Selain itu, film ini juga sangat cocok bagi kalian yang sedang mencari makna dari 'Perbedaan'.

Alur cerita yang dekat dengan perbedaan sosial dan budaya, menjadikan pencarian makna dalam film The Upside tepat bila dibedah dengan Pendekatan Media dan Budaya.

Ketika membahas mengenai budaya, komunikasi antar budaya tentu menjadi suatu hal yang penting ketika satu individu melakukan kontak dengan individu lain yang mempunyai latar belakang budaya berbeda.

Identitas sosial menjadi dasar dalam komunikasi antar budaya. Identitas sosial dapat berupa identitas personal, identitas ras, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional, hingga identitas dunia maya dan fantasi.

Dalam film The Upside, terdapat perbedaan identitas sosial yang dimiliki oleh kedua tokoh utama. Dell Scott merupakan pria dengan ras kulit hitam, mempunyai latar belakang sebagai seorang mantan narapidana atas kasus pencurian, dan perekonomiannya berada di kalangan menengah ke bawah.

Berbeda dengan Philip Lacasse yang berasal dari ras kulit putih, ia juga seorang investor dan penulis yang sukses, dan tentu menduduki kelas sosial yang tinggi. Sayangnya, Philip dihadapi pada kenyataan bahwa ia harus mengalami kelumpuhan, di mana kaki dan tangannya sudah tidak dapat difungsikan.

Dalam kehidupan ini, ketika menghadapi perbedaan kita akan menemui berbagai hambatan. Sama halnya pada film The Upside, di samping konflik internal persahabatan Dell dan Philip, persoalan lain yang menjadi sorotan dalam film ini adalah hambatan dalam komunikasi antar budaya seperti Stereotip, Prasangka, dan Rasisme.

Seperti apa ketiga hambatan tersebut dalam The Upside? Yuk simak pembahasan berikut!

-Stereotip Si Kaya dan Si Miskin
Mungkin kalian pernah mendengar adanya stereotip yang menyatakan bahwa orang dari kalangan atas akan menyukai musik jazz, klasik, dan blues. Sedangkan mereka yang berada di kalangan bawah menyukai musik pop, rock, hingga hiphop. Hal tersebut diperlihatkan secara gamblang pada beberapa adegan dalam film.

source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
Philip sebagai orang 'berada' diceritakan pada film sangat menyukai musik klasik, bahkan hampir sepanjang film didominasi oleh musik-musik klasik yang diputar oleh Philip. Sedangkan Dell yang mendengar selalu mengomel, dan bercerita bahwa ia menyukai Queen yang merupakan group band aliran pop dan rock.

Dalam adegan lain, Dell menjelaskan bahwa ia muak mendengar musik klasik karena saat di penjara beberapa kali ditayangkan pertunjukkan opera (drama musik klasik), namun ia tidak pernah mendapat kesempatan untuk menonton.

Pertunjukkan konser musik klasik yang rata-rata dihadiri oleh orang berada dengan tampilan elegan, membuat Dell yang saat itu menemani Philip terlihat sangat kontras mulai dari segi penampilan dan perilaku. Dell cenderung tidak dapat menikmati pertunjukkan dan melakukan tindakan heboh layaknya penonton konser musik pop.

Walau begitu pada akhirnya Dell tetap dapat menikmati pertunjukkan. Pada adegan ini Philip terlihat begitu senang ketika sahabatnya akhirnya bisa menonton dan menikmati pertunjukan opera.

Selain musik, ada pula stereotip mengenai 'kaya namun tidak bahagia' dan 'miskin yang bahagia' turut ditampilkan di sini. Salah satu pernyataan paling menonjol dilontarkan oleh Pengurus Eksekutif Perusahaan Philip yang bernama Yvonne.

"Meskipun Philip sangat berkuasa, dia adalah pria rapuh"

Di samping Philip yang lumpuh, ia mengalami masa-masa sulit yang tidak dapat diganti dengan uang. Istri yang begitu dicintai harus meninggalkan Philip selamanya, sehingga dalam menjalankan berbagai pekerjaan dengan keadaan fisik yang tidak mendukung membuat Philip semakin depresi sebab tidak ada penyemangat dalam hidupnya.

Dalam film, Dell memang terlihat lebih bisa menjadi diri sendiri. Pribadi yang apa adanya, mebuat dirinya seakan hidup dengan sangat bahagia walau tidak berkelimpahan harta. Namun, nyatanya stereotip 'miskin namun bahagia' tidak sepenuhnya benar. Walau terlihat bahagia, Dell menjalani kehidupan yang rumit.

Ayah Dell tidak memperlakukan Dell dengan penuh kasih sayang dan penuh perlindungan. Selain itu, Dell sempat ditolak oleh keluarga kecilnya, dan dihindari oleh anak tercinta. Siapa yang tidak merasa sakit jika diperlakukan sedemikian rupa oleh orang-orang tersayang?

Perbedaan latar belakang yang memunculkan stereotip antara Dell yang bisa kita sebut sebagai "Si Miskin", dan Philip sebagai "Si Kaya", nyatanya tidak sepenuhnya benar. Pengkotak-kotakan berdasar kelas sosial nyatanya tidak dapat dipukul rata.

-Prasangka Buruk Bagi Seorang Mantan Narapidana

Ketika kita tiba di suatu tempat baru, dan bertemu dengan seseorang yang raut muka nya terlihat garang, terkadang kita menjadi malas untuk berkenalan, "Ah! kayaknya orangnya galak tuh, males!".

source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
Ya, seperti itulah prasangka. Terkadang kita hanya melihat dari luarnya saja tanpa mau mengenal lebih dalam. Definisi prasangka sendiri menurut Marcionis adalah generalisasi yang dibentuk secara kaku dan tidak rasional terhadap kategori dari individu.

Dell yang merupakan seorang mantan narapidana kerap menerima prasangka negatif dari orang-orang yang baru mengenalnya. Yvonne yang membantu Philip mencarikan 'pembantu hidup' adalah orang pertama di dalam film yang menaruh rasa ragu begitu besar pada Dell.

Philip sejak awal telah menaruh ketertarikannya kepada Dell sebagai 'pembantu hidup' nya, namun Yvonne terus merasa ragu dan berupaya meyakinkan Philip bahwa masih banyak kandidat lain yang jauh lebih baik dari Dell yang seorang mantan narapidana.

Namun apa boleh buat, Philip sudah berkehendak maka Yvonne tidak dapat membantah lagi.

Sikap Yvonne yang selalu menaruh rasa curiga, cara berbicara yang tidak menyenagkan, dan raut wajah yang terlihat malas jika berurusan dengan Dell begitu terlihat.

"Apa aku takut saat berpikir dia berada di tangan yang salah? Ya."

Yvonne memandang Dell sebagai orang yang tidak dapat bertanggungjawab dan tidak dapat diandalkan dikarenakan latarbelakang kriminal Dell. Ia  menganggap semua adalah kesalahan, baginya Dell adalah orang yang buruk tanpa mau berusaha untuk mengenal lebih dekat.

Yvonne terus menerus mencari-cari kesalahan Dell. Sebelumnya Yvonne dan Philip membuat kesepakatan, jika Dell melakukan tiga kesalahan maka ia akan langsung dipecat. Hal kecil yang bahkan tidak dipermasalahkan oleh Philip nyatanya tetap dijadikan masalah oleh Yvonne.

Apa yang dilakukan oleh Yvonne kepada Dell adalah bentuk dari prasangka negatif. Memandang sebelah mata Dell sebagai seorang mantan narapidana dan belum pernah bekerja sebagai seorang pengasuh, langsung memberinya pandangan bahwa Dell adalah orang yang salah dan tidak bertanggung jawab.

Nyatanya prasangka yang ditaruh kepada Dell tidaklah benar. Dell memang pernah melakukan tindak kriminal berupa pencurian, namun film ini seolah menegaskan bahwa kesempatan untuk berubah akan selalu ada. Seiring berjalannya waktu, Dell mulai menunjukkan pengabdian dan tanggung jawab yang luar biasa.

