Pak tua Matius terdiam. Apa yang ia lakukan? ia berdiri dengan gagah sambil memejamkan mataya. Aku baru sadar di antara kami cuma dia yang memasang wajah tenang. Pak tua Matius yang memejamkan matanya, apa dia berdoa? Tak ada waktu untuk bertanya.
Monster-monster melompat-lompat melewati kapal kami dan mengelilingi kami. Apa yang ia mau? Kilat semakin kuat. Suara-Suara gemuruh semakin kencang. Ombak-ombak ini, apa Tuhan yang memutarkan laut ini?
Tidak, Orhan yang sombong pingsan. Benedict  juga ketakutan sampai kehilangan dirinya. Para pekerja,di mana mereka? Ah ,mereka juga pingsan. Semuanya kacau, ada apa dengan diriku. Aku tak bisa merasakan diriku sendiri. Kesadaranku, wahai kesadaranku. Turunlah, turunlah, cabut roh ku wahai Tuhan.
Langit hari ini cerah. Ombak-ombak sengat tenang bagaikan menari-nari dengan irama musik yang indah. Kupikir aku sudah tiada, aku melihat sekitarku. Orhan, Benedict dan yang lain sudah sadar tetapi pak tua matius, ke mana dia? Tidak ada yang tau. Â Apa orang yang saleh itu dibawa tuhan saat kami tidak sadarkan diri? entahlah.
Beberapa bulan kemudian akhirnya kami sampai ke Yerusalem tempat di mana para manusia suci pernah menginjakan kakinya di sana.Tidak ada lagi yang membicarakan pak tua Matius. Pergilah, pergilah kau. Berbahagialah di sana di tempat kau menginjakan kaki, doa kami di nadimu pak tua Matius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H