Mohon tunggu...
Citra azilla Nandyasha
Citra azilla Nandyasha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswi

anak Ekonomi Islam minangkabau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harga Karet yang Fluktuatif, Kesejahteraan Petani Karet di Sijunjung Terancam?

1 November 2022   10:44 Diperbarui: 1 November 2022   11:06 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HARGA KARET YANG FLUKTUATIF, KESEJAHTERAAN PETANI KARET DI

SIJUNJUNG TERANCAM?

Karet merupakan salah satu komoditas yang termasuk paling populer di Indonesia. Karet telah dikenal dari lama dan

dibudidayakan dalam kurun waktu yang relatif lebih lama daripada pertanian

lainnya.

Menurut data Rubber Study Group International (IRSG), total konsumsi karet dunia

diperkirakan meningkat sebanyak 0,7% pada 2014, naik signifikan dibawah 3,1% pada

tahun 2015. Total konsumsi karet dunia meningkat menjadi 3,6% pada tahun 2016.

Meningkatnya konsumsi karet dunia dikarenakan kebutuhan industri-industri pabrik yang karet menjadi bahan bakunya. Permintaan yang tinggi ini merupakan peluang bagus bagi negara Indonesia yang

notabene negara penghasil karet utama dunia.

Di Indonesia, di Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Sijunjung, pada bidang

perkebunan dan pertanian, tanaman karet menjadi salah satu komoditi unggulan. Sebagian

besar mata pencaharian masyarakat Sijunjung adalah bertani karet. Hal ini disebabkan karena

permintaan pasar karet yang selalu ada. Selain itu, tanaman karet bisa berproduksi bertahun

tahun karena karet adalah tanaman yang memiliki umur panjang .

Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang

menjadi daerah penghasil komoditas karet dengan perkebunan karet terluas bersama

Kabupaten Dharmasraya dengan luas mencapai 269.687.255 m2 pada tahun 2013. Biasanya,

perkebunan yang diwariskan dalam masyarakat serta keadaan alamnya

menjadi faktor pendukung bagi masyarakat Sijunjung untuk menjadikan karet sebagai

pendapatan utama keluarga.

Sebenarnya, menjadi petani karet bukanlah hal yang bisa dibilang mudah. Banyak hal

yang menyulitkan petani, seperti cuaca yang tidak menentu dan harga yang fluktuatif. Jika

musim hujan, petani karet tidak akan bisa melakukan penyadapan dan jika musim kemarau,

pohon karetnya yang tidak akan berproduksi maksimal. Sekarang ini, yang menjadi kesulitan

para petani karet adalah musim hujan dan harga karet yang rendah.

Berdasarkan survei, harga karet di Sijunjung sekarang ini mengalami penurunan.

Harga karet tahun ini merupakan harga terendah yang pernah ada dan berlangsung sangat

lama yaitu hanya Rp.5.000-Rp.6.000 per kg dan penurunan harga karet ini sudah terjadi dari

tahun 2015 sampai sekarang. Kondisi ini membuat para petani karet di Sijunjung kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Harga karet yang murah sedangkan harga

bahan-bahan pokok rumah tangga naik drastis sehingga mengancam kesejahteraan mereka.

Secara umum, kesejahteraan petani dapat ditandai dari perkembangan pendapatan,

pengeluaran, daya beli rumah tangga, dan lainnya. Jika pada saat sekarang di Sijunjung harga

karet per kg nya hanya Rp.6.000 dan karena sekarang musim hujan, rata-rata petani karet

hanya mengumpulkan karet 100 kg per minggu. 100 x Rp.6.000 = Rp.600.000 per minggu.

Para ibu rumah tangga di Sijunjung biasanya membeli kebutuhan di pasar pekan

sekali seminggu. Menurut survei, rata-rata ibu rumah tangga yang mendapatkan penghasilan

dari mengumpulkan karet menghabiskan Rp.350.000 per minggu untuk membeli kebutuhan

dan peralatan rumah tangga di pasar. Sisa uang 250.000 tidak akan menutupi kebutuhan

mereka yang lainnya selama seminggu, apalagi bagi pasangan suami istri yang anaknya

banyak dan bersekolah. Belum lagi untuk membayar listrik, air dan tagihan yang lainnya.

Saat sekarang ini, banyak para petani karet di Sijunjung yang mencari tambahan

nafkah dengan cara lain contohnya mencari kayu bakar di hutan yang kemudian dijual.

Setidaknya ini membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan disaat harga karet yang

mencekik dan inflasi barang barang pokok. Meskipun begitu, dalam hati mereka tetaplah

mengharapkan harga karet kembali naik agar kesejahteraan mereka juga meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun