MEMBANGUN BUDAYA MARITIMÂ
Oleh Muhamad Karim
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim/
Dosen Bioindustri Universitas Trilogi
Salah satu agenda poros maritim yang masih terabaikan yaitu budaya maritim. Â Padahal, jika kita mau jadi negara maritim, membangun budaya maritim jadi keniscayaan. Bangsa berbudaya maritim memiliki pola pikir, cara pandang, dan aktivitas ekonomi mendasarkan pada entitas dan sumber daya maritim.Â
Budaya maritim tidak bisa dimaknai hanya sebatas even kelautan semisal Sail Banda, Sail Wakatobi dan Sail Morotai. Budaya maritim yang paling ensensial ialah bagaimana mengkristalisasikannya lewat proses pendidikan. Pasalnya pendidikan itu adalah proses kebudayaan.Â
Caranya yaitu pendidikan sejak usia dini Pendidikan Usia Dini (PAUD) hingga  perguruan tinggi menginternalisasikan budaya maritim. Anak-anak usia dini mesti diajarkan berenang. Filosofi berenang ialah mengajarkan untuk menjaga keseimbangan dalam air dan mengatur pernafasan.Â
Selain itu, aktivitas berenang memiliki pengaruh  gravitasi kecil karena tubuh manusia tak langsung berhubungan dengan permukaan bumi. Berenang juga akan memperkuat otot dan menyehatkan.
Dalam proses pendidikan usia dini, budaya maritim juga dikenalkan lewat flora dan fauna maritim asli Indonesia. Di tingkat sekolah dasar sampai menengah mesti ada kurikulum tentang kemaritiman.Â
Kurikulum kemaritiman akan berisikan bahan kajian terkait tradisi maritim dalam mengelola sumber daya alam serta budaya maritim yang pluralis, terbuka, outward looking, berjiwa sosial entrepreneurship serta memahami geopolitik dan geoekonominya. Pada level perguruan tinggi mesti ada mata kuliah universitas soal Pengetahuan Kemaritiman.Â
Artinya, ada koherensi proses pendidikan berbudaya maritim sejak usia dini hingga perguruan tinggi yang mengikuti perkembangan biologis, sosial dan lingkungan anak didik.