Sebetulnya kita melihat tidak ada keseimbangan antara kepentingan bisnis dalam aspek reklamasi dengan kerusakan lingkungan. Tidak adanya akses terhadap orang-orang miskin yaitu berkurangnya kampung nelayan. Ada problem-problem yang mendasar, kelompok sosial mana yang diuntungkan dan dirugikan dari kebijakan tersebut. Terkait dengan corak kekuasaan, sebuah kebijakan diambil untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Indikasi corak kekuasaan di Jakarta itu sangat mudah memperlihatkan praktik korupsi, kolusi, dan terbangunnya sistem oligarki. Kepentingan kelompok yang kuat itu diakomodasi dengan praktik kolusi dan korupsi yang justru merugikan kepentingan bersama. “Ketika kita fokus pada figur, kita mengabaikan hal lain yang lebih penting, ke mana konsep Jakarta ini diarahkan, ke mana warga Jakarta mendapat manfaat dari praktik-praktik pembangunan,” ujar Airlangga.
Kita sering mempersepsikan persoalan-persoalan kota Jakarta akan selesai ketika menggantungkan hajat hidup, kepentingan, dan aspirasi kita kepada figur politik tertentu. Airlangga menilai hal itu bertentangan dengan aspek penting dalam berdemokrasi, partisipasi warga dalam mengevaluasi dan mendorong pemerintah kota Jakarta bekerja untuk kepentingan masyarakat. Hal yang penting adalah pengetahuan yang saat ini ditanamkan dan diinternalisasi kepada masyarakat. Meskipun sebagian besar warga Jakarta merasa dirugikan, sebetulnya dalam kepentingan kelompok yang dirugikan banyak yang membela. Pengetahuan ini berangkat dari pemahaman ketika kita bicara tentang kepentingan bisnis. Selain itu kepentingan partai yang dengan sendirinya mengarah kepada kebahagiaan hidup dan kesejahteraan tanpa memperhitungkan kepentingan publik sebagai pembatas pagar, dan prinsip yang harus dipahami.
Kebanyakan kalangan intelektual sering mengabaikan persoalan yang seharusnya disodorkan sebagai kepentingan warga Jakarta sekarang secara keseluruhan. Bahkan ada indikasi banyak kalangan intelektual di menara gading meledek kalangan yang berusaha kritis terhadap tendensi kebijakan yang tidak pro orang miskin. Airlangga memandang komitmen atau perhatian kalangan terdidik terhadap persoalan kota Jakarta adalah bentuk solidaritas. “Jakarta membutuhkan solidaritas warga termasuk kaum terdidiknya,” tutur Airlangga.
Edukasi
Ahli sejarah dan mantan anggota DPR tahun 1977-1987 Ridwan menyampaikan pemilikan tanah terbagi secara hukum dan histori. Jakarta harus menjadi sebuah kota peradaban. Dengan demikian mampu mendatangkan turis. Ridwan setuju dengan penataan Kota Tua. Turis asing saja rela mengeluarkan ongkos menggunakan ojek sepeda menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Tentunya akan ada keuntungan berganda dari pariwisata. Tujuan Jakarta menjadi kota peradaban adalah konflik tidak terjadi terus-menerus. Indonesia adalah negeri pesisir, bahari. Ada lagu, nenek moyangku orang pelaut. Ini yang harus dikembalikan. Sekarang nelayan tinggal di rusunawa, bagaimana mereka menjemur ikan, bagaimana mengeringkan jala. Tidak bisa dibayangkan perencanaan pembangunan kota tanpa nelayan. “Indonesia harus dibangun dengan kekuatan peradaban,” kata Ridwan.
Harus diingat di belakang 17 pulau reklamasi itu ada Pulau Seribu. Di sana ada anak yang harus sekolah. Reklamasi Teluk Jakarta bukan proyek bisnis, melainkan ancaman terhadap keamanan nasional. Ridwan memandang ada ancaman yang mengganggu keamanan nasional dalam kasus Teluk Jakarta, yakni tempat pembuatan obat terlarang di tanah kosong. Tidak menutup kemungkinan adanya konsentrasi kekuatan militer. “Ancaman terhadap Indonesia dimulai dari bibir Jakarta,” tutur Ridwan yang banyak menulis buku mengenai masyarakat Betawi.
Eddy memaparkan PAN adalah rumah besar bagi seluruh anak bangsa yang memiliki potensi. Mereka harus diberikan kesempatan untuk berkompetisi dalam berbagai hal, khususnya pertarungan Pilkada DKI tahun 2017. Semua pihak yang berpotensi dan kompeten akan dijadikan pertimbangan diajukan dalam Pilkada 2017, tidak terkecuali Ahok. Masing-masing calon memiliki catatan yang akan dievaluasi. Nantinya akan dibuat urutan berdasarkan pengalaman dan evaluasi internal dari PAN. Eddy melihat, jika reklamasi dilakukan dalam konteks perbaikan itu baik. Namun sebagian besar reklamasi pasti berdampak terhadap lingkungan dan ekosistem.
PAN melakukan evaluasi atas sejumlah nama yang maju atau berpotensi maju dalam Pilkada, tidak hanya Ahok. Dalam evaluasi itu dilihat apakah mereka mampu merangkul masyarakat heterogen di DKI. Selain itu apakah mereka pemimpin yang tegas, memiliki leadership dengan visi jangka panjang, dan mampu mengikuti perkembangan jaman. Jakarta tidak boleh sekadar membangun. Harus ada kemampuan dari pemimpin Jakarta untuk menjadikan Jakarta sebagai tempat yang mampu dihuni oleh masyarakat Indonesia secara umum. PAN merasa perlu mengedukasi dan meluruskan. Dalam Pilkada DKI bukan pertarungan sosok, melainkan gagasan dan program. Apa yang dilakukan pemimpin DKI akan dinikmati generasi mendatang. Menjadi penting adalah DKI dipimpin oleh seseorang yang bisa memakmurkan dan menyejahterakan. Pasalnya begitu kompleks masalah di DKI saat ini yang perlu diurai satu per satu dan membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya. “Itu kriteria yang kami kedepankan untuk mengevaluasi pemimpin Jakarta yang akan datang,” kata Eddy.
Pada closing statementnya, Eddy menyampaikan meskipun beliau berbicara atas nama PAN, forum ini bukan merupakan ajang kampanye untuk mengarahkan dukungan partai politik dalam rangka Pilkada DKI. Lebih baik bicara hal yang lebih makro untuk kepentingan warga DKI. Apakah pemimpin Jakarta nantinya mampu membangun secara berkesinambungan dan untuk jangka yang lebih panjang bagi generasi berikutnya. Sementara itu Airlangga menjelaskan, saatnya kita melampaui persoalan memilih berdasarkan agama atau ras. Banyak hal yang tidak berdasarkan substansi persoalan, yaitu kepentingan warga Jakarta yang diperjuangkan oleh pemimpinnya. Perlu dipikirkan mengenai mekanisme yang dilakukan partai untuk memilih gubernurnya. Apakah sekadar menimbang konstelasi politik atau lebih dari itu. “Ada mekanisme penjaringan tertentu yang patut dipertimbangkan,” tutur Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H