Basis perencanaan itu harus menyeluruh, holistik, dan integratif. Selain itu harus menekankan pendekatan rasional tanpa meninggalkan pendekatan hati.
Sejak 28 Juli 2016 lalu Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menggantikan Sofyan Djalil. Sebelumnya Bambang menempati posisi sebagai menteri keuangan sejak Oktober 2014. Bagaimana masa depan Bappenas di bawah kepemimpinan Bambang? Kompasianer diajak mengenal lebih dekat sosok Bambang dalam Dialog “Bappenas di Bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro” pada 29 Agustus 2016 di Gedung Utama Bappenas.
Bambang memaparkan, Bappenas saat ini sangat berbeda dengan Bappenas ke depannya. Pada periode Orde Baru tahun 1968-1990 Bappenas adalah salah satu lembaga yang powerful di lingkungan pemerintahan. Pasalnya saat itu Indonesia sedang berusaha menata kembali pembangunan ekonominya setelah mengalami hyperinflation, inflasi yang luar biasa besar. Tak hanya itu, pertumbuhan perekonomian amat rendah pada masa sebelum Orde Baru yang selanjutnya berusaha dipulihkan.
Dalam proses pemulihan perlu ada panglima. Pemulihan ekonomi tidak bisa dikerjakan dengan mekanisme normal, harus ada upaya luar biasa. “Butuh pemimpin yang strong karena apa yang akan diusulkan dan dilakukan harus diikuti tanpa complain,” tutur Bambang, akademisi yang menguasai bidang ekonomi pembangunan dan tata wilayah serta perkotaan.
Pada waktu itu Bappenas dipimpin oleh orang yang sangat dekat dengan Presiden Soeharto terutama saat beliau berkuasa tahun 1967, yakni Widjojo Nitisastro. Sebelumnya Widjojo adalah guru besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) yang ditunjuk menata kembali pembangunan ekonomi Indonesia. Masa tersebut spesial, masa membangun. Instansi lain mengikuti dan berusaha sinkron dengan apa yang dimaui Bappenas.
APBN pada waku itu dibagi dua, yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin diurus Kementerian Keuangan sementara anggaran pembangunan diurus Bappenas. Boleh dikatakan peran Bappenas sangat sentral. “Hal tersebut sangat diperlukan pada kondisi ekonomi sedang bergerak menuju suatu tataran baru,” kata Bambang yang menyelesaikan S1 di FEUI.
Kemudian di masa reformasi tentunya peran seperti itu tidak bisa diulang 100% karena berimplikasi seolah-olah Indonesia masih mengandalkan model perencanaan. Perencanaan itu biasanya berkonotasi terpusat karena ada pihak yang merencanakan dan memastikan semuanya berjalan sampai ke bawah. Sebagai akibat dari reformasi Indonesia berubah dari negara yang sangat centralize menjadi decentralize. Artinya Bappenas hari ini adalah Bappenas yang harus bisa menempatkan diri dalam konteks demokrasi dan desentralisasi.
Dahulu ketika Bappenas mengeluarkan suatu kebijakan atau action, level kecamatan sampai kelurahan akan mengikuti. Saat ini Bappenas membuat perencanaan untuk mendorong dan menguji daerah supaya perencanaannya bisa selaras dengan nasional. Hal itu tidak mudah. Demokrasi menjadikan kepala daerah merasa harus menjalankan apa yang dijanjikan kepada pemilihnya. Apakah yang dijalankan berbeda atau sejalan dengan perencanaan nasional yang sudah disusun? Maka kepala daerah harus diajak berdialog. Tujuannya aturan yang dibuat kepala daerah tetap berjalan dengan perencanaan nasional tanpa melanggar janjinya kepada para pemilih. Bambang menekankan Bappenas hari ini adalah Bappenas yang tentunya harus berbeda dengan Bappenas era Orde Baru.
Kembali ke Industri
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menjadi acuan di jaman Orde Baru. Apa yang dibuat di jaman itu tentunya kurang sesuai dengan kondisi sekarang. Perencanaan jangka panjang bisa berbeda antara satu pemerintahan dengan pemerintahan lainnya. Masing-masing pemerintahan memiliki ide yang berbeda. Terpenting adalah apa yang mereka lakukan bermanfaat untuk rakyat.
GBHN atau rencana pembangunan jangka panjang itu tetap diperlukan. Setidaknya sebagai guidance Indonesia akan bergerak ke mana. Bambang memberi contoh, awal periode Orde Baru Indonesia adalah negara miskin dengan income per kapita di bawah USD 1.000. Seiring berjalannya waktu dengan booming migas, kayu, dan manufaktur perekonomian naik kelas menjadi lower middle income class. Posisi itu berlangsung terus sampai kejadian 1998, krisis finansial Asia. Indonesia kembali menjadi negara miskin hingga beberapa tahun kemudian pulih kembali menjadi lower middle income class.
Permasalahannya sampai hari ini Indonesia mengalami middle income flat, jebakan pendapatan kelas menengah. Di sinilah visi jangka panjang menjadi perlu. Karena siapapun dan sehebat-hebatnya presiden, ia akan berpikir lima tahun ini segala sesuatunya stabil dan aman sehingga ada peluang dipilih lagi. Dalam waktu lima tahun yang relatif singkat sangat sulit bagi seorang presiden memikirkan Indonesia keluar dari lower middle income class atau naik menjadi upper middle income class.
Hal tersebut sebenarnya bisa terjadi. Namun kenaikan kelas ini tidak mudah, butuh waktu, proses, dan perencanaan yang kuat. “Kita harapkan ketika presiden baru masuk maka visi dan misinya yang akan menjadi rencana lima tahun tetap konsisten dengan rencana jangka panjang 25 tahun,” ujar Bambang yang menyelesaikan S2 dan S3 di University of Illinois.
![Dialog “Bappenas di Bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro” dimoderatori Liviana Cherlisa](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/05/bappenas3-57cd90e2939773134ecbacd6.jpg?t=o&v=770)
Kedua, keterkaitan ekonomi antardaerah. Sekarang ini jamannya otonomi daerah. Sebenarnya pemerintahan otonomi daerah adalah tugas kepala daerah, baik itu walikota, bupati maupun gubernur. Kinerja kepala daerah dinilai dari keberhasilan memajukan ekonomi daerah. Artinya ekonomi Indonesia itu tidak harus disetir dari pusat, melainkan merupakan suatu akumulasi dari upaya-upaya yang dilakukan daerah. Itulah tujuan otonomi daerah. “Otonomi daerah bukan bagi-bagi kewenangan, menjadikan bupati lebih powerful, tidak lagi bergantung kepada pemerintah pusat,” kata Bambang.
Terpenting dari otonomi daerah adalah desentralisasi ekonomi. Kebijakan, rencana aksi, dan inovasi ekonomi datang dari daerah kemudian terakumulasi di tingkat pusat. Itulah seharusnya ekonomi Indonesia ke depan. Otonomi daerah sudah berlangsung selama 16 tahun tapi lebih banyak didorong dari pusat. Selanjutnya daerah bereaksi dengan caranya masing-masing. Meskipun ada daerah yang bisa dibilang sudah mandiri, tidak lagi bergantung dari up and down ekonomi global apalagi ekonomi nasional.
Ketiga, peningkatan produktivitas. Keempat, daya saing. Daya saing ini penting. Ini kata yang mudah diucapkan tapi sulit diwujudkan. Karena kita harus membandingkan Indonesia dengan negara lain. Dari waktu ke waktu dimensi daya saing ini berubah. Tahun 90-an Indonesia booming di sektor industri manufaktur, khususnya padat karya. Menurut Bambang kondisi tersebut ideal sekali. Ekonomi tumbuh 7%-8%. Industri padat karya menyerap banyak tenaga kerja. Kemiskinan menurun karena orang sudah punya pekerjaan. Industri padat karya di Indonesia saat itu meliputi, tekstil, garmen, elektronik, dan sepatu. Indonesia menjadi yang terbaik di Asia.
Pada periode 70-an industri manufaktur dipegang oleh Jepang dan Korea. Namun tenaga kerja masih sedikit dan upah buruh semakin mahal. Akibatnya tidak kompetitif lagi. Lalu dilakukan relokasi industri di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di antara empat negara tersebut Indonesia yang paling menarik karena waktu itu upah buruhnya paling murah dan pasar domestiknya walaupun masih dikategorikan sebagai menengah ke bawah sudah cukup pesat. Indonesia seolah-olah menjadi negara yang berdaya saing di sektor industri manufaktur.
Kejadian 1998 membuat industri yang semula kompetitif mendadak hilang. Banyak pabrik tutup, industri tidak berlanjut, sektor keuangan kolaps karena banyak bank yang bangkrut. Jangan lupa, pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 14%. Artinya kita berhadapan dengan masa yang berat. Sesudah itu kita memasuki masa komoditas sehingga lupa membangkitkan kembali bisnis kita. “Sekarang ini waktu yang terbaik untuk kembali ke industri,” tutur Bambang.
Industri padat karya harus tetap mendapat perhatian meskipun tingkat daya saingnya tidak seperti tahun 90-an. Saingan Indonesia adalah Vietnam, Myanmar, dan Bangladesh. Maka industri Indonesia harus bisa memproduksi barang yang berbeda dengan industri pada umumnya. Tahun 90-an Indonesia punya pabrik garmen yang memproduksi kemeja. Kalau kita buat seperti itu hari ini akan kalah dengan buatan Srilanka atau Bangladesh. Contohlah Jepang dengan Uniqlo yang memproduksi baju massal tapi memperhatikan mode. Seperti halnya Zara dari Spanyol atau H&M dari Swedia.
Terus terang industri Indonesia agak dilupakan dalam waktu yang lama. Pada periode 1998-2014 tidak ada orang yang peduli pada industri termasuk pengusahanya. Salah satu hambatan Indonesia dalam industri adalah kekurangan industrialis (pengusaha di sektor industri), kebanyakan adalah pedagang atau penyedia jasa. Hanya industrialis yang bisa membuat produknya berevolusi dari waktu ke waktu. Perlu ketekunan dari seorang industrialis. “Salah satu industri yang akan menjadi keunggulan Indonesia di tingkat internasional adalah industri pengolahan makanan. Bukan dengan mengekspor komoditas tapi dengan mengolah,” ujar Bambang.
Pertumbuhan Ekonomi
Apakah kita harus berinvestasi? Harus. Karena kita butuh tenaga kerja yang cukup besar apalagi Indonesia sedang mengalami demographic bonus, penduduk usia muda yang banyak sekali. Negara di manapun menganggap kondisi tersebut sebagai suatu kemewahan. Untuk itu young population harus bekerja dan terus bergerak membangkitkan kembali industri manufaktur, jasa, dan pertanian. Bagaimana menerjemahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ke dalam implementasi yang kelak bisa dirasakan masyarakat?
Maka dibuat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan sehingga dimensinya menjadi lebih pendek. Contoh, RKP 2017 memacu kembali pembangunan infrastruktur dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah. Tujuan Bappenas adalah pertumbuhan ekonomi. Itu penting. Persoalannya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu harus jelas berdampak kepada masyarakat. Maka pertumbuhan ekonomi itu harus berkualitas.
![Bambang berpesan kepada Kompasianer untuk mendorong generasi muda menggerakkan ekonomi Indonesia](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/05/bappenas1-57cd91a96723bd3e519bd703.jpg?t=o&v=770)
Kita tidak bisa membuka kesempatan kerja tanpa tahu jelas apa yang dikerjakan. Supaya orang bisa bekerja, ciptakan dulu kegiatan ekonominya. Bagaimana menciptakan kegiatan ekonomi? Mencetak uang ala Amerika, memberikan stimulus supaya bisnis berjalan. Dengan demikian ada job opportunity yang menurunkan unemployment. “Sekali lagi kesempatan kerja itu hal yang sangat penting,” kata Bambang yang pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan pada 2011.
Ekonomi semakin maju ketika pekerja sektor informal bergerak ke sektor formal. Sektor informal pada saat ini masih diperlukan tapi ekonomi kita harus bergerak maju dengan semakin banyak pekerja berpindah ke sektor formal. Kemiskinan ini menarik. Seseorang dikategorikan miskin jika mengonsumsi di bawah 2.100 kalori pangan. Tugas negara adalah membawa orang miskin keluar dari garis kemiskinan. Itu tidak mudah. Harus didorong ke atas dengan berbagai cara, antara lain cash transfer (bantuan langsung tunai).
Akses terhadap kebutuhan dasar, sanitasi, air bersih, jalan, transportasi, dan listrik menjadi penting. Percuma orang diberi uang cash jika tidak punya akses. Butuh effort lebih. Orang yang baru naik melewati garis kemiskinan sangat rentan kembali lagi ke bawah garis kemiskinan. Maka harus ada akses kredit atau pekerjaan. Pendidikan membuat orang yang berada di bawah garis kemiskinan akan stay di atas garis kemiskinan karena ia bisa bekerja atau berbisnis. “Jadi Anda bisa bayangkan tidak mudah mengatasi kemiskinan di Indonesia. Apalagi data terakhir ada 10,8% dari jumlah penduduk atau 28 juta orang miskin,” kata Bambang yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada 2013.
Untuk itu harus dibuat strategi kesejahteraan rakyat. Ada dua jenis kesenjangan, yakni kesenjangan antarwilayah dan kesenjangan antarpokok pendapatan. Pertumbuhan ekonomi mau tidak mau membuat kesenjangan melebar. Kesenjangan itu termasuk kemiskinan. Ada kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Ketimpangan itu berbahaya kalau tidak ditangani dengan baik. Ketimpangan antarwilayah dengan Jawa yang sangat dominan. Ini yang harus dibereskan.
Intinya yang akan dikerjakan Bappenas sekarang dan ke depan adalah mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperhatikan perlunya konsistensi perencanaan antarwaktu, antarpemerintah dan antarlevel di negara ini (antara pusat, propinsi, kabupaten, bahkan desa). Bahkan desa sekarang harus menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDesa). Desa diberdayakan sebagai unit yang bisa mengurusi dirinya sendiri dengan dana pada tahun depan bisa mencapai Rp 1 miliar per desa. “Perlu perencanaan yang bagus,” tutur Bambang yang menerima anugerah Bintang Mahaputra Utama dari presiden atas jasanya yang luar biasa dan bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.
Kita harus menyadari untuk bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi apalagi yang berkualitas dibutuhkan sumber daya atau uang. Dalam ilmu ekonomi hal tersebut tidak tak terbatas. Semua kebijakan yang diambil harus bersifat optimal. Intinya kata kunci keluarga Bappenas dari pimpinan sampai level pelaksana adalah prioritas. Dalam posisi apapun kita harus bisa menentukan mana yang menjadi prioritas. Ego sektoral ini tidak boleh ada di Bappenas. Sebagai perencana Bappenas tidak boleh berwawasan sempit, harus melihat gambaran langsungnya secara utuh. Melalui alat analisis yang dimiliki dan daya kritis, kita membuat kebijakan yang harus menyeimbangkan rasional dan perasaan (hati).
Bappenas mencoba membuat ulang semua kebijakan yang terkait dengan upaya mengurangi pengangguran, kemiskinan, maupun ketimpangan. Ketika kebijakan itu pertama kali dibuat beberapa saat lalu bagus. Namun seiring dengan perkembangan jaman implementasinya mendatangkan reaksi dari masyarakat. Jangan sampai program ini secara teoritis sudah cocok mengurangi kemiskinan tapi masyarakat menolak. Contohnya, bantuan langsung tunai yang diberikan kepada kepala keluarga. Si bapak memilih membeli rokok ketimbang beras. Untuk itu Bambang mengusulkan pemberian voucher yang hanya bisa digunakan untuk membeli barang kebutuhan, seperti beras, minyak goreng, atau gula.
Baru-baru ini Bambang mendapat tugas baru dari Presiden Jokowi sebagai Chief Investment Officer. Intinya pertumbuhan ekonomi harus naik kelas. Faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia belum kembali ke 5% adalah investasi. Bandingkan dengan investasi tahun 2011 sebesar hampir 11% dengan pertumbuhan ekonomi 6,5%. Meningkatkan investasi tidak mudah. Sulit mendapatkan investor yang mau memasuki infrastruktur dan industri strategis. Di sinilah peran Bambang mendapatkan investasi non-APBN yang dipakai untuk kegiatan ekonomi atau proyek prioritas pemerintah. Tugas lainnya adalah mendatangkan dan mendorong investor yang berfokus pada sisi equity.
Di akhir dialog Bambang menyampaikan pesan kepada Kompasianer untuk mendorong generasi muda bersemangat menggerakkan ekonomi Indonesia. Indonesia saat ini kekurangan wirausaha. Bappenas selalu berupaya membuat kebijakan dan perencanaan ekonomi yang ramah terhadap sektor swasta. Negara mampu berjalan dengan peran sektor swasta yang difasilitasi pemerintah. Bambang memberi ilustrasi Korea Selatan yang fokus ke industrialisasi. Ditekuni sejak awal, diperkuat dan diperdalam.
Sepuluh tahun lalu merk handphone yang dikenal adalah Nokia atau Ericsson. Saat ini siapa yang tidak menggenggam Samsung. Industri disebut bagus jika memiliki divisi R&D (product development), harus menjadi inovator. Masa depan dunia adalah industri yang berbasis kreatif, IT, dan digital. Industri yang berjaya 20 tahun lalu adalah ritel dan tambang. Selanjutnya terjadi perubahan, 10 tahun belakangan industri yang berjaya adalah IT. “Ada perubahan total industri, tidak hanya dikuasai orang muda juga marketnya,” tutur Bambang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI