Ya, seperti biasa, ada banyak jawaban.
Tapi, satu hal yang perlu disadari bahwa dunia ini tidak berputar pada 1 orang saja. Semua orang tentu lelah, semua orang butuh waktu untuk beristirahat cukup.
Dan mendapatkan tempat duduk di kereta adalah impian kecil para penumpang ketika di jam rush hour. Ketika berhasil mendapatkannya, ada perasaan lega dan nyaman sepanjang perjalanan.
Tetapi, apakah ketika ada ibu hamil memasuki gerbong yang penuh sesak—berjalan perlahan menyusuri gelombang manusia, berusaha keras melindungi perutnya agar tidak terdesak kepadatan di dalam gerbong, berjalan sambil kesulitan—disambut dengan penumpang yang memilih untuk pura-pura tidur? Agar tidak memberikan bangku ternyamannya untuk orang yang lebih membutuhkan?
Meskipun sudah diteriaki, dibangunkan, dan tetap tidak merespon?
Kejadian ini tidak hanya satu kali, tetapi berkali-kali.
Terbagi menjadi 3 respon selama saya mengamati kehadiran ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas di kereta line Jakarta - Bogor yang super padat itu.
Pertama, mereka (penumpang yang memilih tidur dan tidak mendengar apapun), telinganya diselipkan earphone, dan mayoritas orang di dalam gerbong memilih untuk diam. Tidak vokal membantu. Hanya suara mereka yang butuh yang tidak juga didengar; “permisi bangku prioritasnya.”
Saya pernah berada di posisi melihat ibu hamil membutuhkan kursi, tetapi satu barisan bangku panjang di tengah gerbong berisikan penumpang yang tidur, ya semuanya tidur. Ada yang pakai headset/earphone, ada juga yang tidak.
Semua orang hanya diam ketika ibu hamil tersebut sudah bersuara untuk meminta kursi, sementara itu kursi prioritas di pojok rangkaian kereta sudah penuh, jadi ibu hamil ini memang harus mencari di bangku umum.
Karena merasa tak nyaman dengan situasi semua orang diam, akhirnya saya membantu sang ibu untuk mencarikannya bangku. Pertama, saya berkata, “ada ibu hamil, tolong bangku prioritasnya.” tetapi tidak ada yang terbangun. Kedua, saya menepuk tangan seorang penumpang, sedikit menggoyangkan tangannya dengan tenaga (tidak kasar), ia juga tidak terbangun. Begitupun orang di sebelahnya, dan jajaran orang-orang yang duduk di bangku itu.
Ada rasa kesal di dalam hati, tapi saya marah pun tidak mengubah situasi, akhirnya ada yang memberikan bangku tetapi dari daerah kursi yang lain.
Kedua, mereka yang memilih tidur dan tidak mendengar apapun, meskipun sudah diteriaki banyak orang di dalam gerbong, ditepuk tangan/pundaknya, mereka tetap tidak berkutik.