Dru masih menunggu di ujung taman Rumah Sakit.
Ada perasaan sangat tidak enak, bayangan itu tetap menghantui. Ingin rasanya menumpahkan segala yang dirasakan namun tak seorang pun yang memahami perasaan Dru saat itu.
Bram masih sempatkan bertanya kabar. Tapi bukan itu yang diinginkan Dru. Jika saja saat itu, sepanjang waktu Dru gelisah selalu ada Bram mungkin akan lain ceritanya.
Dru merasa bodoh sekali. Padahal jauh sebelum itu banyak hal yang sudah Tuhan kasih pertanda.
Bahkan saat Bram meninggalkan Dru di pagi hari di ruangan kosong yang asing, sendiri dengan segala emosi kala itu. Dru masih saja memaksakan untuk bertemu Bram. Sayangnya bram tak kunjung datang.
Ah. Apa jangan-jangan Bram biang keroknya. Jika saja pagi itu Dru tidak menunggu Bram mungkin Dru sudah beranjak meninggalkan Jakarta.
Dru tidak perlu menghabiskan malam tahun baru tanpa rencana. Juga Dru tak perlu menunggu Mall menutup semua pintu masuk dan satu persatu lampu di setiap sudut dipadamkan.
Perasaan Dru yang begitu marah saat itu yang menahan Dru untuk berontak pada waktu dan masa yang tidak diharapkan.
Malam itu, gerimis. Sedikit lebat saat Dru masih seperti orang tolol menunggu Taksi sebelum manusia-manusia itu sibuk tiupkan terompetnya.
Dru kibaskan sebagian badannya. Kuyup. Sungguh bukan hal yang penting dibandingkan perasaan dungu sepanjang hari itu yang akan terus Dru ingat.