Mohon tunggu...
Clint Perdana
Clint Perdana Mohon Tunggu... Penulis - Just an Ordinary Learner

Menulis sebagai media bertukar pikiran, diskusi dan dakwah modern di tengah luas namun sempitnya dunia ini, mari berbagi!

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Cross Selling dan Upselling bisa Mengubah Bisnis Anda?

31 Mei 2023   11:40 Diperbarui: 2 Juni 2023   11:15 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (www.wallpaperflare.com)

Dunia penjualan selalu menarik untuk dibahas. Fungsinya sebagai garda terdepan pengenalan dan "pengeruk" keuntungan perusahaan ke masyarakat melalui produk/ service nya menempatkan aktivitas ini akan selalu ada dan berevolusi dari waktu ke waktu.

Memasuki dunia penjualan, ada banyak istilah yang mungkin kita dengar atau temui. Dua di antaranya adalah cross selling dan upselling. Kedua istilah ini memainkan peran penting dalam strategi penjualan, namun seringkali dianggap sama dan disalahgunakan.

Cross Selling

Lebih Banyak Varietas, Lebih Banyak Peluang

Sebelum kita berbicara tentang upselling, kita mulai dengan cross selling. Jika kita lihat dalam kamus bisnis, cross selling berarti penjualan produk atau layanan tambahan kepada pelanggan yang sudah ada.

Misalnya, jika kamu bekerja di toko buku dan seorang pelanggan membeli sebuah novel atau komik, maka cross selling yang dapat kamu lakukan bisa berarti menawarkan buku karya penulis yang sama atau buku dengan genre yang sama kepada pelanggan tersebut.

Dengan kata lain, cross selling adalah strategi menawarkan produk atau layanan yang terkait secara logis dengan apa yang pelanggan sedang beli. Tujuannya adalah untuk memperluas penjualan dan memberikan nilai tambah kepada pelanggan dari setiap varian yang didapat atau dikonsumsinya.

Upselling

Meningkatkan Nilai Penjualan

Sedangkan upselling adalah strategi penjualan di mana penjual berusaha membujuk pelanggan untuk membeli versi lebih mahal atau upgrade dari item yang mereka beli atau akan dibeli. Tujuannya adalah untuk membuat pelanggan menghabiskan lebih banyak uang dengan meningkatkan nilai transaksi.

Misalnya, jika kamu bekerja di restoran dan seorang pelanggan memesan sandwich, kamu bisa menawarkan untuk 'menambah keju' atau 'menambah daging' sebagai topping dengan biaya tambahan. Ini adalah contoh dari upselling. Kamu menjual versi lebih mahal dari produk yang pelanggan sudah pilih.

Bagi pelanggan, upselling yang tepat akan dapat meningkatkan nilai kepuasan secara menyeluruh terhadap penggunaan/ konsumsi produk atau layanan yang mereka beli.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan utama antara cross selling dan upselling terletak pada apa yang ditawarkan kepada pelanggan. Dalam cross selling, kita menawarkan produk atau layanan tambahan yang terkait dengan apa yang sudah dibeli pelanggan (horizontal).

Sedangkan dalam upselling, kita mencoba untuk menjual versi lebih mahal atau upgrade dari apa yang sudah atau akan dibeli pelanggan (vertical).

Kapan Memilih dan Menggunakan Cross Selling dan Upselling?

Kapan sebaiknya kita menggunakan cross selling dan kapan menggunakan upselling? Pada dasarnya, keduanya bisa digunakan dalam situasi yang berbeda, tergantung pada produk atau layanan yang ditawarkan dan kebutuhan pelanggan.

Cross selling biasanya efektif saat kita memiliki berbagai produk atau layanan yang saling melengkapi. Contohnya, jika kamu menjual laptop, cross selling bisa berarti menawarkan mouse, tas laptop, atau software antivirus.

Cross selling membantu pelanggan mendapatkan semua yang mereka butuhkan di satu tempat, meningkatkan kepuasan dan loyalitas mereka.

Di sisi lain, upselling biasanya efektif saat ada produk atau layanan dengan berbagai tingkat kualitas atau fitur. Contohnya, jika kamu menjual tiket pesawat, upselling bisa berarti menawarkan tiket kelas bisnis atau pertama dibandingkan kelas ekonomi.

Upselling memberikan nilai tambah kepada pelanggan dengan memberikan produk atau layanan yang lebih baik, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.

Untuk lebih memahami cross selling dan upselling, mari kita lihat contoh-contoh studi kasus yang relevan dan menarik.

Pertama, kita bicara tentang Tokopedia, yang merupakan salah satu raksasa e-commerce Indonesia. Tokopedia adalah contoh klasik perusahaan yang menggunakan cross selling dan upselling dengan sangat efektif.

Ketika kamu masuk dan mulai berbelanja ke Tokopedia, kamu akan melihat bagaimana teknologi machine learning dan mungkin AI Tokopedia merekomendasikan sejumlah produk lain yang mungkin kamu butuhkan atau sukai. Ini adalah contoh dari cross selling.

Selanjutnya, Tokopedia juga menawarkan versi lebih mahal dari produk yang kamu lihat dengan fitur atau kualitas yang lebih baik. Misalnya, jika kamu melihat laptop dengan RAM 8GB, Tokopedia mungkin akan memberikan kesempatan si seller/ merchant untuk menawarkan versi yang sama tetapi dengan RAM 16GB. Ini adalah contoh dari upselling.

Kedua, kita bicara tentang McDonald's, salah satu raksasa makanan cepat saji dunia. Ketika kamu memesan burger di McDonald's, kasir biasanya akan menawarkan untuk menjadikannya set meal dengan menambahkan kentang dan minuman. Ini adalah contoh dari cross selling.

Selanjutnya, McDonald's juga sering menawarkan untuk "meningkatkan ukuran" kentang goreng atau minumanmu dengan biaya tambahan. Ini adalah contoh dari upselling.

Apa yang 'Tidak Boleh' dilakukan dalam Melakukan Cross Selling dan Upselling?

Memanfaatkan teknik cross selling dan upselling bisa sangat menguntungkan dalam bisnis. Namun, penting untuk mengetahui apa yang harus dihindari saat melaksanakannya. Berikut adalah beberapa hal yang 'tidak boleh' dilakukan saat cross selling dan upselling, lengkap dengan contohnya.

#1 Jangan Menawarkan Produk atau Layanan yang Tidak Relevan

Cross selling dan upselling efektif jika produk atau layanan tambahan yang ditawarkan relevan dengan apa yang pelanggan beli atau inginkan. Menawarkan produk atau layanan yang tidak relevan hanya akan membuat pelanggan bingung dan merasa tidak dihargai.

Misalnya, jika seorang pelanggan membeli kamera digital, menawarkan memory card atau tas kamera adalah contoh cross selling yang baik. Namun, menawarkan kopi atau buku mungkin tidak relevan dan bisa menurunkan kepercayaan pelanggan.

Apakah kamu pernah mendengar kehebohan tentang salah satu waralaba fast food yang menawarkan CD lagu sebagai bundling penjualan yang akhirnya menjadi kontroversi di kalangan pelanggannya karena dinilai gak nyambung? itu salah satu contoh cross selling yang mungkin dianggap tidak berhasil dan harus dihindari.

#2 Jangan Menekan Pelanggan

Upselling dan cross selling seharusnya memberikan nilai tambah kepada pelanggan, bukan membuat mereka merasa ditekan. Jika pelanggan merasa ditekan untuk membeli lebih, mereka mungkin merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk tidak membeli sama sekali.

Misalnya, jika seorang pelanggan membeli laptop dan kamu menawarkan upgrade ke versi yang lebih mahal, penting untuk menghargai keputusan mereka jika mereka menolak. Tekanan berlebihan hanya akan menjauhkan pelanggan.

#3 Jangan Mengabaikan Kebutuhan dan Anggaran Pelanggan

Setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan anggaran yang berbeda. Sebagai sales, tugas kita adalah memahami kebutuhan dan anggaran ini dan menawarkan produk atau layanan yang sesuai.

Misalnya, jika seorang pelanggan mencari smartphone dengan anggaran terbatas, menawarkan model termahal mungkin bukan ide yang baik. Sebaliknya, menawarkan model yang sesuai dengan anggaran mereka dan menawarkan aksesori yang relevan mungkin lebih efektif.

#4 Jangan Mengabaikan Nilai dan Relationship Jangka Panjang dari Pelanggan

Salah satu tujuan utama cross selling dan upselling adalah meningkatkan nilai transaksi saat ini. Namun, jangan lupakan nilai jangka panjang dari pelanggan. Jika pelanggan merasa dihargai dan mendapatkan nilai dari pembelian mereka, mereka lebih mungkin untuk kembali dan membeli lebih di masa depan.

Misalnya, jika seorang pelanggan membeli sepatu lari dan kamu menawarkan kaos kaki olahraga sebagai cross sell, kamu juga bisa memberikan diskon untuk pembelian kaos kaki di masa depan. Ini tidak hanya meningkatkan penjualan saat ini, tetapi juga membina hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

#5 Jangan Lupakan Pelatihan Sales

Cross selling dan upselling adalah teknik penjualan yang memerlukan keterampilan dan pelatihan. Jangan lupakan untuk melatih tim salesmu agar mereka memahami cara kerja cross selling dan upselling dan bagaimana melakukannya dengan efektif.

Misalnya, latih salesmu untuk memahami produk dan layanan yang ditawarkan, cara mengidentifikasi peluang untuk cross selling dan upselling, dan cara berkomunikasi dengan pelanggan dengan cara yang efektif, menghargai dan memahami kebutuhan mereka.

Untuk sales yang masih awam, penting untuk memahami perbedaan antara cross selling dan upselling. Kedua strategi ini bisa membantu kamu mencapai target penjualanmu, asalkan kamu tahu kapan dan bagaimana menggunakannya dengan efektif.

"There's always something to suggest that you'll never be who you wanted to be. Your choice is to take it or keep on moving." -Phylicia Rashad

Ingatlah, tujuan utama kita sebagai sales bukan hanya menjual produk atau layanan, tetapi juga memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Dengan cross selling dan upselling, kita bisa mencapai tujuan ini sambil meningkatkan penjualan kita.

Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun