Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Warta Magelang dari Prasasti Mantyasih (907 M)

8 Agustus 2024   08:47 Diperbarui: 19 Agustus 2024   21:54 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Replika prasasti Mantyasih berikut berikut Lumpang batu (Yoni) yang diyakini sudah ada sejak Abad X M.Dokpri

Pada artikel sebelumnya sudah penulis tampilkan beberapa sumber tertulis yang ditemukan di wilayah Magelang. Setidaknya terdapat 11 (sebelas) prasasti yang secara khusus ditemukan di wilayah Magelang (baik kota maupun kabupaten). Beberapa prasasti tersebut penulis tulis ulang dalam tabel berikut:

Data tabel diolah dari beberapa sumber:dokpri
Data tabel diolah dari beberapa sumber:dokpri

Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa wilayah Magelang dari tahun 732 M (prasasti Canggal) sampai awal abad X M, pernah menjadi wilayah pemerintahan dinasti Sanjaya. Adapun raja yang pernah berkuasa antara lain Sanjaya, Garung, Kayuwangi, Watuhumalang, Balitung dan Daksa. Nama-nama raja tersebut yang disebut-subut dalam prasasti di atas. 

Bahkan berdasar pada temuan fakta kepurbakalaan yaitu candi Ngawen, candi Mendut, candi Pawon dan candi Borobudur, pada abad IX M sampai X M di Magelang sudah muncul dan berkembang bukti pemerintahan dinasti Sailendra yang beragama Budha.  Sehingga tidak mustahil di Magelang sudah menjadi wilayah yang diperebutkan keberadaanya. Fakta-fakta tersebut juga menunjukkan Magelang sudah menjadi pusat penyebaran agama Budha. Sehingga pada abad IX M sampai X M, pengaruh India di Magelang sudah sangat kuat baik secara politik, social, budaya, ekonomi, maupun agama.  

Berdasar data di atas setidaknya ada dua prasasti yang masuk kategori istimewa bagi masyarakat Magelang. Pertama prasasti Canggal (732 M) yang merupakan prasasti pertama yang mewartakan nama Sanjaya yang menjadi raja Mataram Kuno menggantikan Sanna (saudara ibu Sanjaya). Hal ini menjelaskan posisi Magelang pada abad VIII M sudah merupakan wilayah yang mempunyai pengaruh besar bagi pemerintahan Mataram Kuno. Sebab Sanjaya memilih Magelang menjadi tempat bangunan sucinya (candi Gunung Wukir). Candi tersebut berdasar angka tahun pada prasasti Canggal bisa dikatakan merupakan candi peninggalan Sanjaya tertua di Jawa Tengah (setidaknya di Magelang). Pendek kata pada VIII M warga Magelang mengenal bangunan dengan teknologi tinggi bernama candi dan sistem pemerintahan kerajaan.

Prasasti berikutnya adalah Mantyasih (907 M). Prasasti tersebut menjadi bukti tertulis yang menyebutkan para penguasa Mataram Kuno dari abad VIII M (732 M) sampai masa pemerintahan raja Balitung (awal abad X M). Prasasti ini secara khusus mewartakan salah satu desa di Magelang (sekarang kota) yang bernama Mantyasih dipilih oleh raja Balitung sebagai desa sima. Warta Magelang awal X M  berdasar prasasti Mantyasih (907 M) adalah terungkapnya raja-raja penguasa Mataram Kuno dari Sanjaya sampai Balitung. Hal tersebut menyingkap fakta tentang para penguasa Mataram Kuno dari dinasti Sanjaya. Tidak mustahil wilayah Magelang pernah menjadi pusat pemerintahan Mataram Kuno.

Secara bukti benda-benda purbakala pada awal abad X M banyak ditemukan candi. Bahkan boleh dikatakan bahwa abad X Magelang sudah merupakan "kota candi". Sebab saking banyaknya candi yang dibangun di wilayah Magelang. Namun semua candi-candi yang ada, berada di wilayah kabupaten Magelang. Bahkan candi-candinya ada yang bercorak Siwaisme maupun Budhisme. Wilayah yang bisa menandingi Magelang dalam pembangunan Candi adalah Prambanan (Poros Prambanan) sekitar.

Sebagai kota Candi, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa masyarakat Magelang sudah hidup dalam peradaban yang sudah tinggi dan mempunyai jejaring kehidupan social yang sudah terbuka dan komplek. Berdasar temuan candi-candi baik yang bercorak Hindu ada yang bercorak Budha semua ada di wilayah Magelang,  hal tersebut mengindikasikan adanya tingkat spiritualitas yang baik yang dilandasi semangat toleransi. Berikut ditampilkan peninggalan candi yang ada di wilayah kabupaten Magelang.

Foto diolah dari beberapa sumber.dokpri
Foto diolah dari beberapa sumber.dokpri
Penjelasan secara lebih rinci tentang foto-foto candi tersebur dapat dilihat pada tabel berikut:

Data tabel diolah dari beberapa sumber.dokpri
Data tabel diolah dari beberapa sumber.dokpri

Berdasar foto-foto dan tabel di atas menunjukkan bahwa bangunan candi baik yang bercorak Hindu maupun Budha telah berkembang di wilayah Magelang sejak abad IX M. Hal ini menunjukkan beberapa fakta sebagai berikut:

  • Pengaruh India berkembang dengan pesat di wilayah Magelang
  • Di Magelang, selain berkembang agama Hindu juga berkembang agama Budha. Walaupun Sebagian besar candi-candi bercorak Hindu, namun terdapat candi agama Budha yaitu candi Ngawen, candi Pawon, candi Mendut dan candi Borobudur. Candi Borobudur menjadi fenomena kebesaran dinasti Syailindra yang "menjadi pesaing" dinasti Sanjaya.
  • Selain di Magelang, juga kita temukan deretan candi-candi Hindu maupun Budha yang berada di wilayah Yogjakarta (Poros Prambanan) sekitarnya yaitu antara lain: candi Prambanan (hindu), candi Ijo (hindu), candi Gebang (hindu), candi Kedulan (hindu), candi Morangan (hindu), candi Sambisari (hindu), candi Barong (hindu),dll. Selanjutnya candi-candi Budha antara lain candi Sewu, candi Plaosan, candi Sari, candi Kalasan, candi Sojiwan, candi Banyunibo.
  • Candi-candi Hindu yang merupakan kompleks candi besar adalah candi Prambanan dan candi Ijo. Sedang kompleks candi Budha yang kategori besar adalah candi Sewu dan candi Plaosan. Sedangkan candi Borobudur merupakan candi terbesar di wilayah Magelang.
  • Maka secara politik Yogjakarta-Magelang sejak abad VIII M-X M secara bergantian saling berlomba membangun candi-candi, baik bercorak Hindu maupun Budha.
  • Di Magelang juga berkembang keahlian dalam bangunan candi
  • Di Magelang juga berkembang skil pembuat relif candi, arca dan patung. Pembuat relif, arca, maupun candi disebut dengan "Silpin" (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/silpin-dan-citralekha-siapa-mereka)
  • Tidak mustahil di Magelang juga sudah berkembang penulis prasasti (citraleka)
  • Di Magelang juga berkembang seni yang tinggi (seni lukis, seni kriya, seni ukir, dll)
  • Di Magelang pada abad X M sudah terjadi perkembangan budaya yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun