"Pak, sudah pulang?"
"Panggil Ibumu, dek."
Pasti telah terjadi sesuatu dengan mereka. Tak ada yang bisa membuat bapak pulang ke rumah saat matahari masih tinggi selain mereka. Aku mengetuk pelan pintu kamar dan tanpa menunggu dipersilakan, kubuka pintu dan kulihat ibu sedang memilah-milah perhiasannya. Aku menunduk tak ingin melihat itu.
"Bapak sudah pulang, pengen ngobrol sama ibu..."
Ibu meraup semua perhiasan itu dan memasukkan ke suatu tempat. Aku mendongak saat ibu menarik daguku, membelai rambutku, dan menggandengku menuju ruang depan.
Tak lama setelah kami bertiga duduk dalam diam. Bapak memecah kehengingan itu dengan kabar yang aku, dan mungkin kedua orangtuaku tidak tahu apakah harus berbahagia atau bersedih.
"Arum telepon, dia sedang perjalanan pulang dengan calon suaminya. Dia akan menikah."
Ibu tertunduk lesu, meremas jari-jarinya, "bukankah dia baru lulus dan sedang mencari pekerjaan, pak?"
Bapak tidak menjawab. Tanpa aba-aba kami beranjak menyalakan api dan menyiapkan segala sesuatunya. Aku menangis saat bapak menangkap dua ekor ayam betina gemuk untuk digulai sesuai kesukaan Arum dan ibu yang memilih perhiasan terbaik miliknya untuk dikenakan anak pertamanya di hari pernihakannnya.
Aku juga ingin hidup. Sisakan untukku. Jangan kalian ambil semua!
-