Mohon tunggu...
Cindy Amelia Tessa
Cindy Amelia Tessa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Konten favorit adalah tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Strategi Global Mencegah Cyberbullying di Kalangan Remaja

20 Desember 2024   11:42 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:42 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak 

Banyaknya remaja di seluruh dunia yang menjadi korban bullying di dunia maya atau digital atau yang sering disebut dengan cyberbullying tentu tidak bisa disepelekan atau dianggap remeh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah strategi global pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Studi ini menggunakan metode systematic literature review. Tujuan dari systematic literature review adalah meninjau temuan-temuan dari literatur mengenai pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Terdapat 15 artikel yang dianalisis pada penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa ditemukan empat strategi utama pencegahan cyberbullying yaitu pengawasan orang tua dan guru terkait penggunaan media sosial, bimbingan literasi digital, peningkatan empati kognitif, dan partisipasi polisi dalam upaya pencegahan cyberbullying di kalangan remaja.

Kata kunci: Strategi Global, Cyberbullying, Remaja

PENDAHULUAN

Teknologi modern yang berkembang saat ini ada banyak jenisnya seperti teknologi informasi, teknologi komunikasi, teknologi transportasi, teknologi medis, dan lain sebagainya. Teknologi modern yang berkembang di bidang komunikasi dan informasi contohnya adalah telepon, komputer, televisi, laptop, smartphone, dan jaringan internet (Pratiwi 2017). Perkembangan teknologi tersebut telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat dari berbagai usia mulai dari orang dewasa, remaja, hingga usia anak sekolah dasar. Dikutip dari laman Anadolu Agency yang dipublikasikan pada 6 Februari 2019, Persatuan Telekomunikasi Internasional PBB mencatat persentase anak muda di dunia dengan rentang usia 15-24 tahun sedang online setiap waktu.  

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyatakan bahwa anak usia remaja di Indonesia yakni berumur 6-12 tahun yang telah memakai gawai yakni sekitar 98%. Anak memakan waktu luang mengoperasikan gawai rata-rata selama 6 jam 45 menit per hari. Tujuan pemakaiannya juga bermacam mulai dari menonton video, main gim, mengakses sosial media, hingga menggunakan aplikasi gim. Melalui gawai, remaja dapat mengakses sosial media yang mana menyediakan berbagai informasi. Sosial media memiliki manfaat bagi dunia pendidikan. Contohnya seperti penerbitan jurnal, konten materi pembelajaran di sekolah, dan konten-konten edukatif lainnya baik yang sifatnya lokal maupun internasional. Adapun penelitian yang menyatakan bahwa pemanfaatan sosial media di dunia pendidikan yang paling utama yaitu 69,4% digunakan sebagai perantara dalam meningkatkan potensi diri, 41,8% untuk memperluas koneksi pertemanan, 12,2% sebagai pembelajaran untuk peduli terhadap orang lain, dan selebihnya untuk memotivasi serta memudahkan pekerjaan agar cepat selesai (Sidharta, 2023).

Namun, tidak semua konten di sosial media bermuatan positif, ada juga yang negatif. Misalnya seperti konten dewasa, konten yang menampilkan adegan berbahaya, konten yang mengandung ujaran kebencian, konten yang melanggar hak cipta, pelecehan, dan peniruan identitas (Febrian, 2020). Sosial media yang bermuatan negatif bisa berpengaruh buruk terhadap karakter bangsa utamanya remaja yang mana akan menjauhkan mereka dari nilai-nilai kebaikan. Bahkan dampak negatif yang ditimbulkan dengan pengaksesan sosial media beranekaragam. Contohnya yakni internet addiction, cyberpornografi, risiko kesehatan, hoax, dan cyberbullying (Syah, 2018). Dampak-dampak negatif tersebut haruslah menjadi perhatian serius karena dapat mencederai kepribadian remaja di dunia.

