Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Buat Apa Jadi PNS?

16 September 2017   14:34 Diperbarui: 18 September 2017   08:54 10856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pemerintah mulai membuka formasi baru CPNS di berbagai kementerian dan lembaga (K/L), maka mulailah juga beberapa teman mengabarkan formasi ini itu di sana sini kepada saya. Dengan pesan pribadi, mereka membagikan informasi tersebut, terutama di K/L yang membuka penerimaan untuk seseorang dengan kualifikasi akademis yang bisa saya masuki. Pengiriman pesan ini selalu terjadi ketika penerimaan CPNS dibuka, banyak yang ngojok-ojoki (apa ya bahasa Indonesianya? Mendorong? Meminta?) saya untuk melamar.

Alasan mereka menghubungi saya rata-rata sama: usia saya masih masuk rentang usia yang dimaksud, jurusan kuliah saya sesuai dengan kualifikasi, gelar yang saya miliki juga. Ketika saya bertanya pada seorang teman apa alasannya, ybs menjawab singkat, "Soalnya pemerintah butuh orang-orang muda cerdas kayak kamu, Cit..."

Ahaha. Saya tersanjung, beneran. Tapi jangan diteruskan, nanti hayati jadi sombong.

Kehidupan PNS

Kedua orangtua saya PNS, keduanya guru. Saya sudah melihat bagaimana kehidupan PNS, apa manfaatnya, bagaimana sistem kerjanya, seperti apa birokrasinya. Bagi kedua orangtua saya, menjadi PNS adalah pilihan yang "menenangkan": pekerjaannya jelas, aturannya juga jelas, dengan segala manfaat yang bisa diterima karena telah mengabdi pada negara, termasuk asuransi kesehatan dan uang pensiun.

Sebelum ada BPJS Kesehatan, periksa ke puskesmas/rumah sakit terasa mudah dengan AsKes. Kalau mau berhutang, lebih gampang (katanya); karena bank lebih mau memberikan pinjaman pada PNS yang notabene terjamin pekerjaannya. Rasanya itu manfaat yang saya kira paling menarik: selama tidak melanggar hukum, ndak akan dipecat.

Banyak pula anggota keluarga besar saya yang menjadi PNS, jadi "tekanan" untuk menjadi PNS itu bisa dibilang datang dari mana-mana. Mereka heran saja mengapa saya tak mau menikmati semua manfaat tadi jika saya memiliki kualifikasi yang sesuai untuk jadi pegawai atau dosen.  

Lalu, mengapa saya tidak (atau belum?) tertarik menjadi PNS?

Anak Millenial

Meski secara umur saya termasuk generasi millennial, saya termasuk millennial golongan tua. Perilaku saya memang secara umum masuk dalam tipikal generasi millennial: menyukai kebebasan. Dan perilaku ini sangat mempengaruhi pola pikir saya dalam memutuskan sesuatu.

Di usia legal (18 tahun), saya "dilepas" oleh orangtua saya. Sejak bisa merasakan kebebasan memilih dan memutuskan (serta menanggung konsekuensinya), saya jauh lebih berani menggali minat, keinginan, dan cita-cita. Saya pilih kota tempat saya kuliah, juga universitasnya, dan jurusannya. Saya bepergian sendiri jalan-jalan, naik kereta, naik bus, ke tempat-tempat yang saya belum pernah kunjungi sebelumnya. Kebebasan itu secara harfiah memang benar-benar membebaskan saya untuk mengenal diri dan melihat sejauh mana saya bisa berkembang.

Hingga untuk pilihan bekerja, saya masih menganut prinsip yang saya: saya bisa "tumbuh" ketika ada ruang pengembangan. Ruang inilah yang saya belum lihat ada dalam sistem pemerintahan. Dengan birokrasi yang runtut, berlapis, juga aturan dalam segala hal termasuk cara berpakaian; secara logika saya tahu saya tak akan cocok berada di sana. Sederhana saja, mana ada kantor pemerintahan yang memperbolehkan pegawainya masuk kerja memakai celana jins ripped dengan kaos merah bergambar kucing?

Itu terlihat tak essensial, memang. Hanya saja, saya mengamati bahwa enabling environment, lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk berkembang, itu juga mencakup hal-hal sederhana yang tak terpikirkan. Banyak millennial lain yang memiliki pemikiran serupa dengan saya. Kurang leganya kami untuk bisa bereksperimen, berinovasi, dan mengekspresikan diri memang membuat kami memilih untuk bekerja di tempat yang memberikan ruang gerak lebih.

Melakukan inovasi itu mahal, lho. Mahal bisa dari segi biaya, bisa dari segi waktu. Katakan kita mau berinovasi menyajikan informasi pada publik dengan berbagai kanal sosial media, diperlukan konsistensi untuk menulis pesan, juga mengambil gambar. Pesannya tak sampai, harus mencari bentuk infografis yang bagus. Gambar tak berhasil, coba dengan video. Siklus mencoba, melihat hasilnya, mengulang kembali ini perlu waktu dan tenaga, bisa jadi perlu alat baru. Jika proses mengulangnya banyak, bisa jadi ada yang tak terdokumentasikan. Bayangkan jika ini terjadi di kantor pemerintahan. Semua orang punya tupoksi, mau membeli alat sudah harus diajukan penganggarannya sejak awal tahun, belum laporan-laporan administrasi yang harus diselesaikan. Tak ada dokumentasi, tak bisa dipertanggungjawabkan; padahal ini penting bagi birokrasi pemerintahan.

Generasi millennial juga SANGAT memerlukan mentor, menurut pendapat saya. Cinta kebebasan tadi harus diimbangi dengan masukan yang konstruktif dari orang lain. Dengan adanya mentor, baik teknis atau non teknis, baik resmi atau tak resmi; kami bisa berkembang dengan jalur yang terarah dan tidak seenaknya sendiri. Proses mentoring ini sepertinya agak sulit dilakukan di birokrasi pemerintahan, karena atasan tak serta merta bisa/mau jadi mentor sementara alur birokrasinya begitu. Masuk jadi pegawai junior juga sulit mendapat mentor dari atasan yang jauh lebih tinggi atau yang lintas departemen.

Bagi saya, ini bukan soal mana yang lebih benar atau lebih baik. Selain job fit, organizational fit juga penting dalam pekerjaan. Kualifikasi memenuhi tak serta merta menjamin kecocokan pekerja dengan tempatnya bekerja. Tempat kerja bagus, gaji oke, tunjangan ada, pensiun terjamin; semua kemewahan itu belum tentu cocok dengan karakter pekerja yang berbeda-beda.

Jadi pun ketika generasi millennial memilih untuk tidak atau belum mau jadi PNS, mereka dalam kebebasan untuk memilih itu dengan alasan yang juga beragam. Kami yang menyukai kebebasan, tentu cenderung memilih tempat kerja yang punya ruang pengembangan agak luas. Kami yang menginginkan bimbingan, bisa jadi memilih tempat kerja yang menyediakan itu.

Pada akhirnya saya percaya, berkarya itu bisa dilakukan di mana saja. Berkontribusi pada kemajuan bangsa juga tidak eksklusif dimiliki PNS dan penyelenggara negara saja, bisa dilakukan semua warga negara.

Salam hangat,

Citra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun