Aku menoleh menatapnya, "Gue selalu punya alasannya Fin, I come back home because I need to."
Dan memang alasannya sesederhana itu kan dari dulu? kita pulang kerumah karena memang harus. Karena memang kita yang butuh tempat itu sebagai tujuan kita pulang, dan yang lebih penting lagi, kita butuh mereka, orang-orang yang dengan tulus selalu menunggu kepulangan kita.
 Mungkin setelah tadi malam, aku bisa menambah alasanku pulang, mungkin nanti aku akan pulang karena aku rindu dengan senyuman Alina. Tadi malam, saat kami  duduk dan ngobrol berdua di lobi rumah sakit, saat senyum Alina terlihat lebih indah dari biasanya, saat dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya dan aku ingin mencium pipinya, aku merasa dia penting bagiku, akan seperti apa hidupku kalau tidak ada Alina? Aku sudah mengenalnya lebih dari separuh hidupku dan entah mengapa malam itu aku ingin terus bersamanya.
Kusentuh dan kugenggam tangan Alina, "gue sayang elo Al."
 Alina menoleh ke arahku, ia mengernyitkan dahinya, ekspresi wajahnya sedikit kaget setelah mendengar perkataanku, dan aku menatap matanya dalam-dalam, mencoba meyakinkannya bahwa seharusnya kuungkapkan semua ini sejak dulu, sejak pertama kali aku naksir dengannya.
 "Gue besok balik ke Groningen, tunggu gue pulang ya Al."
 Alina lalu kembali tersenyum, "dari dulu gue juga nungguin lo pulang ke sini Def" kemudian dia balas menggenggam tanganku.
Jawaban Alina yang sederhana itu, yang walaupun aku tidak benar-benar paham apa makna sebenarnya, sudah cukup untuk membuatku senyum-senyum sendiri sampai sekarang, because, the most  important part in loving somebody is not how the way you say it but, it's how the way you prove it. Â
"Lo ke bandaranya gimana bang?"
Pertanyaan Diffin menghentikan lamunanku tentang tadi malam.
"Dianterin Papa?" tanyanya lagi