Mohon tunggu...
Okia Prawasti
Okia Prawasti Mohon Tunggu... Content Writer -

Interested in movies, lifestyle, fashion, popular news and complicated relationship.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takkan Terganti (Eps.2)

19 September 2018   15:00 Diperbarui: 19 September 2018   15:17 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kan tadi lo udah nanya itu pas di rumah, I'm fine Al"

"Kita udah dua tahun lho nggak ketemu, I deserve more than just 'fine'"

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Iya Al, you even deserve more than 'this' setelah apa yang udah lo lakuin buat gue selama ini.

Selama satu tahun setelah ibuku meninggal, nggak ada satu hari pun yang gue lewatin tanpa Alina. Walaupun tidak selalu menghabiskan sepanjang hari bersama, sepulang sekolah Alina pasti datang ke rumahku, terkadang dia mengantar makanan yang dimasak ibunya, mengajakku mengerjakan PR bersama, nonton DVD film kesukaannya dia, ngajakin pergi bimbel bareng, dan masih banyak lagi alasan-alasan Alina datang ke rumahku waktu itu hanya untuk memastikan kalau aku nggak sendirian dan kesepian.

"Emangnya jadi mahasiswa university of Groningen sesibuk itu ya? sampe ngebalas email gue doang lo nggak ada waktu? Eh, pede banget ya gue ngarepin balesan, jangan-jangan dibaca juga enggak, tega banget sih lo Def..ihh.." Alina memalingkan wajahnya ke jendela mobil, sebel-sebel manja gitu ke aku.

Al..bahkan gaya dan cara lo sebel ke gue juga nggak berubah?

Aku tahu kalau sekarang ini Alina memang nggak seriusan marah ke aku. Pernah sekali Alina marahnya beneran, dia ngomel-ngomel ke aku, bahkan saking kesalnya dia sampai nangis. Waktu itu, setelah lulus SMA aku memutuskan untuk menerima ajakan Opa yang bekerja di KBRI Den Haag untuk ikut beliau ke Belanda dan melanjutkan pendidikan di sana.

Alina marah banget saat dia tau berita itu dari adikku, dia marah kenapa aku nggak bilang ke dia, nggak pernah cerita, atau sekedar meminta pendapatnya. Ajaibnya, Alina nggak membenciku. Tiga bulan setelah aku kuliah di Belanda, Alina mulai mengirimkan email minimal satu bulan sekali. Melalui email itu Alina cerita semuanya ke aku, tentang kuliah kedokteran gigi, tentang masa-masa dia naksir seniornya di kampus, tentang kabar adik dan ayahku, sampai emailnya yang terakhir sebelum aku pulang ke sini, Alina cerita tentang her ko-as thing. Dari semua email Alina yang masuk ke inbox-ku, memang hanya email pertama yang kubalas, aku minta maaf ke dia atas kejadian yang membuatnya marah sebelum aku berangkat ke Belanda.

(Baca Juga: Rahasia Kecil Untuk Sebuah Alasan)

"Al.." aku memanggilnya namun Alina tetap menghadap ke jendela. "Alina.." panggilku sambil menyentuh bahunya, lalu dia menatapku.

"Maaf ya Al.. gue baca kok semua email dari lo, tapi gue nggak tau, gue ga ngerti harus balas apa"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun