"Haha, bukan kau yang mengatur waktu anak muda." Ujar sang kakek
"Kek, kalau boleh tahu siapa namamu dan dari mana asalmu."
"Namaku Matius, aku berasal dari kota yang sangat jauh di Inggris sana."
"Bagaimana perjalananmu bisa sampai di kapal ini?"
"Perjalananku sangat panjang nak, sangat panjang. Akan kuceritakan padamu jika kita punya waktu yang luang, karena aku harus beres beres di gudang penyimpanan."
"Ah, baik kek." Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
"Oh ya, siapa namamu."
"Suleyman kek, namaku Sulaiman. Katanya dipopulerkan oleh  penakluk Islam, itu nama nabiku. Konon katanya ia juga raja di Jerusalem. Menarik bukan, ia adalah nabi sekaligus raja."
"Anak muda, semua orang juga tau, begitu juga aku."
Dia pun meninggalkanku dan masuk ke dalam ruangan kapal, sedangkan aku masih berdiri menyaksikan indahnya langit biru beserta burung-burung yang hanya terlihat bagaikan garis-garis hitam dalam pandanganku.
Kami dalam perjalanan, semua menikmati posisinya. Benedict menyapaku dan menyuruhku agar segera istirahat, tetapi aku masih ingin menikmati ombak-ombak kecil ini. Dari posisiku sekarang yang terlihat hanyalah lautan biru muda cerah, indah sekali sampai-sampai aku membuat  beberapa puisi cinta disini walaupun aku tak pernah mendapatkan cinta sama sekali. Hidup ku penuh dengan petualangan, sejak kecil aku sudah berlayar ke sana kemari bersama pekerja-pekerja kasar seperti mereka yang di pekerjakan Benedict tadi, bila ingat masa-masa itu aku ingin sekali tertawa dan menangis. Saat itu hidupku susah. Sampai sekarang juga susah.
Beberapa minggu sudah kami lewati, aku sangat kecewa Orhan yang sok terlihat Islam malah sering mabuk-mabukan bersama para pengawalnya. Memang pada dasarnya dia cuma pecundang yang kaya,mungkin saja bila aku bertemu dengannya dia akan membawa penari arab untuk memuaskan hasratnya.
Tiba tiba langit berawan,dan cuaca mulai terlihat gelap. Hujan turun, tidak biasanya pada musim seperti ini turun. Entah kenapa perasaanku tidak enak,tetapi aku tidak mau masuk ke dalam untuk berteduh, yang lain juga begitu, mereka juga terlihat aneh akan keadaan seperti ini.
Gemuruh hujan merebak. Ombak-Ombak berputar, matahari tak terlihat sinarnya. Gelap,a ku tak bisa melihat. Bulu kuduk merinding, kami ketakutan. Roh seperti ditarik. Kapal kami terombang-ambik tak tentu arah. Habis lah kami.
Buih-buih dari lautan muncul. Air menggumpal naik melewati angan-angan kami. Ada apa disana? Apa itu monser seperti yang pernah dikatakan para pedagang Cina? Oh,Tuhan, cuma ketakutan yang menempel di wajah kami. Harapan-Harapanku pergi tak tahu ke mana.
Laut membelah, terlihat sosok hitam yang tidak pernah aku, yang bahkan seorang pengelana pun, tidak pernah melihatnya. Aku, yang telah melihat berbagai macam bentuk manusia, Jawa, Mongol, Jepang, Cina, rambut kuning, rambut merah, tapi tidak tahu makluk apa itu. itu bukan naga seperti yang diceritakan pedagang Cina. Bukan Paus raksasa seperti yang menelan Nabi Yunus. Bukan monster-monster yang diceritakan Herodotus.Â
Habislah, habislah kami.
"Ya  Allah selamatkan aku!!!" Orhan berteriak dengan kencangnya
Yang kulakukan hanyalah melihat makhluk tersebut. Ternyata masih banyak misteri yang tidak ketahui manusia. Sungguh Tuhan maha pencipta segalanya.
Ini adalah akhir bagi kami. Aku mungkin pada akhirnya tidak akan pernah menginjakkan kaki ke tanah suci Yerusalem. Tanah di mana Nabi naik ke langit. Tanah di mana Nuh dan Sulaiman menjadi Raja. Tanah yang dahulu ditempati oleh bangsanya Jalut. Tanah yang dahulu ditempati bangsa Romawi dan Yunani.
Pak tua Matius terdiam. Apa yang ia lakukan? ia berdiri dengan gagah sambil memejamkan mataya. Aku baru sadar di antara kami cuma dia yang memasang wajah tenang. Pak tua Matius yang memejamkan matanya, apa dia berdoa? Tak ada waktu untuk bertanya.
Monster-monster melompat-lompat melewati kapal kami dan mengelilingi kami. Apa yang ia mau? Kilat semakin kuat. Suara-Suara gemuruh semakin kencang. Ombak-ombak ini, apa Tuhan yang memutarkan laut ini?
Tidak, Orhan yang sombong pingsan. Benedict  juga ketakutan sampai kehilangan dirinya. Para pekerja,di mana mereka? Ah ,mereka juga pingsan. Semuanya kacau, ada apa dengan diriku. Aku tak bisa merasakan diriku sendiri. Kesadaranku, wahai kesadaranku. Turunlah, turunlah, cabut roh ku wahai Tuhan.
Langit hari ini cerah. Ombak-ombak sengat tenang bagaikan menari-nari dengan irama musik yang indah. Kupikir aku sudah tiada, aku melihat sekitarku. Orhan, Benedict dan yang lain sudah sadar tetapi pak tua matius, ke mana dia? Tidak ada yang tau. Â Apa orang yang saleh itu dibawa tuhan saat kami tidak sadarkan diri? entahlah.
Beberapa bulan kemudian akhirnya kami sampai ke Yerusalem tempat di mana para manusia suci pernah menginjakan kakinya di sana.Tidak ada lagi yang membicarakan pak tua Matius. Pergilah, pergilah kau. Berbahagialah di sana di tempat kau menginjakan kaki, doa kami di nadimu pak tua Matius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H