Mereka berjalan bersama sambil membawa pakaian yang mau dicuci. Sesampainya di sungai aku dan teman-teman mandi sepuasnya, sedangkan warga yang lain setelah mencuci baru mandi.
Sungai menjadi sarana pemersatu antar warga. Selain saat mandi namun juga saat berangkat dan pulang, apalagi harus jalan sampai 3 km.Â
Terkadang warga pemilik sungai juga kesal karena merasa terusik. Mengapa ada yang terusik? Karena memang berbondong-bondong.
Antri air di tempat umum
Kegiatan lain pada saat kemarau panjang adalah antri air di tempat sarana air umum. Antrian cukup panjang dan lama.Â
Memoriku masih mengingat bahwa lama antrian sampai 6 jam bahkan bisa 10 jam. Waktu yang sangat lama untuk ukuran sekarang. Tetapi harus tetap dijalani demi air untuk keperluan minum dan masak.
Sarana air umum menjadi sarana berinteraksi antar warga. Sambil menunggu antrian hingga larut malam bahkan sampai pagi, mereka bisa berbagi cerita dan saling berbagi makanan apa yang dibawa masing-masing.
Mencari air dengan cara memikul di desa atasnya, nama desanya Wonorejo.
Desa Wonorejo secara geografis berada di atas kampungku (Kampungbaru).Â
Desa Wonorejo mempunyai sumber air yang tidak pernah kering.Â
Maka setiap kemarau, aku dan teman-teman serta bapak-bapak berbondong-bondong juga memikul "tong kosong" ke Desa Wonorejo.Â