Cyberbullying menjadi salah satu dampak negatif yang perlu mendapat perhatian khusus dan tidak bisa disepelekan begitu saja. Cyberbullying merupakan perilaku menyakiti seseorang secara verbal melalui pemakaian jaringan internet (Ramadhona, 2023). Cyberbullying mengacu pada pemakaian perangkat digital guna menindas orang lain pada dunia digital. Cyberbullying merupakan perbuatan bullying yang memanfaatkan teknologi untuk melukai orang lain secara sengaja dan dilakukan berulang kali (Prabawati, 2013). Cyberbullying dapat diartikan sebagai wujud intimidasi memakai teknologi seperti internet atau ponsel untuk melecehkan korban dengan gambar dan teks (Kraft, 2006). Pelaku cyberbullying umumnya memiliki keinginan untuk melihat korbannya tersakiti melalui berbagai macam media penyerangan baik berupa pesan maupun gambar yang meresahkan yang kemudian disebarluaskan sehingga korban merasa malu dan pelaku merasa puas dan senang.

Adapun bentuk cyberbullying bisa berupa komentar negatif terhadap postingan, pesan personal tidak bersahabat, dan membagikan postingan media sosial dengan cara menghina. Bentuk cyberbullying antara lain dengan cara mengirimkan pesan teks, pesan instan, atau pesan teks telepon seluler yang secara langsung dan sengaja ditujukan untuk mengintimidasi korban. Adapun bentuk lainnya cyberbullying yaitu pengiriman pesan teks dengan kata kasar (flaming), kata-kata hinaan yang dikirim secara pribadi (harassment), peniruan identitas (impersonation), pencemaran nama baik (denigration), dan menyebarkan rahasia orang lain dan tipu muslihat (outing & trickery) (Yemima, 2023). Bentuk cyberbullying yang pertama yaitu flaming. Flaming merupakan tindakan perundungan dengan cara mengirim pesan teks menggunakan kata-kata kasar yang biasa terjadi di grup chat sosial media. Penyebab perilaku tersebut adalah terdapat perselisihan antar individu maupun kelompok dalam suatu pola hubungan sosial. Tujuan dari perilaku tersebut yaitu untuk mengancam dan menghina korban. Flaming bisa berupa fitnah dan diskriminasi. Flaming juga mengacu pada pertengkaran atau perselisihan dalam jangka waktu pendek antara dua orang atau lebih dengan kata-kata kasar.

Kedua, Harassment yaitu kata-kata berupa cacian dan hinaan yang dikirimkan secara pribadi secara berulang-ulang. Penindasan terhadap kehidupan pribadi seseorang dengan melihat cara berpakaian, bahasa tubuh, atau kepemilikan barang. Beberapa pemilik akun sosial media menanggapi sindiran tersebut dengan hinaan terus-menerus. Tindakan tersebut menjadikan korban merasa tidak nyaman dan terganggu aktivitasnya. Oleh karena itu, pelaku sebaiknya diberi pemahaman tentang apa yang benar dan salah. Ketiga, Peniruan identitas (impersonation) mengacu pada penyamaran menjadi orang lain untuk dapat menipu (Vandebosch, 2019). Tindakan tersebut ditujukan untuk menghancurkan reputasi seseorang. Hal yang mendasari perilaku tersebut adalah rasa ingin balas dendam. Pelaku merasa termotivasi melakukan kejahatan untuk menunjukkan kekuatannya. Keempat, Denigration atau pencemaran nama baik yang mana mengacu pada kegiatan memposting rumor dan kebohongan kejam seseorang untuk merusak nama baik individu. Pelaku pencemaran nama baik termotivasi untuk melakukan hal tersebut karena ingin diakui sebagai identitas yang dia inginkan dengan menyebarkan hal-hal buruk seseorang yang belum tentu benar. Manusia sebagai makhluk sosial bebas memberi komentar atau pernyataan kepada orang lain akan tetapi hal yang sifatnya merugikan orang lain harus dihindari karena akan berujung pada balas dendam dan berujung pada cyberbullying. Kelima, outing dan trickery atau tipu muslihat. Outing adalah tindakan menyebarkan rahasia orang lain berupa gambar atau video pribadi. Sedangkan trikery adalah tipu muslihat untuk membujuk seseorang agar mendapatkan rahasia seseorang untuk mendapatkan gambar dan video pribadi milik sasarannya (Satyawati, 2014).

UNESCO mengeluarkan data yang mengatakan bahwa remaja terdampak cyberbullying berkisar 5% sampai 21% (Afrida, 2019). Fenomena cyberbullying tentu tidak bisa dianggap remeh. Perilaku tersebut memiliki dampak berbahaya yang setara dengan kekerasan atau kejahatan verbal di dunia nyata. Dampak negatif yang dimaksud menyerang kondisi fisik, psikologis dan emosional, hingga dampak terburuk seperti korban melakukan percobaan untuk menghilangkan nyawanya. Temuan tersebut menjadi alasan kuat betapa pentingnya mengupayakan pencegahan cyberbullying pada remaja. Penelitian yang mengkaji tentang upaya pencegahan cyberbullying pada sekolah dasar di Indonesia sudah banyak, akan tetapi masih sedikit yang melakukan review terhadap upaya pencegahan cyberbullying pada anak usia sekolah dasar secara spesifik. Supaya dampak cyberbullying dapat dikurangi maka perlu dikaji bagaimana upaya pencegahannya. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah upaya-upaya pencegahan cyberbullying pada anak usia sekolah dasar.

METODE

Studi ini menggunakan metode systematic literature review. Tujuan dari systematic literature review adalah meninjau temuan-temuan dari literatur mengenai pencegahan cyberbullying di sekolah dasar. Artikel-artikel yang diulas diperoleh berdasarkan data dari Google Scholar dan Scispace dengan kata kunci pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Artikel yang didapatkan sebanyak 18 artikel dengan judul yang sesuai dengan yang diinginkan. Akan tetapi, 3 judul artikel tidak bisa diakses sehingga hanya 15 artikel yang ditinjau dalam penelitian ini. Terdapat 4 artikel berbahasa Indonesia dan 11 berbahasa Inggris yang dipublikasikan tahun 2010 hingga 2023. Adapun rincian hasil artikel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Analisis artikel berdasarkan penulis, tahun, dan hasil penelitian

No.

Penulis

Tahun

Hasil

1.

Welly, W., & Rahma, G.

2022

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperlukan pengawasan orangtua dan guru khususnya terkait penggunaan media interenet dan intensitas penggunaan media sosial untuk mencegah terjadinya cyberbullying dikalangan anak sekolah dasar.

2.

Murni, D., Arif, Y., & Ria, S.

2023

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman dan pengetahuan siswa dalam Cyberbullying. Proses pemahaman dilakukan dengan pre-postest. Adanya kegiatan ini pihak sekolah maupun orang tua bisa bekerja sama memberikan dukungan pada anak. Pemantauan dan pendampingan secara optimal, untuk menghindari perilaku-perilaku yang tidak diinginkan.

3.

Thanos Touloupis* and Christina Athanasiades

2022

Temuan mendukung kesesuaian intervensi dalam konteks sekolah dasar meningkatkann harga diri (self-esteem) dan mempromosikan budaya online yang aman di kalangan siswa dengan perkembangan tipikal dan atipikal.

4.

Krista R. Mehari, dkk

2023

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan empati kognitif seharusnya menjadi strategi pencegahan cyberbullying selama masa kanak-kanak pertengahan.

5.

Patrizia, dkk.

2021

Penelitian ini menyoroti pentingnya mengadopsi perspektif kolaboratif antara siswa, guru dan orang tua, dan untuk mencegah dan memecahkan masalah cyberbullying yang merangsang kesadaran kolektif tentang keamanan cyber di sekolah.

6.

Raquel Flores Buils

2020

Perbedaan signifikan diperoleh pada dimensi : kesadaran diri emosional, pemecahan masalah, penggunaan yang bertanggung jawab, bimbingan belajar digital dan pengawasan keluaga. Disimpulkan bahwa program ini efektif, karena mengembangkan keterampilan pribadi dan teknologi yang dimiliki siswa, dan mempunyai dampak positif pada bimbingan belajar dan pengawasan guru dan orang tua

7.

ukasz, Tomczyk., Anna, Woch

2019

Hasilnya memberikan pedoman dan temuan baru yang mungkin bisa bermanfaat berharga untuk praktik sekolah dan pedagogi media. Para guru yang diwawancarai menyatakan bahwa efektivitas preventif yang sampai sekarang diterapkan kegiatan bervariasi. Mereka menyatakan perlunya mengembangkan digital mereka sendiri literasi dan bersedia berpartisipasi dalam pelatihan yang berfokus pada praktik aspek mengantisipasi cyberbullying dan menyelesaikan kasus-kasus sulit (misalnya terkait terhadap seksualitas, perlindungan citra atau penyerangan terhadap guru melalui Internet). Itu responden mengakui perlunya upaya bersama dengan polisi dan masyarakat setempat lembaga masyarakat ketika memecahkan masalah terkait cyberbullying.

8.

Mate Kapitany-F ov eny

2022

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi gender perbedaan dan potensi peran mediasi usia, impulsif, dan penggunaan internet yang bermasalah terkait dengan hal tersebut hasil dari program cyberbullying di sekolah dasar. Metode: Proyek STAnD yang dipimpin oleh rekan membentuk sikap siswa terhadap cyberbullying, dan mendorong perilaku mencari bantuan. Hasil: Tiga dari hasil intervensi -- mengubah 1) pengetahuan saluran bantuan, 2) empati terhadap korban cyberbullying, dan 3) persepsi risiko mengenai bahaya online - paling baik diprediksi berdasarkan gender. Model analisis jalur khusus gender menunjukkan bahwa jumlah waktu online yang lebih banyak mungkin menghambat perubahan risiko kesadaran di kalangan perempuan dan kesediaan mencari bantuan di kalangan laki-laki.

9.

Dorothy L. Espelage

2017

Materi pencegahan dan intervensi, mulai dari situs web dan lembar tip hingga Kurikulum kelas, telah dikembangkan untuk membantu remaja, orang tua, dan guru mengatasi cyberbullying. Saat masa muda dan Jika orang tua bersedia mengungkapkan pengalaman mereka mengenai penindasan kepada penyedia layanan kesehatan, maka pengungkapan ini perlu dilakukan serius dan ditangani dengan penuh perhatian. Penyedia layanan kesehatan perlu memasukkan pertanyaan tentang intimidasi pada formulir penerimaan mendorong pengungkapan ini.

10.

Nandoli von Mares dan Franz Petermann

2012

Program pencegahan cyberbullying harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan mencakup pengajaran menyeluruh tentang keamanan internet dan perilaku online

11.

Donna Tangen and Marilyn Campbell

2010

Temuan menunjukkan bahwa guru dan konselor bimbingan harus terbuka dalam mengajarkan strategi tentang cyberbullying sebagaimana mereka mengajarkan strategi tentang mengurangi intimidasi tatap muka.

12.

Fadhlullah

2022

Guru berperan penting dalam mengarahkan siswa untuk bijak bermain media sosial, Berikut ini merupakan beberapa cara guru dalam mencegah cyberbullying, di antaranya yaitu Pastikan Siswa Dalam Kondisi Baik, Beri Pemahaman Siswa Mengenai Cyberbullying, Menciptakan Lingkungan Belajar yang Positif dan Menyenangkan, Libatkan Orang TuaSiswa, Beritahu Cara Bijak Memanfaatkan Media Sosial.

13.

Darmawan, N. H

2023

Pengetahuan dan pemahaman tentang Cyberbullying pada siswa sekolah dasar harus masif dilakukan sejak dini agar anak tidak terjebak dalam permasalahan cyberbullying. Implikasinya, orangtua dan guru harus selalu mendampingi anak-anak agar dapat berinteraksi secara bijak khususnya melalui media sosial atau platform online lainnya.