Kerendahan hati Dell kepada orang-orang yang pernah memperlakukannya secara tidak adil memancing haru. Ia tetap ramah dan mau membantu mereka yang memandangnya sebelah mata. Hal itu membuka mata, hati, dan pikiran saya. Dell mengajarkan kita untuk tidak memberikan prasangka buruk pada orang lain sebelum mengenalnya.

-Rasisme

Walaupun latar waktu dalam film menunjukkan kehidupan modern yang cenderung lebih terbuka dalam pola pikir dan perilaku, nyatanya perbedaan warna kulit masih dipermasalahkan oleh salah satu tokoh yang berkulit putih bernama Carter.

Meskipun adegan tersebut singkat, namun bagaimana Carter memandang dan memperlakukan Dell menarik perhatian saya.

Adegan tersebut memperlihatkan Philip dan Dell bertemu dengan Carter di lokasi parkir. Carter dengan segala hormat langsung menyapa Philip, tanpa mau memandang Dell sedikitpun. Carter bahkan menawarkan kontak perawat yang menjaga ibunya untuk Philip.

Namun tanpa ragu, Philip menolak dengan sopan dan justru memperkenalkan perawatnya, Dell. Dell dengan tingkah lucu nan sarkas berupaya mempertegas:

"Halo, aku di sini dan aku merawatnya"

Kata-kata sederhana tersebut seolah ingin menampar mereka yang tidak mau menganggap dan menghormati keberadaan orang lain dengan ras yang berbeda.

Ketika Carter mulai memandang rendah dan tidak yakin, Philip berupaya lagi untuk mengenalkan Dell. Belum selesai memperkenalkan, Dell sudah memotong pembicaraan dan memperkenalkan bahwa ia 'Blackman', bahkan ia mengaku bernama Daekwandashay Blackman.

Tanpa rasa ragu dan malu, Dell dengan bangga mengatakan bahwa ia seorang kulit hitam. Carter yang sangat hormat pada Philip memperlihatkan perilaku yang begitu kontras ketika berhadapan dengan Dell.

source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
"Aku takkan jabat tanganmu", ucap Carter dengan raut wajah yang menunjukkan ekspresi jijik. Dell tidak mengambil hati perkataan tersebut, dan menanggapinya dengan santai.

Adegan ini penuh dengan makna tersirat. Sebuah tamparan keras bagi siapapun yang hidup di dunia modern ini namun masih belum bisa menerima perbedaan ras. Saya pun hingga saat ini masih mempertanyakan, apa yang salah dengan perbedaan warna kulit? Bukankah kita tetap sama-sama manusia yang ber-akal dan budi?

Saya rasa hingga saat ini belum ada jawaban yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Persahabatan Philip dan Dell yang mulanya berawal dari profesi 'pembantu' dan 'majikan' memperlihatkan adanya low power distance. Sepanjang film, kedekatan kedua tokoh yang begitu menggemaskan membuat hubungan pembantu-atasan seakan hilang dan berubah menjadi hubungan antar teman yang saling membantu.

source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
source:tangkapan layar dari channel Rahmat hidayat/youtube.com
Tanpa disadari, kehidupan ini bagaikan yin dan yang, di mana harus ada keseimbangan di dalamnya. Ada dingin maka ada panas, ada hitam maka ada putih, ada laki-laki maka ada perempuan. Inti dari semua ini adalah perbedaan tidak berarti memecah belah, justru perbedaan akan semakin memperkuat elemen dalam kehidupan asal kita dapat menerima dan menghargai satu dengan lainnya.

Film The Upset mengajarkan kita untuk dapat menerima perbedaan baik dari segi sosial maupun budaya. Film ini juga berusaha mematahkan stereotip, prasangka, dan rasisme yang masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat.

Persahabatan Dell dan Philip mengajarkan bahwa hidup akan semakin indah, bila kita dapat berdiri dan berdampingan dengan apa itu yang disebut dengan 'Perbedaan'.

Referensi:

Samovar, L. A., Porter, R. E., Stefani, L. A., & Sidabalok, I. M. (2010). Komunikasi lintas budaya. Salemba Humanika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun