Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bappenas dalam Konteks Demokrasi

5 September 2016   23:07 Diperbarui: 5 September 2016   23:29 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahannya sampai hari ini Indonesia mengalami middle income flat, jebakan pendapatan kelas menengah.  Di sinilah  visi jangka panjang menjadi perlu. Karena siapapun dan sehebat-hebatnya presiden, ia akan berpikir  lima tahun ini segala sesuatunya stabil dan aman sehingga ada peluang dipilih lagi. Dalam waktu lima tahun yang relatif singkat sangat sulit bagi seorang presiden memikirkan  Indonesia keluar dari lower middle income class atau naik menjadi upper middle income class

Hal tersebut sebenarnya bisa terjadi. Namun  kenaikan kelas ini tidak mudah, butuh waktu,  proses, dan  perencanaan yang kuat. “Kita harapkan ketika presiden baru masuk maka visi dan misinya yang akan menjadi rencana lima tahun tetap konsisten dengan rencana jangka panjang 25 tahun,” ujar Bambang yang menyelesaikan S2 dan S3 di University of Illinois.

Dialog “Bappenas di Bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro” dimoderatori Liviana Cherlisa
Dialog “Bappenas di Bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro” dimoderatori Liviana Cherlisa
Siapapun  yang memerintah Bappenas harus bisa menjaga Indonesia tetap pada rel yang sesuai dengan  cita-cita bangsa. Di sinilah pentingnya rencana  untuk bekerja agar sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Strateginya secara umum adalah pertama, transformasi struktur ekonomi. Mengapa menjadi penting? Middle income trap. Selama Indonesia bergantung kepada komoditas seperti sekarang dan belum benar-benar menjadi negara yang berbasis industri,  sulit untuk kita menjadi negara maju. Harga  komoditas itu up and down.

Kedua, keterkaitan ekonomi antardaerah. Sekarang ini jamannya otonomi daerah. Sebenarnya pemerintahan otonomi daerah adalah tugas kepala daerah, baik itu walikota, bupati maupun gubernur. Kinerja kepala daerah dinilai dari  keberhasilan memajukan ekonomi daerah. Artinya ekonomi Indonesia itu tidak harus disetir dari pusat, melainkan merupakan suatu akumulasi dari upaya-upaya yang dilakukan daerah. Itulah  tujuan otonomi daerah. “Otonomi daerah bukan bagi-bagi kewenangan, menjadikan  bupati lebih powerful, tidak lagi bergantung kepada pemerintah pusat,” kata Bambang.

Terpenting dari otonomi daerah adalah desentralisasi ekonomi. Kebijakan, rencana aksi, dan inovasi ekonomi datang dari daerah kemudian terakumulasi di tingkat pusat. Itulah seharusnya ekonomi Indonesia ke depan. Otonomi daerah sudah berlangsung selama 16 tahun tapi lebih banyak didorong dari pusat. Selanjutnya  daerah bereaksi dengan caranya masing-masing. Meskipun ada daerah yang bisa dibilang sudah mandiri, tidak lagi bergantung dari up and down ekonomi global apalagi ekonomi nasional. 

Ketiga,  peningkatan produktivitas. Keempat, daya saing. Daya saing ini penting. Ini kata yang mudah diucapkan tapi sulit diwujudkan. Karena  kita harus membandingkan Indonesia dengan negara lain. Dari waktu ke waktu dimensi daya saing ini berubah. Tahun  90-an Indonesia booming  di sektor industri manufaktur, khususnya padat karya. Menurut Bambang kondisi tersebut ideal sekali. Ekonomi  tumbuh 7%-8%. Industri padat karya  menyerap banyak tenaga kerja. Kemiskinan menurun karena orang sudah punya pekerjaan. Industri  padat karya di Indonesia saat itu meliputi, tekstil, garmen, elektronik, dan sepatu.  Indonesia menjadi yang terbaik di Asia.

Pada periode 70-an industri manufaktur  dipegang oleh Jepang dan Korea. Namun  tenaga kerja masih sedikit dan upah buruh semakin mahal. Akibatnya tidak kompetitif lagi. Lalu dilakukan  relokasi industri di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di antara empat negara tersebut Indonesia yang paling menarik karena waktu itu  upah buruhnya paling murah dan pasar domestiknya walaupun  masih dikategorikan sebagai menengah ke bawah sudah cukup pesat. Indonesia seolah-olah menjadi negara yang berdaya saing di sektor industri manufaktur. 

Kejadian 1998 membuat  industri yang semula kompetitif mendadak  hilang. Banyak pabrik tutup,  industri tidak berlanjut, sektor keuangan kolaps karena banyak bank yang bangkrut. Jangan lupa, pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 14%. Artinya kita berhadapan dengan masa yang berat. Sesudah itu kita memasuki  masa komoditas sehingga lupa membangkitkan kembali bisnis kita. “Sekarang ini waktu yang terbaik untuk kembali ke industri,” tutur Bambang.

Industri padat karya harus tetap mendapat perhatian meskipun tingkat daya saingnya tidak seperti tahun 90-an. Saingan Indonesia adalah Vietnam, Myanmar, dan Bangladesh. Maka industri Indonesia  harus bisa memproduksi barang yang berbeda dengan industri pada umumnya. Tahun 90-an Indonesia  punya pabrik garmen yang memproduksi kemeja. Kalau kita buat seperti itu hari ini akan kalah dengan buatan Srilanka atau Bangladesh. Contohlah Jepang dengan Uniqlo yang memproduksi baju massal tapi memperhatikan mode. Seperti halnya  Zara dari Spanyol atau H&M dari Swedia. 

Terus terang industri Indonesia agak dilupakan dalam waktu yang lama. Pada periode 1998-2014 tidak ada orang yang peduli pada industri termasuk pengusahanya. Salah satu hambatan Indonesia dalam industri adalah  kekurangan industrialis (pengusaha di sektor industri), kebanyakan  adalah pedagang atau penyedia jasa. Hanya industrialis yang bisa membuat produknya berevolusi dari waktu ke waktu. Perlu ketekunan dari seorang industrialis. “Salah satu industri yang akan menjadi keunggulan Indonesia di tingkat internasional adalah industri pengolahan makanan. Bukan dengan mengekspor komoditas tapi dengan mengolah,” ujar Bambang.

Pertumbuhan Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun