Mohon tunggu...
Citra Nabila
Citra Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Lampung

Saya merupakan Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Policy Brief: Mengurangi Ketergantungan Impor Beras untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

18 Desember 2024   23:46 Diperbarui: 18 Desember 2024   23:59 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ringkasan Eksekutif

Kegiatan impor merupakan kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Impor beras dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di Indonesia. Ketika impor lebih besar dibandingkan dengan ekspor bukanlah suatu hal yang baik. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Kebijakan impor yang berkelanjutan setiap tahun akan membuat Indonesia bergantung pada negara lain untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Pendahuluan

Memasuki era globalisasi sekarang ini dan perdagangan bebas, serta persaingan hidup semakin tinggi, arus perdagangan barang dan/atau jasa semakin meluas bahkan melintasi batas-batas wilayah suatu negara dan kebutuhan masyarakat akan informasi juga semakin tinggi. Kebutuhan mendasar yang sangat dibutuhkan manusia untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya adalah pangan. Pengertian tentang pangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Indonesia merupakan salah satu negara yang masyarakatnya masih banyak bekerja di bidang pertanian, Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris dengan sumber daya alam yang berlimpah, namun kondisi ini tidak serta merta menjadikan masyarakat Indonesia dapat mengakses pangan dengan mudah dan murah. Jumlah penduduk Indonesia cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di indonesia tergolong tinggi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020--2022 terus meningkat hingga mencapai 275 juta jiwa (BPS, 2022). Sementara lahan untuk ketersediaan pangan bukannya bertambah melainkan semakin berkurang karena berubah menjadi infrastruktur nonpertanian seperti perumahan/pemukiman penduduk. Hal tersebut menyebabkan penurunan produktivitas pertanian dan berimbas pada penurunan ketersediaan bahan pangan. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap jumlah ketersediaan dan pemanfaatan pangan. 

Beras adalah makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia. Ketika jumlah penduduk semakin meningkat, maka konsumsi beras akan meningkat pula. Tingkat ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras cukup tinggi, yang akan menimbulkan masalah jika terjadi kelangkaan. Masalah-masalah ini dapat membahayakan pasokan makanan negara. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, jumlah penduduk yang sangat besar diikuti dengan tingkat konsumsi yang besar pula, sehingga permintaan untuk pangan tergolong tinggi (Salsyabilla, 2010). Peningkatan produksi yang tidak begitu besar dapat menyebabkan terjadinya ketergantungan impor disebabkan peningkatan produksi akan dibarengi dengan peningkatan konsumsi yang berasal dari peningkatan jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan tingkat kemandirian suatu negara untuk memenuhi kebutuhan permintaan penduduknya dari produksi dalam negeri akan semakin kecil (Alderiny, et.al, 2019 dalam Paipan, S., & Abrar, M. 2020). Ketidakmampuan suatu negara dalam menjamin kecukupan pangan juga dikarenakan kurangnya investasi pada sektor pangan yang pada akhirnya justru pemerintah terlalu bergantung pada kebijakan impor (Diagne, et.al, 2013 dalam Paipan, S., & Abrar, M. 2020). Kegiatan impor merupakan kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. 

Deskripsi Masalah

Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan pada pasal satu memberikan definisi tentang ketahanan pangan sebagai "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan". Sedangkan Badan Pangan Dunia (FAO) memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi di mana tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dari segi mutu pangan dan jumlah pangan pada setiap saat untuk hidup sehat aktif dan produktif (Simatupang 2007 dalam Salasa, A. R. 2021). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, terdapat tiga dimensi utama dari ketahanan pangan yaitu: (i) ketersediaan (availability); (ii) akses (accessability); dan (iii) keterjangkauan (affordability) (Syaukat 2011).

Peljor dan Minot (2010 dalam Salasa, A. R. 2021) menyatakan bahwa kemandirian/swasembada pangan (food sufficiency) merupakan kondisi di mana suatu negara dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakatnya yang berasal dari produksi dalam negeri daripada dengan membeli atau melakukan impor dari negara lain. Badan Pangan Dunia (FAO) menyebutkan bahwa kemandirian/swasembada pangan merupakan strategi yang ampuh dalam mewujudkan ketahanan pangan (Syaukat 2011 dalam Salasa, A. R. 2021). Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan, suatu negara harus berusaha mewujudkan kemandirian/swasembada pangan terlebih dahulu dan langkah melakukan impor pangan merupakan langkah antisipatif yang hanya ditempuh apabila pemerintah merasa aksesabilitas harga pangan dan jumlah ketersediaan pangan di pasar dirasa dalam kondisi mengkhawatirkan. Syaukat (2011) dalam Salasa, A. R. (2021) menyatakan ketahanan pangan nasional terjadi ketika terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan (supply and demand) akan kebutuhan pangan nasional pada tingkat harga dan jumlah ketersediaan di pasar yang dapat diakses oleh masyarakat. Dari pernyataan ini dapat diketahui, ketahanan pangan sangat dipengaruhi oleh aksesabilitas harga dan kesediaan pangan di masyarakat

Ketahanan pangan sangat penting, terutama untuk negara berpenduduk padat seperti Indonesia. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan terkait erat dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi, biaya hidup secara keseluruhan) dan kebijakan stabilitas nasional. Oleh karena itu ketahanan pangan merupakan prasyarat mutlak bagi pelaksanaan pembangunan nasional.

Ketersediaan pangan, keterjangkauan, dan distribusi merupakan komponen kunci dari gagasan ketahanan pangan. Ini juga menyoroti pentingnya asupan dan konsumsi makanan. Untuk mencapai ketahanan pangan, ketiga persyaratan yang terkait erat ini harus dipenuhi. Aspek ketersediaan tidak menunjukkan asal atau sumber makanan yang diterima. Impor pangan dapat dilakukan ketika situasi pangan dalam negeri sangat kritis. Ini adalah kebijakan yang tepat karena pasar dalam negeri tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pangan. Tetapi, hal ini akan merugikan negara pengimpor, jika melakukan impor terus menerus.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan tinjauan khusus mengenai komoditas beras yang diimpor Indonesia pada sepanjang berjalannya tahun 2024. Tercatat, jumlah komoditas beras yang diimpor Indonesia dari luar negeri pada Januari-November 2024 mencapai hingga 3,85 juta ton. Angka tersebut mengalami peningkatan 0,37 juta ton dibandingkan data periode Januari-Oktober 2024 di angka 3,48 juta ton beras. Sepanjang Januari-November 2024 asal impor beras Indonesia terutama berasal dari Thailand dengan volume 1,19 juta ton, atau kira-kira mencakup 30,97 persen dari total impor beras. Selanjutnya yakni dari Vietnam dengan volume 1,12 juta ton, atau kira-kira mencakup 29,01 persen dari total impor beras. Disusul Myanmar sebanyak 663,41 ribu ton dengan share 17,24 persen, Pakistan sebanyak 642,14 ribu ton dengan kontribusi 16,69 persen, serta India sebanyak 205,80 ribu ton yang mencakup 5,35 persen dari total impor beras.

Adanya impor beras secara berkelanjutan ini berdampak negatif terhadap petani lokal. Harga beras lokal akan jatuh dengan kedatangan beras impor yang dilakukan oleh pemerintah. Merosotnya harga padi mengakibatkan ketidakstabilan pendapatan yang diperoleh petani. Beras lokal akan kalah saing dengan beras yang diimpor dari negara lain. Gangguan ketahanan pangan pun terjadi, gagalnya persaingan beras lokal dengan beras impor menjadikan pasokan pangan domestik menurun. Kebijakan impor yang berkelanjutan setiap tahun akan membuat Indonesia bergantung pada negara lain untuk mencukupi kebutuhan pangan. Jika terjadi krisis pangan global, Indonesia akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan pangannya karena semua negara memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangannya sendiri dan membatasi ekspor pangan.

Kecenderungan kenaikan impor pangan akan menggerogoti kemandirian pangan, ketergantungan suatu negara akan impor pangan, akan mengakibatkan pengambilan keputusan atas segala aspek kehidupan menjadi tidak bebas atau tidak merdeka, dan karenanya negara menjadi tidak berdaulat secara penuh. 

Rekomendasi Kebijakan

Penguatan Teknologi dan Infrastruktur Pertanian Guna Meningkatkan Produksi Beras Lokal:

Memberikan subsidi alat dan mesin pertanian modern kepada petani seperti mekanisasi pertanian dan irigasi cerdas, meningkatkan akses petani terhadap teknologi, memberikan subsidi untuk benih unggul dan pupuk yang berkualitas kepada petani.

Menciptakan Diversifikasi Pangan yang Memiliki Nilai Gizi Setara Dengan Beras dan Terjangkau Bagi Masyarakat:

Mendorong konsumsi pangan alternatif seperti jagung, sorgum, dan umbi-umbian untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pola makan sehat berbasis pangan lokal.

Referensi

Akbar, R. M. J. I., Putri, V. Z. R., Arifah, N. A., Wikarsa, O. G., & Ramadhan, R. J. (2023). Krisis ketahanan pangan penyebab ketergantungan impor tanaman pangan di Indonesia. AZZAHRA: Scientific Journal of Social and Humanities, 1(2), 73-81.

Fauzin, F. (2021). Pengaturan impor pangan negara indonesia yang berbasis pada kedaulatan pangan. Jurnal Pamator: Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo, 14(1), 1-9.

Salasa, A. R. (2021). Paradigma dan dimensi strategi ketahanan pangan Indonesia. Jejaring Administrasi Publik, 13(1), 35-48.

Salsyabila, M. H. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Beras di Indonesia Periode 2000:01 -- 2009:04. Media Ekonomi Universitas Trisakti, 18 ( 2), 69-91.

Supriyanto, A.and Permatasari, R. D. (2022) 'Kesuksesan Muslimah Pelaku UMKM: Peran Dimensi Entrepreneurial Orientation', 10, pp. 267--286.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun