c) Terjadi jalan pintas proses pembelajaran
Kondisi demikian juga mewarnai saat UN diterapkan. Demi suksesnya UN di tingkat sekolah; selain meniadakan jam pelajaran non UN pada semester genap, juga pelaksanaan "dril" dalam bentuk latihan soal-soal dari tahun ke tahun. Sehingga dapat dibayangkan pemandangan proses pembelajarannya adalah latihan soal-soal, dan menghafal kunci jawaban.
Proses berpikir induktif, deduktif guna mengasah sikap inovatif dan kreatif siswa, seakan sudah tidak penting. Kebutuhan mendesak adalah kemampuan siswa menjawab soal-soal Ujian Nasional. Â Sehingga guru dituntut mengkopilasi soal UN dari tahun ke tahun dan mempelajari kunci jawabnya.
Kondisi demikian tentu saja tidak mungkin dilakukan oleh semua sekolah, namun fakta-fakta tersebut juga ikut melengkapi cerita kegelisahan pelaksanaan UN bagi sekolah, guru maupun siswa. Bagi sekolah, langkah tersebut sebagai upaya membawa dan mempertahankan nama baik lembaganya di masyarakat dan secara kedinasan.
Bagaimana Pelaksanaan UN yang Berkeadilan dan Tidak Menegangkan?
Pelaksanaan UN seyogjanya memperhatikan azas keadilan. Azas tersebut harus didasarkan pada kemampuan masing-masing sekolah. Sebab secara factual kondisi masing-masing sekolah, khususnya siswanya tidak sama antara sekolah satu dengan yang lain. Perbedaan sarana, prasarana, jumlah guru, fasilitas pengembangan pendidikan dan pelatihan, dll tentu berpengaruh pada kemampuan sekolah; khususnya siswa.
Selain berkeadilan, pelaksanaan UN juga harus berorientasi pada kondisi psikologis siswa. Dalam hal ini agar pelaksanaan UN tidak menyebabkan siswa merasa gelisah apalagi tertekan. Â Mengapa mereka tegang? Sebab belum siap baik secara mental maupun secara intelektual. Oleh sebab itu, pelaksanaan UN, hendaknya memperhatikan dua hal tersebut. Penulis mengusulkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketika UN tetap dijalankan.
a) Tidak memaksakan sekolah harus mengikuti UN
Langkah ini untuk menjawab adanya kondisi masing-masing sekolah yang tidak sama baik ketersedian  guru, sarana prasarana, maupun kemampuan siswanya. Dipaksakanya semua sekolah mengikuti UN, merupakan langkah yang tidak memenuhi azas keadilan. Maka berikan kebebasan sekolah untuk memilih UN atau tidak.Â
Bagi sekolah yang mengikuti UN, sebaiknya pemerintah memberikan prioritas yang berbeda. Misalnya kesempatan untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, pemberian bea siswa prestasi, dll.
Maka bagi sekolah yang belum mengikuti UN, dipersilakan mempersiapkan diri agar pada saatnya bisa mengikuti UN. Sehingga sekolah mengikuti UN, bukan karena dipaksa dan terpaksa. Â