14.

Yeong-Jun, dkk

2022

Studi ini menemukan bahwa kontrol cyberbullying oleh sekolah memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap pengalaman cyberbullying di antara siswa sekolh dasar Korea pada tahun 2020. Tindakan pencegahan diterapkan melalui sistem home school dianjurkan untuk mengatasi cyberbullying di era pasca COVID-19, menekankan pentingnya membangun koneksi orangtua-sekolah yang kuat untuk secara efektif menanggapi cyberbullying. Sekolah harus meningkatkn kesadaran tentang cyberbullying di kalangan siswa sekolah dasar untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebeluumnya yang menekankan pentingnya intervensi berbasis sekolah dan program pencegahan dalam mengatasi cyberbullying.

15.

Eunsun, Choi., dkk

2021

Program pendidikan online yang dikembangkan untuk siswa sekolah dasar di korea Selatan menunjukkan efek positif dalam mencegah cyberbullying. Subjek studi mengalami lebih sedikit cyberbullying dan viktimasi setelh berpartisipasi dalam progggram ini, menunjukkan efektivitasnya dalam mengurangi kejadian cyberbullying.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasakan analisis terhadap 15 artikel yang berhubungan dengan strategi global pencegahan cyberbullying di kalangan remaja, ditemukan empat strategi utama pencegahan cyberbullying yaitu pengawasan orang tua dan guru terkait penggunaan media sosial, bimbingan literasi digital, peningkatan empati kognitif, dan partisipasi polisi dalam upaya pencegahan cyberbullying di kalangan remaja.

Pengawasan Orang Tua Dan Guru Terkait Penggunaan Media Sosial

Pengawasan orang tua dan guru sangat penting dengan tujuan untuk membatasi intensitas penggunaan internet khususnya media sosial. Semakin sering anak menggunakan media sosial maka semakin besar pula resiko terdampak cyberbullying. Hal ini sejalan dengan penelitian Welly (2022) yang menyatakan bahwa pola asuh memiliki hubungan dengan kejadian cyberbullying di kalangan remaja. Media sosial jika digunakan dengan durasi waktu yang berlebihan atau intensif mampu menyebabkan kecanduan yang berdampak negatif pada anak seperti membuatnya tidak menyelesaikan tugas, tidak masuk sekolah, nilai prestasi turun, dan interaksi sosial menghilang (Fransiska et al., 2020). Karenanya, orang tua dan guru hendaknya mengingatkan anak untuk memahami kapan waktu belajar, bermain bersama teman, bermain gadget. Orang tua di rumah juga bisa membuat aturan durasi bermain gadget atau media sosial setiap harinya bagi anak-anak mereka. Sejalan dengan hal tersebut penelitian Raquel (2020) juga menekankan pentingnya pengawasan keluarga dan sekolah sebagai faktor pencegah terhadap cyberbullying.

Bimbingan Literasi Digital

Salas satu upaya pencegahan cyberbullying adalah bimbingan literasi digital yaitu mempromosikan budaya online yang aman bagi anak. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Thanos (2022) menyatakan bahwa penekanan yang diberikan pada literasi teknologi sejak awal pendidikan dasar menawarkan lebih banyak peluang bagi guru untuk mengangkat isu-isu perilaku online yang etis dan aman. Hal tersebut cenderung memotivasi anak untuk terlibat dalam perilaku positif bahkan di dunia maya. Guru dapat membentuk kemampuan literasi digital pada anak dengan cara memberitahu kapan dan bagaimana cara menggunakan media sosial secara bijak, mengajarkan bahwa melalui media sosial kita bisa mendapatkan beragam informasi oleh karena itu perlu memilah-milah informasi yang baik dan tidak baik supaya kita bisa mengambil yang baik saja, menanamkan perilaku-perilaku online yang etis dan aman. Penanaman pengetahuan siswa mengenai budaya online yang aman efektif untuk mencegah cyberbullying. Hal itu sejalan dengan penelitian Schultze-Krumbholz (2018) bahwa program mereka menanamkan pengetahuan perilaku online yang aman berpengaruh pada berkurangnya tindakan cyberbullying. Dengan demikian, bimbingan literasi digital penting dilakukan oleh guru maupun orang tua untuk mencegah terjadinya cyberbullying siswa sekolah dasar.

Peningkatan empati kognitif

Empati memiliki dua komponen utama: empati afektif, yaitu kemampuan untuk merasakan dan berbagi pengalaman emosi orang lain, dan empati kognitif yang merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi orang lain (Ang & Goh, 2010). Empati kognitif bisa terjadi membutuhkan pemrosesan melalui pengambilan perspektif, dengan berpikir melalui bagaimana suatu situasi dapat berdampak pada orang lain. Peningkatan empati kognitif dapat mencegah terjadinya cyberbullying. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Krista (2023) empati kognitif dapat mendorong pencegahan perilaku agresif, antisosial, hingga cyberbullying. Peningkatan empati anak dapat dilakukan dengan memberi stimulus-stimulus berupa pertanyaan seperti "Bagaimana perasaanmu jika ada orang yang menulis hal negatif kepadamu?", "Apa yang kamu rasakan jika ada yang memposting hal negatif tentangmu?", atau "Menurutmu, bagaimana perasaan orang lain jika mendapatkan komentar negatif tentang diri mereka?". Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mendorong anak untuk berpikir dan memunculkan empati mereka sehingga anak akan termotivasi untuk tidak berkomentar ataupun memposting hal negatif tentang orang lain. Mereka akan secara sadar mampu mengelola emosi dan memilih kata-kata ataupun postingan yang baik dan tidak melukai perasaan orang lain. Hal itu sejalan dengan penelitian Raquel Flores (2019) bahwa empati merupakan salah satu elemen penting pencegah cyberbullying dimana anak harus menempatkan dirinya pada posisi orang lain, mendengarkan, memberi perhatian, toleransi, dan membantu orang lain.

Partisipasi polisi dalam upaya pencegahan cyberbullying di sekolah

Salah satu bentuk pencegahan cyberbullying yang populer adalah pertemuan dengan polisi di sekolah. Pertemuan tersebut membahas permasalahan cyberbullying yakni tentang hukum yang berkaitan dengan konsekuensi cyberbullying (menerbitkan gambar, foto, secara online tanpa persetujuan seseorang dan konsekuensinya). Pelatihan olah polisi lebih banyak diapresiasi daripada kegiatan ceramah guru di dalam kelas. Siswa akan jauh lebih terkesan apabila petugas polisi dengan seragamnya memberitahu mereka tentang pengalaman nyata, kasus yang pernah terjadi, dan konsekuensinya. Oleh karenanya, perlu lebih sering adanya edukasi cyberbullying dari polisi yang diselenggarakan di sekolah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ukasz (2019) bahwa partisipasi polisi dalam pencegahan serta pemecahan masalah yang rumit terkait cyberbullying. Peneliti lain menegaskan bahwa perlunya polisi melakukan edukasi mengenai cyberbullying di sekolah-sekolah merupakan bagian dari upaya pencegahan cyberbullying (Beale, 2007).

