Mohon tunggu...
Clara K
Clara K Mohon Tunggu... Musisi - SDHLC

Waktu terus berjalan, tanpa henti. Begitu pula saya, tenggelam dalam imaginasi yang tak terbatas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perubahan, Hindari atau Hadapi?

25 November 2024   09:37 Diperbarui: 25 November 2024   10:36 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya perubahan. Sebagai manusia, kita selalu menghadapi perubahan. Terkadang, kita lah yang membuat perubahan itu sendiri. Atau mungkin, keadaan dan kebutuhan di situasi tertentu yang membuat kita harus berubah.

Sebenarnya, apa itu perubahan? 

Menurut Soerjono Soekanto, Perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku.

Menurut saya sendiri, perubahan sosial adalah perubahan yang berdampak pada Masyarakat. Jika disimpulkan, perubahan sosial merupakan perubahan pada Lembaga kemasyarakatan yang berdampak pada sistem sosial, nilai, sikap, dan pola perilaku.

Perubahan sosial sendiri memiliki banyak jenis. Ada proses perubahan sosial yang berlangsung lama dan terjadi tanpa dikehendaki Masyarakat, yaitu Evolusi. Sedangkan Revolusi merupakan perubahan sosial yang terjadi selama periode cepat dan terjadi tanpa direncanakan.

Lalu juga ada perubahan sosial yang dikaitkan dengan pengaruhnya. Yaitu perubahan besar dan perubahan kecil. Perubahan kecil berdampak pada unsur struktur sosial secara tidak langsung. Sedangkan perubahan besar berperan besar terhadap masyarakat.

Perubahan sosial bisa dikaitkan dengan perencanaan. Dimana perubahan direncanakan oleh pihak yang ingin mengadakan perubahan, disebut dengan perubahan yang direncanakan. Sebaliknya, perubahan yang tidak direncanakan yaitu perubahan yang di luar jangkauan masyarakat. Biasanya terjadi ketika ada wabah atau bencana sosial.

Perubahan sosial secara spesifik berpengaruh kepada struktur. Hal ini bisa dilihat di jenis perubahan sosial selanjutnya. Perubahan struktural, yaitu adanya perubahan mendasar sampai adanya reorganisasi masyarakat. Berbeda dengan proses, Dimana tidak adanya perubahan signifikan. Namun hanya menyempurnakan apa yang sudah ada.

Sejak kita merdeka (tepatnya 17 Agustus 1945)  bangsa kita mengalami perubahan sosial. Dimana perubahan selalu berdampak ke lembaga kemasyarakatan yang ada. Kita memang tidak akan bisa menghindari perubahan. Sampai kapanpun kita akan menemukan perubahan. Bahkan sesudah kita merdeka, bangsa kita tidak luput dari perubahan.

Kita bisa melihat dari adanya peristiwa PKI Madiun 1948. Dimana terjadinya konflik bersenjata antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Terjadi di Madiun, Jawa Timur. Peristiwa ini berlangsung selama 13 hari, dari tanggal 18 hingga 30 September 1948.

Latar belakang dari peristiwa ini adalah jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin. Dikutip dari Sindonews, peristiwa ini dimulai ketika Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) pada 27 Februari 1948 dengan tujuan mengurangi beban milik negara dalam bidang ekonomi, terutama terhadap menggaji tenaga tentara militer pada saat itu. Menggantikan kabinet Amir. Lantaran hal ini semakin membuat adanya pemberontakan, Amir kemudian membuat Front Demokrasi Rakyat (FDR)

Tujuan pemberontakan ini adalah mengganti Pancasila dengan Komunisme, membentuk negara Republik Indonesia Soviet, dan mengajak petani dan buruh untuk memberontak. Peristiwa ini jelas termasuk ke perubahan sosial, tepatnya ke arah perubahan besar dan struktural. Pada kala itu, pengaruh PKI di Indonesia menjadi turun dan negara semakin memperkuat kontrolnya atas berbagai organisasi politik (termasuk aliran komunis)

Belum selesai sampai disitu, bangsa Indonesia juga menghadapi peristiwa DI/TII. Atau dikenal sebagai  Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Gerakan pemberontakan yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) Gerakan ini secara masal terjadi di berbagai daerah, Aceh (dipimpin oleh Tengku Muhammad Daud Beureueh), Sulawesi Selatan (dipimpin oleh Kahar Muzakar), dan di Kalimantan Selatan (dipimpin oleh Ibnu Hajar)

DI/TII sendiri pertama kali terjadi di Jawa Barat pada tahun 1949. Di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo atau S.M. Kartosuwiryo. Di Jawa Barat, pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan Kartosoewirjo terhadap kemerdekaan Republik Indonesia. Di Aceh, pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh penurunan status Aceh menjadi karesidenan dan keinginan pusat untuk menggabungkan Aceh dengan Sumatera Utara.

Sedangkan di Sulawesi Selatan, pemberontakan ini dilatarbelakangi kekecewaan Kahar Muzakkar terhadap kebijakan pemerintah yang menolak pasukannya utnuk bergabung dengan APRIS. Lalu, di Kalimantan Selatan juga kurang lebih memiliki latar belakang yang sama. Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang direncanakan. Kita bisa melihat bagaimana adanya serangan yang dilakukan untuk mengubah negara ini menjadi NII.

Selanjutnya ada APRA, singkatan dari Angkatan Perang Ratu Adil. Sebuah pemberontakan dari kelompok militer yang pro-Belanda. Peristiwa ini terjadi di Bandung, 23 Januari 1950. APRA sendiri bertujuan untuk mempertahankan negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Soekarno. APRA didirikan oleh Raymond Westerling, mantan Kapten Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL)

Pada kala itu,  ada kalangan yang tidak sepakat dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Jawa Barat. Dilansir dari Kompas, Seperti diketahui hasil dari KMB termasuk di antaranya memutuskan bahwa kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL (Koninklijk Leger) dari Indonesia, sementara tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI.

Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang besar karena berdampak kepada Masyarakat. Setelah adanya pemberontakan APRA ini, banyak tentara yang gugur, kondisi negara yang berantakan, ditambah terganggunya proses pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan hasil dari KMB.

Juga ada peristiwa pemberontakan Andi Azis. Terjadi pada 5-15 April 1950 di Makassar, Sulawesi Selatan. Peristiwa ini dilatarbelakangi penolakan Andi Azis terhadap rencana penyatuan NIT ke dalam bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena pada kala itu, perjanjian dalam KMB merupakan tipuan Belanda untuk memecah belah Indonesia. Keputusan KMB tidak bertahan lama dan golongan unitaris mengajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga wilayah-wilayah termasuk NIT melebur di dalamnya.

Dengan adanya pemberontakan ini, Andi Azis ingin mempertahankan NIT. Selain itu, adanya penuntutan pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT. Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang direncanakan karena Andi Azis berhasil menyerang ke markas TNI dan terbentuknya pasukan bebas.

Peristiwa dengan latar belakang yang mirip juga terjadi di Ambon, tepatnya pada 25 April 1950. Dinamakan RMS, singkatan dari Republik Maluku Selatan. Merupakan Gerakan separatis. Tujuan dari RMS sendiri adalah Memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (NIT) dan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan dipimpin oleh Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan Jaksa Agung NIT.

Peristiwa RMS dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu antara lain pertentangan antara golongan unitaris dan federalis serta ketidakpuasan terhadap proses kembalinya RIS ke NKRI. RMS sendiri berkeinginan untuk mempertahankan NIT sebagai negara federal. Namun, Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil menumpas dengan cara diplomasi dan militer. Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang direncanakan karena RMS ingin memisahkan diri.

Masih di rentang tahun yang sama, muncul Gerakan separatis di Indonesia yaitu PRRI. Singkatan dari Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat seperti Pemerintah pusat yang dianggap mengistimewakan Jawa dalam pembangunan daerah. Gerakan ini dipimpin oleh beberapa tokoh,   Letnan Kolonel Ahmad Husein, Mr.Sjafruddin Prawiranegara, dan Mr. Assaat Dt. Mudo.

PRRI bertujuan untuk menuntut adanya pemerataan Pembangunan serta ekonomi, antara pulau Jawa dan pulau lain. PRRI juga menuntut adanya pembubaran cabinet Djuanda dan otonomi daerah yang adil. Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang besar dan direncanakan karena berdampak kepada Masyarakat banyak. Kurang lebih ada 20 ribuan korban jiwa, perpecahan antar daerah, dan terjadinya inflasi serta deflasi di beberapa daerah.

Berbicara tentang Gerakan separatis, hadirnya Perjuangan Rakyat Semesta atau yang disingkat sebagai Permesta. Permesta merupakan Gerakan separatis militer, pada 2 Maret 1957. Dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual. Permesta dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat serta kebijakan yang ada.

Pemberontakan ini terjadi dalam waktu yang bisa dibilang tidak singkat. Terjadi selama beberapa tahun, 1957-1961. Permesta sendiri bertujuan menuntut otonomi dan desentralisasi, serta agar kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat memperhatikan aspirasi daerah luar Jawa. Peristiwa ini masuk ke perubahan sosial yang direncanakan karena banyaknya korban jiwa, hubungan antar daerah juga menjadi renggang.

Peristiwa pemberontakan terakhir namun tidak pernah dilupakan, G 30 S/PKI. Peristiwa ini sangat bersejarah dan terjadi pada 30 September sampai awal 1 Oktober 1965. Dipimpin oleh DN Aidit, ketua PKI. G 30 S/PKI sendiri bertujuan untuk mengkudeta pemerintahan Presiden Sukarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.

Peristiwa ini terjadi bukan tanpa sebab, dilatarbelakangi salahsatunya karena usulan PKI untuk membentuk angkatan kelima yang menjadikan buruh dan petani sebagai kekuatan militer untuk mendukung operasi-operasi militer (dilansir dari Sindonews) Namun, dampak yang terjadi tidak main-main. Adanya pembataian yang diperkirakan sampai ratusan hingga ribuan jiwa, membuat trauma mendalam bagi Masyarakat Indonesia membuat peristiwa ini sebagai perubahan sosial structural dan besar.

Semua pemberontakan yang menyebabkan adanya perubahan ini telah menimbulkan disintegrasi bangsa. Sudah berulang kali bangsa Indonesia terpecah belah hanya karena adanya perbedaan pendapat dan ideologi. Dari perubahan yang ada, tidak sedikit korban jiwa, belum lagi kerugian secara ekonomi, infrastruktur, dan militer. Membuat bangsa Indonesia memakan waktu yang lama untuk berkembang.

Perubahan sosial memang diperlukan demi kemajuan manusia. Namun, tidak dipungkiri kalau kadang dampaknya juga mengerikan bagi manusia. Ada yang menjadi terpecah belah, bahkan sampai memakan korban jiwa. Sangat disayangkan bahwa perubahan sosial dalam prosesnya melibatkan kekerasan. Tetapi jika tidak adanya kekerasan, mungkin pengaruh yang ada juga tidak terlihat.

Sebagai kesimpulan, perubahan sosial pasti akan terjadi dan terus terjadi. Tanpa kita sadari maupun secara sadar. Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial. Kita akan terus berkembang. Hal yang bisa lakukan adalah mengatur diri untuk menyikapi perubahan yang ada, karena kita tidak akan pernah bisa mencegah perubahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun