Mohon tunggu...
Cindy Amelia Tessa
Cindy Amelia Tessa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Konten favorit adalah tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Strategi Global Mencegah Cyberbullying di Kalangan Remaja

20 Desember 2024   11:42 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:42 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak 

Banyaknya remaja di seluruh dunia yang menjadi korban bullying di dunia maya atau digital atau yang sering disebut dengan cyberbullying tentu tidak bisa disepelekan atau dianggap remeh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah strategi global pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Studi ini menggunakan metode systematic literature review. Tujuan dari systematic literature review adalah meninjau temuan-temuan dari literatur mengenai pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Terdapat 15 artikel yang dianalisis pada penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa ditemukan empat strategi utama pencegahan cyberbullying yaitu pengawasan orang tua dan guru terkait penggunaan media sosial, bimbingan literasi digital, peningkatan empati kognitif, dan partisipasi polisi dalam upaya pencegahan cyberbullying di kalangan remaja.

Kata kunci: Strategi Global, Cyberbullying, Remaja

PENDAHULUAN

Teknologi modern yang berkembang saat ini ada banyak jenisnya seperti teknologi informasi, teknologi komunikasi, teknologi transportasi, teknologi medis, dan lain sebagainya. Teknologi modern yang berkembang di bidang komunikasi dan informasi contohnya adalah telepon, komputer, televisi, laptop, smartphone, dan jaringan internet (Pratiwi 2017). Perkembangan teknologi tersebut telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat dari berbagai usia mulai dari orang dewasa, remaja, hingga usia anak sekolah dasar. Dikutip dari laman Anadolu Agency yang dipublikasikan pada 6 Februari 2019, Persatuan Telekomunikasi Internasional PBB mencatat persentase anak muda di dunia dengan rentang usia 15-24 tahun sedang online setiap waktu.  

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyatakan bahwa anak usia remaja di Indonesia yakni berumur 6-12 tahun yang telah memakai gawai yakni sekitar 98%. Anak memakan waktu luang mengoperasikan gawai rata-rata selama 6 jam 45 menit per hari. Tujuan pemakaiannya juga bermacam mulai dari menonton video, main gim, mengakses sosial media, hingga menggunakan aplikasi gim. Melalui gawai, remaja dapat mengakses sosial media yang mana menyediakan berbagai informasi. Sosial media memiliki manfaat bagi dunia pendidikan. Contohnya seperti penerbitan jurnal, konten materi pembelajaran di sekolah, dan konten-konten edukatif lainnya baik yang sifatnya lokal maupun internasional. Adapun penelitian yang menyatakan bahwa pemanfaatan sosial media di dunia pendidikan yang paling utama yaitu 69,4% digunakan sebagai perantara dalam meningkatkan potensi diri, 41,8% untuk memperluas koneksi pertemanan, 12,2% sebagai pembelajaran untuk peduli terhadap orang lain, dan selebihnya untuk memotivasi serta memudahkan pekerjaan agar cepat selesai (Sidharta, 2023).

Namun, tidak semua konten di sosial media bermuatan positif, ada juga yang negatif. Misalnya seperti konten dewasa, konten yang menampilkan adegan berbahaya, konten yang mengandung ujaran kebencian, konten yang melanggar hak cipta, pelecehan, dan peniruan identitas (Febrian, 2020). Sosial media yang bermuatan negatif bisa berpengaruh buruk terhadap karakter bangsa utamanya remaja yang mana akan menjauhkan mereka dari nilai-nilai kebaikan. Bahkan dampak negatif yang ditimbulkan dengan pengaksesan sosial media beranekaragam. Contohnya yakni internet addiction, cyberpornografi, risiko kesehatan, hoax, dan cyberbullying (Syah, 2018). Dampak-dampak negatif tersebut haruslah menjadi perhatian serius karena dapat mencederai kepribadian remaja di dunia.

Cyberbullying menjadi salah satu dampak negatif yang perlu mendapat perhatian khusus dan tidak bisa disepelekan begitu saja. Cyberbullying merupakan perilaku menyakiti seseorang secara verbal melalui pemakaian jaringan internet (Ramadhona, 2023). Cyberbullying mengacu pada pemakaian perangkat digital guna menindas orang lain pada dunia digital. Cyberbullying merupakan perbuatan bullying yang memanfaatkan teknologi untuk melukai orang lain secara sengaja dan dilakukan berulang kali (Prabawati, 2013). Cyberbullying dapat diartikan sebagai wujud intimidasi memakai teknologi seperti internet atau ponsel untuk melecehkan korban dengan gambar dan teks (Kraft, 2006). Pelaku cyberbullying umumnya memiliki keinginan untuk melihat korbannya tersakiti melalui berbagai macam media penyerangan baik berupa pesan maupun gambar yang meresahkan yang kemudian disebarluaskan sehingga korban merasa malu dan pelaku merasa puas dan senang.