Adanya cyberbullying di kalangan remaja memunculkan kekuatan (Strength) bagi pihak sekolah, orang tua, bahkan polisi untuk saling berkolaborasi mengadakan program atau upaya dalam pencegahan cyberbullying bagi anak usia sekolah dasar. Upaya tersebut antara lain pengawasan penggunaan media sosial, bimbingan belajar literasi digital, peningkatan empati kogntif, dan sosialisasi dari pihak kepolisian mengenai cyberbullying. Kelemahan (weakness) cyberbullying yaitu menyebabkan siswa sebagai korban merasa rendah diri akibat komentar negatif, menurunnya prestasi, membuat korban menjadi orang yang kasar dan kejam terhadap orang lain sebagai bentuk pelampiasan dendam. Peluang (opportunity) atas kejadian cyberbullying adalah meningkatnya toleransi atas perbedaan dan lebih bebas berekspresi. Ancaman (threat) yang muncul yakni seseorang menjadi tertutup akibat komentar negatif, ide kreatif tidak bisa disalurkan, gangguan mental meningkat.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan terdapat empat upaya pencegahan cyberbullying yaitu pengawasan orang tua dan guru terkait penggunaan media sosial, bimbingan literasi digital, peningkatan empati kognitif, dan partisipasi polisi dalam upaya pencegahan cyberbullying di kalangan remaja. Adapun cyberbullying yang dilakukan remaja memunculkan kekuatan (Strength) bagi pihak sekolah, orang tua, bahkan polisi untuk saling berkolaborasi mengadakan program atau upaya dalam pencegahan cyberbullying bagi remaja. Kelemahan (weakness) cyberbullying yaitu menyebabkan remaja sebagai korban merasa rendah diri akibat komentar negatif, menurunnya prestasi, membuat korban menjadi orang yang kasar dan kejam terhadap orang lain. Peluang (opportunity) atas kejadian cyberbullying adalah meningkatnya toleransi atas perbedaan dan lebih bebas berekspresi. Ancaman (threat) yang muncul yakni seseorang menjadi tertutup akibat komentar negatif, ide kreatif tidak bisa disalurkan, dan gangguan mental meningkat. 

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, N. (2019, February 6). www.aa.com.tr/id/dunia. Retrieved from www.aa.com: https://www.aa.com.tr/id/dunia/unicef-70-remaja-dunia-jadi-korban-kekerasan-online/1385034

Ang, R. P., & Goh, D. H. (2010). Cyberbullying among adolescents: The role of affective and cognitive empathy, and gender. Child Psychiatry & Human Development, 41(4), 387--397. https:// doi.org/ 10. 1007/ s10578- 010- 0176-3

Beale, A. V., & Hall, K. R. (2007). Cyberbullying: What School Administrators (and Parents) Can Do. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas, 81(1), 8--12. https:// doi.org/10.3200/tchs.81.1.8-12

Darmawan, N. H., Hilmawan, H., Seftian, D., Aulia, L., Hikmatullah, L., Zahira, M., ... & Sopia, S. (2023). Literasi Digital: Pemahaman Cyberbullying pada Siswa Sekolah Dasar. Madaniya, 4(4), 1929-1935.

Donna, Tangen., Marilyn, Campbell. (2010). Cyberbullying prevention : one primary school's approach.

Dorothy, L., Espelage., Jun, Sung, Hong. (2017). Cyberbullying Prevention and Intervention Efforts: Current Knowledge and Future Directions. The Canadian Journal of Psychiatry, doi: 10.1177/0706743716684793

Eunsun, Choi., Namje, Park. (2021). Can Online Education Programs Solve the Cyberbullying Problem? Educating South Korean Elementary Students in the COVID-19 Era. Sustainability, doi: 10.3390/SU132011211

Fadhlullah, F., Wati, M., Muharramsyah, R., & Marsithah, I. (2022). Dampak Cyberbullying Di Sekolah Dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Almuslim, 1(2), 014-019.

Febrian, E. (2020). Tinjauan Yuridis Mengenai Pengawasan Terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran Platform Media Sosial Di Indonesia.

Fransiska, N., Faizal, A. R., & Trenggono, N. (2020). Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Dan Kepuasaan Bermedia Sosial Dengan Risiko Bermedia Online.

Kraft, E. (2006). Cyberbullying: a worldwide trend of misusing technology to harass others. WIT Transactions on Information and Communication Technologies, doi: 10.2495/IS060161

Krista, R., dkk. (2022). Cyberbullying and Empathy Among Late-Elementary School Children. International journal of bullying prevention, doi: 10.1007/s42380-022 00119-9

ukasz, Tomczyk., Anna, Woch. (2019). Cyberbullying in the light of challenges of school-based prevention. International Journal of Cognitive Research in Science, Engineering and Education, doi: 10.5937/IJCRSEE1903013T

Mt, Kapitny-Fvny., J, gnes, Lukcs., Johanna, Takcs., Istvn, Kitzinger., Zsuzsanna, Sosn, Kiss., Gbor, Szab., Andrs, Falus., Helga, Judit, Feith. (2022). Gender-specific pathways regarding the outcomes of a cyberbullying youth education program. Personality and Individual Differences, doi: 10.1016/J.PAID.2021.111338

Murni, D., Arif, Y., & Ria, S. (2023). Pencegahan Cyberbullying Pada Siswa Melalui Health Literacy Pada Sdn 03 Alai Kota Padang. Buletin Ilmiah Nagari Membangun, 6(1), 35-42

Nandoli, von, Mares., Franz, Petermann. (2012). Cyberbullying: An increasing challenge for schools:. 10.1177/0143034312445241 School Psychology International, doi:

Patrizia, Grifoni., Alessia, D'Andrea., Fernando, Ferri., Tiziana, Guzzo., Maurizio, Angeli, Felicioni., Andrea, Vignoli. (2021). Against Cyberbullying Actions: An Italian Case Study. Sustainability, doi: 10.3390/SU13042055

Prabawati, A. (2013). Awas Internet Jahat Mengintai Anak Anda. Yogyakarta: Andi.

Pratiwi, N. I. (2017). Penggunaan media video call dalam teknologi komunikasi. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 1(2), 202-224.

Ramadhona, Y., Samha, A. C., Putri, M. Z., Effendi, F., Puspaningrum, D. W., & Arribath, A. F. (2023). Upaya Peningkatan Konsep Diri Dalam Mengatasi Cyberbullying Pada Remaja Di Era Society 5.0. Educate: Journal Of Education and Learning, 1(1), 8-16.

Raquel, Flores, Buils., Antonio, Caballer, Miedes., Mercedes, Romero, Oliver. (2020). Effect of a cyberbullying prevention program integrated in the primary education curriculum. 10.1016/J.PSICOE.2019.08.004 Revista De Psicodidactica, doi:

Satyawati, I. A. D., & Purwani, S. P. M. (2014). Pengaturan Cyber Bullying Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Kerta Wicara 3, no. 2 (2)

Schultze-Krumbholz, A., Zagorscak, P., and Scheithauer, H. (2018). "A school-based cyberbullying preventive intervention approach: the media heroes program," in Reducing Cyberbullying in Schools. eds. M. Campbell, and S. Bauman (New York: Academic Press), 145--158.

Sidharta, J. (2023). Manfaat Media Sosial Pada Dunia Pendidikan Generasi Millennial Di Era Disrupsi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 16(1), 101-109.

Syah, R., & Hermawati, I. (2018). Upaya pencegahan kasus cyberbullying bagi remaja pengguna media sosial di Indonesia. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 17(2), 131-146.

Thanos, Touloupis., Christina, Athanasiades. (2022). Evaluation of a cyberbullying prevention program in elementary schools: The role of self-esteem enhancement. Frontiers in Psychology, doi: 10.3389/fpsyg.2022.980091

Vandebosch, H., & Green, L. (2019). Narratives in Research and Interventions on Cyberbullying among Young People. In Narratives in Research and Interventions on Cyberbullying among Young People. Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-04960-7

Welly, W., & Rahma, G. (2022). Cyberbullying Selama Pembelajaran Daring pada Anak Sekolah Dasar. Jik Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(2), 380-386.

Yemima, Christina Kezia. (2023). The Forms of Cyberbullying Behavior among Teenage Students:

Yeong-Jun, Choi., So-Young, Shin., Julak, Lee. (2022). Change in Factors Affecting Cyberbullying of Korean Elementary School Students during the COVID-19 Pandemic. International Journal of Environmental Research and Public Health, doi: 10.3390/ijerph191711046

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun