Patung itu sendiri sebenarnya hanyalah benda mati yang tidak bisa apa-apa selain cuman berdiri kokoh di tempatnya. Patung itu sendiri dimaksudkan sebagai simbol dari kemuliaan dan kesempurnaan atau kebaikan sosok yang 'dipatungkan' tersebut. Patung Buddha dimaksudkan sebagai benda/media pengingat bagi umat Buddha saat beribadah untuk dapat terus mengingat sosok Buddha dan merenungkan serta meniru kemuliaan dan kesempurnaan-Nya dalam bertingkah laku dan berbuat, bukan untuk mendewa-dewakan patung itu sendiri, yang hanya barang mati. Namun meskipun begitu, bukan berarti patung Buddha bisa ditaruh seenaknya di sembarang tempat (toilet, bar/diskotik, lantai/tanah, dsb). Hal itu semata untuk menghargai sosok Buddha yang bisa menjadi imaji yang kuat di benak umat dan orang lain yang melihat patung itu. Apakah foto ayah atau ibu Anda bisa Anda taruh sembarangan begitu saja, meskipun itu secara fisik hanya selembar kertas foto? Tentu tidak kan? Sama halnya seperti patung Buddha itu. Bukan menyembah patungnya, tetapi sosok (Buddha) yang diwakilkan oleh patung itu sendiri.
Berkaitan dengan penyembahan patung atau berhala, ini juga secara konsep mirip dengan yang baru saja sudah dijelaskan.Sebagian umat Buddha lain juga ada yang menaruh patung-patung lain di altar penyembahannya selain patung Buddha; biasanya berupa patung dewa-dewi yang berkaitan dengan kebudayaan Tionghoa karena adanya faktor historis kesamaan tempat berkembangnya ajaran-ajaran lokal setempat (Taoisme, Konfusianisme) di negeri Cina/Tiongkok. Sebut saja patung dewa Kuan Kong, dewi Kuan Im, dewa Tai Shang Lao Jun, dsb. Mereka ini sendiri bukan tokoh apapun dalam Buddhisme, tetapi sering disembah karena alasan yang sama dengan terhadap patung Buddha. Dengan ritual penyembahan patung itu, diharapkan para umatnya bisa merenungkan dan meneladani semua sifat baik yang dilakukan sosok yang diwakili patung tersebut. Umat Buddha yang baik tidak fanatik dengan agamanya sendiri dan bisa berdampingan dengan patung-patung dan juga ajaran-ajaran dari kepercayaan lain, selama intisari yang terkandung di dalamnya punya niat baik dan tidak ada maksud jahat atau menjelek-jelekkan umat atau ajaran lain.
Penutup
Inilah beberapa stereotipe dari berbagai orang yang masih sering saya dengar di telinga tentang agama Buddha. Semoga tulisan saya ini bisa memberi pengertian untuk pembaca sekalian yang masih belum tahu latar belakang di balik anggapan-anggapan itu dan makna sebenarnya yang dimaksudkan dari anggapan yang berasal dari apa yang dilihat orang kebanyakan dari luarnya saja. Semoga tulisan - yang cukup panjang - ini bisa bermanfaat bagi para pembaca kompasiana di sini. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H