dan mengunyah cepat. Wajahnya memerah menahan tawa.
"Cabeeee" dia menyambar botol minumku, meminum beberapa teguk lalu terbahak-bahak di sampingku.
Kami melanjutkan permainan itu sampai sekotak coklat itu habis. Lalu dia mengeluarkan  buku dari punggungnya. Lalu membacakan sebuah puisi untukku.
"Dengarkan kisahku... Dengarkan tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku, karena belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..." *
-
Aku membuka mata. Aku sudah kembali ke ruangan putih itu lagi. Tangan papa yang hangat menyentuh kedua pipiku. Matanya bengkak.
"Papa..." aku menangis.
Papa tersenyum ke arahku, menggenggam kedua tanganku erat.
"Aku takut..." Aku takut tertidur dan tak akan terbangun lagi. Apakah nanti Papa akan baik-baik saja?
Papa mulai terisak, "Papa di sini dan akan selalu menamani Rumi."
"Aku makan coklat, sama cowo itu.."