Boedi Oetomo merupakan cara perjuangan baru yang ditorehkan oleh kaum terpelajar. Kelahirannya (1908) dilatarbelakangi oleh akumulasi kegagalan para pejuang terdahulu menghadapi pemerintah kolonial Belanda.Â
Akumulasi tersebut setidaknya terletak pada tiga hal yaitu mengedepankan kekuatan pisik, bertumpu pada wibawa dan kesaktian pemimpin dan tujuan perjuangannya belum jelas. Â Oleh Sebab itu organisasi ini kelahirannya ingin menyuguhkan cara baru dalam melakukan perjuangan menghadapi pemerintah kolonial.
Sebagai wadah baru dalam perjuangan bangsa, di satu sisi sangat diharapkan perannya. Di sisi lain Boedi Oetomo dihadapkan pada realita internal anak negeri yang masih berorientasi pada status sosialnya daripada nasib bangsanya.Â
Maka Boedi Oetomo berada dalam kisaran Ilusi Kebangsaan akibat ulah anak negeri yang masih berorientasi pada status dirinya sendiri. Namun tidak bisa dipungkiri kelahiran Boedi Oetomo juga menjadi inspirasi munculnya semangat kebangsaan bagi anak negeri.
Mengapa Boedi Oetomo berada dalam Jerat ilusi kebangsaan?
Ilusi dalam KBBI diartikan sesuatu yang hanya dalam angan-angan. Dalam konteks ini adalah cita-cita kebangsaan Boedi Oetomo sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari ikatan pemerintah kolonial se akan hanyalah angan-angan semata. Mengapa bisa bisa terjadi demikian:
1).Dukungan terhadap pencapaian visi dan misi Boedi Oetomo sebagian besar adalah kaum terpelajar. Adapun tujuan didirikannya Boedi Oetomo adalah "kemajuan bagi Hindia."(Sartono Kartodirjo:182)
Jumlah kaum terpelajar pada saat itu masih sangat minim. Tidak sebanding dengan jumlah kaum penguasa lokal. Dilihat dari tujuannya sebenarnya masih samar-samar.Â
Sebab tidak menjelaskan secara jelas apa yang dinginkan oleh Boedi Oetomo bagi perubahan nasib bangsa. Tentu semua itu harus melalui proses secara bertahap.Â
Sebab kondisi politik masa itu juga tidak mendukung bagi lahirnya organisasi yang langsung bergerak dalam bidang politik (Apalagi baru pertama lahir). Tujuan yang masih landai secara politik yang diusung Boedi Oetomo, realitanya baru mendapat dukungan dari sebagian besar kaum terpelajar.
Kondisi demikian akan berdampak pada lemahnya daya tawar Boedi Oetomo terhadap cita-cita ideal yang telah disusun baik jangka pendek, menengah apalagi panjang. Maka dalam tataran implementatif dapat dipastikan kekurangan sumber daya manusia untuk dapat menggerakkan mesin organisasi.
Hal tersebut akan berdampak pada sulitnya Boedi Oetomo melakukan perubahan. Inilah yang menyebabkan Boedi Oetomo berada dalam dalam jerat ilusi kebangsaan.Â
2).Penguasa lokal (raja, bupati dan para bangsawan,dll) masih dalam posisi wait and see.
Disadari atau tidaknya kehadiran kaum terpelajar di panggung politik, akan melahirkan struktur sosial baru di masyarakat. Kelahiran struktur baru dengan wadah perjuangan baru, pasti akan menimbulkan masalah baru.Â
Dengan kata lain akan memunculkan persaingan baru di tengah kehidupan "anak negeri" (baca: pribumi). Para penguasa lokal tentu berhitung "untung rugi" baik secara sosial apalagi politik.Â
Secara sosial tentu mereka tidak berharap tergantikan oleh kaum terpelajar yang relatif masih muda. Secara politik mereka juga berpikir bagi langgengnya kekuasaan secara feodal yang sudah diterima secara turun temurun.
Oleh sebab itu kehadiran kaum terpelajar merupakan ancaman bagi penguasa lokal yang selama ini hanya berorientasi pada status dirinya sendiri. Mendukung perjuangan kaum terpelajar bisa saja mempertruhkan status yang sudah diperoleh secara turun temurun. Maka mereka dalam posisi menunggu dan memperhatikan untung ruginya.
Kondisi demikian merupakan kondisi sulit yang diahadapi kaum terpelajar. Sebab para penguasa tersebut adalah penggenggam suara rakyat. Bahkan sejak kelahirannya sudah banyak reaksi yang ditunjukkan oleh kaum priyayi, birokrasi dari golongan ningrat ataupun aristokrasi lama (Sartono Kartodirjo:102).Â
Reaksi tersebut mencerminkan kekawatiran elit lokal terhadap munculnya kelas sosial baru di masyarakat yang bernama kaul intelektual. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa Boedi Oetomo berada dalam jerat ilusi kebangsaan.
3).Mempercayakan Kelompok Tua (khususnya kaum priyayi) berada di barisan terdepan Boedi Oetomo. Sutomo dkk berada di barisan belakang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kalangan tua mengendalikan roda organisasi. Mimpi kaum terpelajar tentu berharap agar kiprahnya dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan Boedi Oetomo secara berarti. Namun realitanya "jauh panggang daripada api".
Komposisi kepengurusan demikian, membawa konsekwensi pada sikap mereka yang lebih mendengarkan keinginan pemerintah kolonial dan kelompok priyayi dibanding mendengarkan keluhan rakyat.
Pada tahap ini yang menonjol adalah usaha memperbanyak pendidikan bagi anak keturunan priyayi agar dapat berkesempatan masuk dalam jenjang kepegawaian kolonial. Pendidikan kaum pribumi sama sekali tidak mendapat perhatian. (Sartono Kartodirjo:102).
Kondisi demikian terjadi sejak Konggres I di Yogjakarta 1909 sampai tahun 1912. Beberapa pengurus inti dari kalangan priyayi antara lain Tirtokusumo dan Pangeran Notodirojo.Â
Orientasi mereka adalah azas "kebangsaan Jawa". Puncak dari dinamika yang terus melemah, akhirnya memunculkan organisasi-organisasi pergerakan yang lebih progresif yaitu Sarikat Islam dan Indiche Partij pada tahun 1912.Â
Perkembangan akhir, dr Soetomo yang menjadi pendiri akhirnya keluar dari Boedi Oetomo dan mendirikan partai baru bernama Parindra. Kondisi demikian juga menjadikan Boedi Oetomo berada dalam jerat ilusi kebangsaan.
Boedi Oetomo Menjadi Ispirasi lahirnya Organisasi Perjuangan BerikutnyaÂ
Belajar dari kondisi riil yang dialami Boedi Oetomo, maka lahirlah organisasi Sarikat Islam dan Indiche Partij. Kedua organisasi ini lahir melengkapi cita-cita ideal anak bangsa yang haus dengan aroma kebebasan. Menuju kebebasan tersebut jalan yang harus ditempuh adalah jalur politik.
Sarikat Islam merupakan organisasi yang bersifat "nasionalis-demokratis-ekonomis". Didirikan oleh HOS Tjokroaminoto dengan embrio Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh H.Samanhudi.Â
Selanjutnya Indiche Partij yang didirikan oleh Tiga Serangkai (dr Tjipto Mangunkusumo, E.D.Dekker dan Suwardi Suryaningrat). Indiche Partij berdiri di atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Hindia.(Sartono Kartodirjo:192)
Lahirnya kedua organisasi tersebut  tentu terinspirasi oleh Boedi Oetomo. Inspirasi tersebut dapat dicermati pada aktor penggerak organisasi yang lebih mengedepankan kaum terpelajar dan tujuan oraganisasi yang lebih fokus di bidang politik. Sebab dalam pandangannya, perubahan nasib kaum bumi bumetera (pribumi) hanya dengan politik, bukan pada jalur lainnya.
Referensi:
1) Sartono Kartodirjo,dkk:Sejarah Nasional Indonesia Julid V. Depdikbud. 1975.
2) Sartono Kartodirjo.Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. PT Â Gramedia Pustaka Utama.1999.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H