Adapun bentuk cyberbullying bisa berupa komentar negatif terhadap postingan, pesan personal tidak bersahabat, dan membagikan postingan media sosial dengan cara menghina. Bentuk cyberbullying antara lain dengan cara mengirimkan pesan teks, pesan instan, atau pesan teks telepon seluler yang secara langsung dan sengaja ditujukan untuk mengintimidasi korban. Adapun bentuk lainnya cyberbullying yaitu pengiriman pesan teks dengan kata kasar (flaming), kata-kata hinaan yang dikirim secara pribadi (harassment), peniruan identitas (impersonation), pencemaran nama baik (denigration), dan menyebarkan rahasia orang lain dan tipu muslihat (outing & trickery) (Yemima, 2023). Bentuk cyberbullying yang pertama yaitu flaming. Flaming merupakan tindakan perundungan dengan cara mengirim pesan teks menggunakan kata-kata kasar yang biasa terjadi di grup chat sosial media. Penyebab perilaku tersebut adalah terdapat perselisihan antar individu maupun kelompok dalam suatu pola hubungan sosial. Tujuan dari perilaku tersebut yaitu untuk mengancam dan menghina korban. Flaming bisa berupa fitnah dan diskriminasi. Flaming juga mengacu pada pertengkaran atau perselisihan dalam jangka waktu pendek antara dua orang atau lebih dengan kata-kata kasar.

Kedua, Harassment yaitu kata-kata berupa cacian dan hinaan yang dikirimkan secara pribadi secara berulang-ulang. Penindasan terhadap kehidupan pribadi seseorang dengan melihat cara berpakaian, bahasa tubuh, atau kepemilikan barang. Beberapa pemilik akun sosial media menanggapi sindiran tersebut dengan hinaan terus-menerus. Tindakan tersebut menjadikan korban merasa tidak nyaman dan terganggu aktivitasnya. Oleh karena itu, pelaku sebaiknya diberi pemahaman tentang apa yang benar dan salah. Ketiga, Peniruan identitas (impersonation) mengacu pada penyamaran menjadi orang lain untuk dapat menipu (Vandebosch, 2019). Tindakan tersebut ditujukan untuk menghancurkan reputasi seseorang. Hal yang mendasari perilaku tersebut adalah rasa ingin balas dendam. Pelaku merasa termotivasi melakukan kejahatan untuk menunjukkan kekuatannya. Keempat, Denigration atau pencemaran nama baik yang mana mengacu pada kegiatan memposting rumor dan kebohongan kejam seseorang untuk merusak nama baik individu. Pelaku pencemaran nama baik termotivasi untuk melakukan hal tersebut karena ingin diakui sebagai identitas yang dia inginkan dengan menyebarkan hal-hal buruk seseorang yang belum tentu benar. Manusia sebagai makhluk sosial bebas memberi komentar atau pernyataan kepada orang lain akan tetapi hal yang sifatnya merugikan orang lain harus dihindari karena akan berujung pada balas dendam dan berujung pada cyberbullying. Kelima, outing dan trickery atau tipu muslihat. Outing adalah tindakan menyebarkan rahasia orang lain berupa gambar atau video pribadi. Sedangkan trikery adalah tipu muslihat untuk membujuk seseorang agar mendapatkan rahasia seseorang untuk mendapatkan gambar dan video pribadi milik sasarannya (Satyawati, 2014).

UNESCO mengeluarkan data yang mengatakan bahwa remaja terdampak cyberbullying berkisar 5% sampai 21% (Afrida, 2019). Fenomena cyberbullying tentu tidak bisa dianggap remeh. Perilaku tersebut memiliki dampak berbahaya yang setara dengan kekerasan atau kejahatan verbal di dunia nyata. Dampak negatif yang dimaksud menyerang kondisi fisik, psikologis dan emosional, hingga dampak terburuk seperti korban melakukan percobaan untuk menghilangkan nyawanya. Temuan tersebut menjadi alasan kuat betapa pentingnya mengupayakan pencegahan cyberbullying pada remaja. Penelitian yang mengkaji tentang upaya pencegahan cyberbullying pada sekolah dasar di Indonesia sudah banyak, akan tetapi masih sedikit yang melakukan review terhadap upaya pencegahan cyberbullying pada anak usia sekolah dasar secara spesifik. Supaya dampak cyberbullying dapat dikurangi maka perlu dikaji bagaimana upaya pencegahannya. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah upaya-upaya pencegahan cyberbullying pada anak usia sekolah dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun