Penulis melihat bahwa pantun ini memiliki arti nilai bahwa pahit-manis hidup seorang dalam merantau ke tanah lain patut disyukuri apapun hasil yang diterima.
Efek Kesenangan
"Hampir Leman melompat dari tempat duduknya lantaran kegirangan, lupa dia bahwa Poniem belum jadi istri-nya. Kalau tidaklah karena malu kepada orang yang lalu lintas di sebarang tanah lapang itu, maulah rasanya dia merangkul perempuan muda itu ke dalam pelukannya." Â (Hamka, 1939, p. 17)
Leman menunjukkan ekspresi kebahagiaan yang ia rasakan setelah Poniem bersedia untuk menjadi istrinya. Hamka menggambarkan situasi yang dapat dirasakan pembaca melalui kutipan dan percakapan antara Leman dan Poniem, tentang bagaimana keinginan Leman akhirnya dapat terkabulkan.
"Poniem..." ujar Leman. Air mata Leman pun mengalir tidak tertahan lagi. "Poniem, dengan apa jasamu Abang balas?" Â (Hamka, 1939, p. 37)
Poniem menumpahkan kepercayaannya dalam hidup berdua dengan memberikan harta emas agar perniagaan Leman bisa dikembangkan. Leman yang sebelumnya bermuka muram karena habisnya uang modal tak cukup kuat menahan rasa bahagianya setelah melihat emas itu. Pembaca dapat memahami kesenangan Leman setelah pergulatan Leman yang berbuah baik berkat bantuan istrinya. Sejak itu, Leman tidak lagi selalu terpaku pada ajaran kampung halamannya yakni berjuang sendiri agar seorang istri hanya dapat 'terima beres', tetapi selalu berdua bahagia dalam berniaga dan berkeluarga.Â
Efek Kepedihan
Remuk, bagai kaca terhempas ke batu rasa hati Poiem. Sakit, tetapi ke mana kana diadukan. Telah lepas segala mimpinyam sudah tamat cerita keberuntungannya. Â (Hamka, 1939, p. 94)
...
Baru saja suaminya pergi, Poniem masuk kembali ke dalam kamarnya. Di sana dihantamnya menangis sepuas-puasnya. Dia tidur berbaring, kadang-kadang menghadap ke kiri dan kadang-kadang menghadap ke kanan. Langkah Leman sejak meninggalkan rumah sampai tiba di rumah Mariatun hingga mengadakan ijab dan kabul, semuanya itu seakan-akan teradengar di telinganya. Setiap diingatnya, air mata pun timbul pula kembali. Â (Hamka, 1939, p. 98)
...