Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

(Bukan) Senjakala Buku Cetak

22 Agustus 2018   20:26 Diperbarui: 23 Agustus 2018   03:49 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merupakan alasan yang sangat subjektif namun juga paling banyak diungkapkan oleh peserta jajak pendapat iseng saya, perasaan yang muncul saat membaca buku cetak tidak bisa digantikan oleh sensasi membaca buku elektronik. 

Menurut mereka, kebahagiaan saat membuka plastik sampul buku baru, mencium wangi kertas yang khas, dan rasa yang muncul saat membolak-balik halaman adalah komponen pengalaman membaca yang penting. Tiga hal ini tidak bisa didapatkan dengan membaca buku elektronik.

Alasan "bau kertas" ini juga merupakan alasan pribadi saya. Saya memiliki banyak memori tentang buku dan bau kertas ini, termasuk kenangan masa kecil membaca tumpukan buku tua milik mendiang Bapak.

2. Kenyamanan

Faktor teknis menjadi alasan yang juga muncul. Buku, dengan panjang yang beragam namun tentu tak sependek berita satu halaman, memerlukan waktu yang lebih lama untuk dibaca. 

Beberapa teman mengungkapkan bahwa membaca buku elektronik di layar gawai membuat mata lebih cepat lelah, juga kurang nyaman untuk dipegang (bergantung pada berat gawai yang digunakan).

Membaca buku elektronik di telepon genggam memang cenderung tidak mengenakkan karena ukuran layar dan paparan cahaya. Tablet bisa menjadi pilihan karena memiliki ukuran layar yang lebih besar dan berat yang bervariasi. 

Ebook readers khusus seperti Kindle pun kemudian disesuaikan ukuran, keringanan, dan tingkat kecerahan layarnyanya untuk meningkatkan kenyamanan membaca.

Harus dibaca di gawai ini juga membuat beberapa orang merasa bahwa mereka menghabiskan terlalu banyak waktu dengan gawai mereka. Masih ada anggapan bahwa mereka yang melakukan itu adalah orang yang adiktif dengan media/dunia daring, meski juga tak sepenuhnya benar.

3. Buku elektronik terlalu "seragam"

Bisa jadi berhubungan dengan faktor kenyamanan, buku cetak memiliki lebih banyak variasi jenis dan ukuran huruf (font) serta gambar/ilustrasi. Keragaman inilah yang masih jarang dijumpai di buku elektronik. Kebanyakan buku elektronik memiliki jenis dan ukuran huruf yang mirip-mirip dan tidak ada/sedikit gambar, untuk membuat ukuran file-nya lebih optimal. 

Buku elektronik didesain untuk tidak terlalu memenuhi ruang penyimpanan gawai dan juga mempertimbangkan kemampuan gawai untuk membaca jenis huruf yang berbeda; karenanya jenis huruf yang digunakan memang monoton. 

Keseragaman ini menghilangkan kesan unik yang muncul saat membaca buku, karena banyak buku yang memiliki jenis huruf khas (faktor penerbit/desainer/penulis) yang menjadi branding mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun