Jika mendengar perintah “jangan pura-pura tidur!” kira-kira di mana situasi yang paling cocok untuk berkata seperti itu?
Mungkin akan ada ibu atau ayah yang menjawab, “saat anak sulit dibangunkan ketika akan bersiap untuk bersekolah”
Mungkin seorang kakak berkata, “saat minta tolong kepada adik untuk pergi ke warung.”
Mungkin seorang adik menjawab, “saat aku nggak mau ke warung karena disuruh-suruh kakak.”
Ada banyak kemungkinan jawabannya.
Maka, saya akan menjawab, “saat ada orang-orang yang tidak mau bertukar tempat untuk orang yang membutuhkan.” seperti di kereta Jabodetabek.
Bahasan ini sebenarnya tidak hanya untuk transportasi kereta saja. Di manapun kita berada, pura-pura tidur untuk menghindari sesuatu yang orang lain butuhkan adalah keputusan yang keliru.
Apalagi jika alasannya karena tidak mau memberikan bangkunya untuk penumpang lain, meskipun penumpang itu prioritas.
Kenapa Orang Tidak Ingin Memberikan Tempat Duduknya?
Di pagi hari, mereka merasa mengantuk. Mungkin beberapa dari mereka perlu menyelesaikan pekerjaannya hingga harus begadang dan berujung kurang tidur.
Mereka merasa lelah. Mungkin beberapa diantaranya ada yang merasa kekurangan waktu untuk beristirahat sehingga tidak merasa bugar di pagi hari, atau bisa jadi mereka merasa capek jika harus berdiri di kereta.
Ya, seperti biasa, ada banyak jawaban.
Tapi, satu hal yang perlu disadari bahwa dunia ini tidak berputar pada 1 orang saja. Semua orang tentu lelah, semua orang butuh waktu untuk beristirahat cukup.
Dan mendapatkan tempat duduk di kereta adalah impian kecil para penumpang ketika di jam rush hour. Ketika berhasil mendapatkannya, ada perasaan lega dan nyaman sepanjang perjalanan.
Tetapi, apakah ketika ada ibu hamil memasuki gerbong yang penuh sesak—berjalan perlahan menyusuri gelombang manusia, berusaha keras melindungi perutnya agar tidak terdesak kepadatan di dalam gerbong, berjalan sambil kesulitan—disambut dengan penumpang yang memilih untuk pura-pura tidur? Agar tidak memberikan bangku ternyamannya untuk orang yang lebih membutuhkan?
Meskipun sudah diteriaki, dibangunkan, dan tetap tidak merespon?
Kejadian ini tidak hanya satu kali, tetapi berkali-kali.
Terbagi menjadi 3 respon selama saya mengamati kehadiran ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas di kereta line Jakarta - Bogor yang super padat itu.
Pertama, mereka (penumpang yang memilih tidur dan tidak mendengar apapun), telinganya diselipkan earphone, dan mayoritas orang di dalam gerbong memilih untuk diam. Tidak vokal membantu. Hanya suara mereka yang butuh yang tidak juga didengar; “permisi bangku prioritasnya.”
Saya pernah berada di posisi melihat ibu hamil membutuhkan kursi, tetapi satu barisan bangku panjang di tengah gerbong berisikan penumpang yang tidur, ya semuanya tidur. Ada yang pakai headset/earphone, ada juga yang tidak.
Semua orang hanya diam ketika ibu hamil tersebut sudah bersuara untuk meminta kursi, sementara itu kursi prioritas di pojok rangkaian kereta sudah penuh, jadi ibu hamil ini memang harus mencari di bangku umum.
Karena merasa tak nyaman dengan situasi semua orang diam, akhirnya saya membantu sang ibu untuk mencarikannya bangku. Pertama, saya berkata, “ada ibu hamil, tolong bangku prioritasnya.” tetapi tidak ada yang terbangun. Kedua, saya menepuk tangan seorang penumpang, sedikit menggoyangkan tangannya dengan tenaga (tidak kasar), ia juga tidak terbangun. Begitupun orang di sebelahnya, dan jajaran orang-orang yang duduk di bangku itu.
