Lucu ya. Manusia semakin banyak variannya. Saking banyaknya Dru sudah kepalang tanggung untuk mundur perlahan dari obrolan-obrolan manusia. Menghindar dari pertemuan-pertemuan penuh ambis bahkan memilih untuk pura-pura tidur untuk setiap pertunjukan-pertunjukan sengit antar umat manusia
Dru meratapi banyak kisah yang terjadi akhir-akhir ini.
Dulu banyak cita-cita Dru. Hingga akhirnya Dru menyesal kenapa harus mengenal kata cita-cita.
Kenapa harus berjuang untuk menggapai cita-cita.
Kenapa harus punya harapan.
Berada pada fase kemarahan yang sudah tidak lagi bisa diterjemahkan.
Dru mencoba merenungi diri
Ada apa denganku?
Pagi itu Dru sepakat dengan dirinya bahwa tepat jam tiga pagi Dru harus segera bergegas agar tak seorang pun mengetahui kepergian Dru.
Awalnya untuk menghemat uang saku, Dru memilih untuk backpack-an walaupun belum paham kaki mengajak kemana besok pagi.
Namun setelah menatap lama bulan purnama, Dru akhirnya memilih jadwal keberangkatan tempat wisata yang seharusnya Dru kala itu berkunjung Bersama Bram.
Kemudian memilih hotel yang nyaman, karena Dru tidak punya jadwal lain selain menetap di sana selama satu minggu, bangun, tidur, bangun lalu tidur lagi.
Tidak ada mall, tidak ada pantai, tidak ada beli oleh-oleh.
Dan yang pasti tidak ada Bram.
Berlari menerobos dinginnya angin sisa semalam, Dru bergegas ke ATM tepat di sebelah kiri pintu masuk stasiun.
Beberapa lembar Dru ambil setelah kurang lebih satu jam Dru menghitung berapa sisa uang di dalam rekeningnya jika Dru nekat menjauh dari hiruk pikuk manusia-manusi berisik.
Dru harus pastikan sekembalinya Dru mengisi hati dan pikirannya, uang itu harus mencukupi Dru hinggal tanggal teng tong M Banking  Dru Berbunyi.
Waktu masih jam 4 pagi. Dru punya waktu 1 jam sebelum memutuskan menaikin gerbong pilhannya.
Mencoba menelusuri jajanan di sekitar stasiun, Dru memutuskan membeli 1 lontong dan 1 tahu goreng isi yang ukurannya lumayan besar, kira-kira sebesar muka tikus yang biasa mampir ke kost an Dru saban malam.
"Cukup lah. Hemat. 10 ribu ini harus mampu memenuhi nafsu makan ku hingga nanti aku tiba di Solo"
Dru merogoh saku jeans sobeknya. Mencari uang logam untuk membeli the hangat agar tidak perlu jajan lagi nanti dan pula tidak masuk angin ketika tiba di Stasiun Balapan nanti.
Satu koper dan satu sling bag saja.
Kali itu Dru tidak membawa barang-barang aneh. Yang biasanya Dru ikut membawa obat-obatan Bram, Jaket extra, Kaos extra semata jika Bram mengeluh kedinginan, Dru sudah siap.
Tapi kali ini Dru hanya memastikan alat ibadah tidak tertinggal.
Daster tipis yang sudah tidak utuh bagian benangnya Dru bawa. Agar Dru tidak perlu laundry, cukup kucek sedikit lalu dijemur di bawah lampu kamar mandi rasanya cukup untuk bekal Dru berhari-hari di sana.
ya, mirip supir truk saja, sebelum mereka tidur mereka jemur dulu baju mereka di pintu atau badan truknya.
Dru mulai menelusuri anak tangga Stasiun Bandung.
Perlahan memorinya menyeruak mengingat kembali perkara Bram. Manusia favorit Dru yang tidak juga kunjung menjunjung Dru seperti yang diharapkan Dru selama ini.
Sial!
Dru sudah membuang waktu terlalu banyak.
Bram adalah manusiaa pelengkap hingga akhirnya Dru menyadari bahwa Manusia itu hakikatnya adalah menipu.
Dru mulai memahami setiap guratan senyum, tatapan mata, sunggingan bibir dan Gerakan kegelisahan yang disampaikan tangan ketika beradu.
Gerbong Dru ada di paling ujung rangkaian kereta.
Ya Namanya juga kelas ekonomi. Yang penting sampai!
Dru rapikan kopernya. Digenggamnya Walkman yang dulu setia menemani Dru kemanapun pergi.
Ah, sial. Kenapa kasetnya Cuma satu.
Membosankan harus mendengarkan Seberapa Pantas berapa kali sampai nanti tiba di statsiun balapan.
Matahari mulai menyorot dan menyapa Dru.
Dru yang sudah terlalu lelah tidak bergeming. Matahari tak kehabisan akal. Dia geser sedikit posisinya agar cahaya panasnya tepat di muka Dru.
Dru menggeliat.
Matanya tertuju pada barisan rumah-rumah kecil di antara sawah yang masih hijau.
Cantik ya Allah!
Jika saja aku bisa menjaga diriku dengan baik mungkin nasibku secantik barisan rumput itu.
Menyegarkan. Diberi senyuman orang-orang setiap hari.
Sementara sekarang.
Tidak ada satupun manusia sudi memperhatikan Dru.
Dru yang lusuh, mata panda yang tidak pernah bisa hilang. Baju yang sdh bladus dan mungkin sedikit bauk arena sudah tidak ada lagi keinginan Dru untuk bersolek, mempercantik dan merawat badannya sendiri.
Dru biarkan semuanya mengembang.
Buat apa buang-buang waktu untuk mempercantik diri jika hanya dirinya sendiri yang sanggup mencintainya.
Dru kembali mengajak dirinya tertidur.
Kebisingan-kebisingan yang Dru dengar perlahan menjauh.
Dru kembali terlelap.
Jam satu siang.
Dru sampai juga di Stasiun Balapan.
Dru bergegas mencari toilet untuk sekadar membersihkan muka kucelnya.
Perut sudah mulai berbunyi, tapi karena sampai hotel saja belum, Dru segera bergegas mencari pintu keluar stasiun.
Ah, jam sibuk para ojol.
Mahal sekali tarif Gocarnya.
Lagipula beberapa tahun lalu seingat Dru, di sini hanya ada armada yg ada di sekitat Stasiun.
Akhirnya setelah memastikan jarak tempuh dan keterbatasan rupiah.
Dru memilih untuk berjalan kaki menuju hotel.
Tidak jauh.
Hanya 45 menit saja. Dan Dru sudah sampai di meja resepsionis.
Sedikit berkaca di depan lobby hotel.
Dru mengurungkan check in siang itu. Rasanya kesendirian selama seminggu di dalam hotel ini tidak akan menjadi obat Dru untuk kembali berbahagia.
Dru memutuskan mencari mushola terlebih dahulu.
Jam Dzuhur akan segera habis.
Dibersihkannya semua sela-sela jari dan kuku yang kotor itu.
Dibasuh mukanya dengan pelan
Kemudian,
Ya Allah. Aku bersujud pada-MU
Jika satu atau dua menit ke depan. Satu atau dua tatapan mataku, satu atau dua pemikiranku, satu atau dua bisikanku adalah  baik untukku, berikan kemudahan.
Dru yang sudah putus asa dengan segala kehampaan harapan.
Perlahan menggeserkan doanya. Tidak lagi berdoa tentang Bram, tidaklagi berdoa tentang sandaran bahu dan tidak lagi berdoa tentang manusia di depannya ketika bersujud.
Kali ini, di dalam hati yang paling dalam
Dru memohon agar langkahnya dapat Engkau seret ke dalam hari-hari penuh keberkahan.
Tidak lagi berani memaksakan.
Jika kali ini aku masih menjadi manusia dengan kasta paling rendah. Besok lusa Dru percaya akan segera bangkit.
Bukannya jika naik Wahana Bianglala saja orang tidak mau di atas terus, bosan dan menakutkan.
Begitu pun kehidupan.
Jika kali ini Dru masih menunggu antrian untuk masuk wahana, maka sebentar lagi akan mulai dapat memandangi dunia dengan berbagai tingkat ketinggian.
Pulang Dru.
Mukenamu tertinggal di kost an.
#Bandung, 19 Oct
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H