Setiap jawaban untuk pertanyaannya akan menentukan ada tidaknya kemungkinan sebuah diagnosis yang terpikirkan dokternya saat anamnesis itu.
Selanjutnya setelah anamnesis, tahap pemeriksaan fisik (PF) dimulai. Dokter akan melakukan pemeriksaan di bagian tubuh yang dianggap perlu untuk mengonfirmasi atau menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis yang disimpan di kepala dokternya.Â
Saat anamnesis itu sekitar 60-70 persen proses untuk mendapat diagnosis sebenarnya sudah didapat, tetapi belum 100 persen. Masih ada kemungkinan-kemungkinan diagnosis yang mirip, yang sulit dibedakan jika hanya dari anamnesis saja.Â
Inilah alasan mengapa PF itu penting untuk dilakukan. Dari tahap PF, progress diagnosis sudah bisa dikatakan mencapai 80-90 persen. Kemungkinan diagnosis masih bisa multipel tetapi sudah berkurang banyak dibanding saat mulai masuk dari pintu itu tadi.Â
Bagaimana untuk mencapai 100 persen kemungkinan diagnosisnya? Di sinilah peran laboratorium mulai bermain. Laboratorium sendiri sebenarnya merupakan sebutan awam untuk merujuk pada istilah 'pemeriksaan penunjang' (PP) dalam bahasa medis.Â
Sesuai namanya, PP dilakukan untuk menunjang dokter menetapkan diagnosis akhirnya nanti. Yang termasuk PP yaitu laboratorium darah dan urin (patologi klinik), patologi anatomi, radiologi, mikrobiologi, dan parasitologi. Tahapan anamnesis, PF, dan PP ini dilakukan berurut, tidak bisa dibolak-balik.
Kalau kita perhatikan alirannya, peran PP ini sebenarnya paling kecil dibanding peran tahap PF, apalagi anamnesis. Sebelum dilakukan PP, seorang dokter sudah harus memikirkan sejumlah kemungkinan diagnosis yang masih belum bisa disaring setelah anamnesis dan PF.Â
Biasanya dokter akan memilih satu atau dua jenis PP untuk membantu penegakan diagnosis akhirnya, tetapi bisa lebih bergantung kebutuhan dokter untuk menyaringnya.Â
Apakah tanpa PP dokter sudah bisa menentukan diagnosis? Tentu bisa. Ada cukup banyak penyakit yang memang diagnosisnya cukup secara klinis, dalam artian bahwa penegakannya sudah bisa dipastikan dengan anamnesis dan PF saja tanpa harus ada hasil PP.Â
Dokter-dokter jaga yang bertugas di instalasi gawat darurat (IGD) juga sering bertemu kasus-kasus gawat yang secara tampakannya saat datang (klinis) sudah terlihat 'sekarat' dan harus secepatnya ditolong tanpa perlu menunggu hasil PP.Â
Bahkan misalnya kalau dokter-dokter yang melayani di daerah terpencil yang seringnya tidak ada fasilitas PP memadai, mereka juga sudah bisa mengira kemungkinan diagnosisnya dari anamnesis dan PP saja. 80-90 persen sejatinya juga sudah besar angkanya untuk memastikan diagnosis.Â