Ada rasa kesal di dalam hati, tapi saya marah pun tidak mengubah situasi, akhirnya ada yang memberikan bangku tetapi dari daerah kursi yang lain.
Kedua, mereka yang memilih tidur dan tidak mendengar apapun, meskipun sudah diteriaki banyak orang di dalam gerbong, ditepuk tangan/pundaknya, mereka tetap tidak berkutik.
Bedanya dengan bagian nomor 1, kali ini mayoritas penumpang di dalam gerbong berkontribusi untuk vokal. Situasi ini juga pernah saya alami, bahkan ketika satpam dan dominasi orang di gerbong sudah bersuara keras tetap saja di antara puluhan orang yang duduk, butuh waktu ±1-2 menit untuk menggerakan hati mereka memberikan bangkunya. Bayangkan, ketika suara gerbong sudah diramaikan dengan “bangkunyaaa.”, “woy ada ibu hamil!”, “bangun bangun.”, “jangan pura-pura gak denger.”, tetap butuh waktu yang panjang untuk menghasilkan satu orang yang mengalah, sisanya tetap nyaman di posisinya.
Ketiga, mereka yang sigap terbangun dan menghentikan aktivitasnya untuk memberikan bangku kepada penumpang prioritas.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua orang yang siap siaga membantu, menurunkan egonya, menunjukkan kepeduliannya kepada sesama manusia yang membutuhkan. Momen ini sangat menghangatkan setiap kali saya menjumpai situasi seperti ini.
Kabar baiknya, dari 3 respon yang saya jelaskan ini, saya lebih sering berjumpa dengan respon nomor 3. Ya, masih banyak orang baik yang peka terhadap sekitarnya dan mengalah sebagai bentuk kepeduliannya.
Untuk nomor 1 dan 2, intensitasnya tidak sesering nomor 3, tetapi masih beberapa kali saya temukan di perjalanan.
Sangat miris ketika saya melihat fenomena nomor 1 dan 2 ini beberapa kali di kereta (tidak begitu sering, tetapi juga tidak jarang), untungnya tetap ada orang baik yang memberikan bangku. Tapi, serius kah harus dengan cara yang berbelit-belit seperti meneriaki, menepuk berulang kali, atau sampai harus jalan pindah gerbong dengan harapan akan ada orang lain yang membantu?
Tolong jadilah peduli dan lebih peka.
Kenapa Kita Harus Peka dan Mengalah?
Memang benar jika ada yang bilang, “ya itu kan hak saya mau kasih duduk atau enggak!”, tetapi hal tersebut tidak akan menjadi suatu hak jika rasa peduli dan humanis itu muncul sebagai bagian dari kemanusiaan.
Kita tidak akan merasakan kerugian moral dan materil apabila berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Contoh sederhananya, memberikan bangku kepada penumpang prioritas di kereta dan transportasi umum lainnya.
Memberikan bangku kepada penumpang prioritas tidak akan membuatmu merugi.
Jika belum pernah bertemu dengan orang baik di dalam transportasi umum, maka jadilah salah satunya.
Ketika ada orang di sekitar ada yang membutuhkan tempat duduk karena kondisinya, jangan ragu untuk berikan kepada mereka. Keputusan kita untuk menjadi peduli, peka, dan mengalah sangat berharga untuk mereka.
Memutuskan menjadi baik dan menebar kebaikan tidak akan menghambat perjalanan kita.
Tetap jadi baik.
Terima kasih kepada semua orang yang tidak pernah pura-pura tidur di transportasi umum, terima kasih kepada semua orang yang memilih menjadi penumpang yang peka dan berjiwa besar.
Artikel ini ditulis untuk menjadi awareness dan mengajak kita semua merenungkan pentingnya kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi sekitar dan harapannya dapat tumbuh bersama-sama menjadi lebih peka terhadap situasi di sekitar kita dan dapat berkontribusi positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H