Indonesia bukan satu-satunya negara yang masih berjibaku dalam pandemi Covid-19. Virus yang digadang-gadang tidak akan pernah menyentuh Indonesia, buktinya sampai hari ini telah berhasil memporakporandakan Indonesia dalam waktu sekejap.
Tercatat telah ada 22.750 kasus dengan pasien sembuh di angka 5.642 dan yang meninggal 1.391.
Angka yang bukan sedikit. Pemerintah telah mencoba berbagai cara untuk memutus mata rantai virus.
Di awal mencuatnya kasus ini, semua orang mulai panik.
Yang awalnya menanggapi dengan berbagai jenis canda dan lawak, ketika kasus di Amigos mulai ramai di perbincangkan, semua sepakat untuk menutup mulut soal lawakannya dan 360 derajat ramai-ramai mencari cara menyelamatkan diri.
Hmmm...semudah itu Indonesia berbalik pikir.
Sudah hampir tiga bulan, kasus Covid-19 belum juga usai. Kurva tak juga melandai.
Rupanya upaya pemerintah dari mulai Physical Distancing, kemudian menjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bahkan beberapa daerah melakukan local lockdown agar mata rantai virus segera teratasi. Hasilnya apa? Indonesia malah menjadi kebal dan bebal.
Kalau kita perhatikan bersama, sudah banyak sekali kasus yang muncul ke permukaan, terlebih melalui social media, sebut saja keengganan masyarakat yang menggunakan masker.
Bahkan dari kejadian masker saja sampai muncul tayangan youtube yang "ogah pake masker", katanya sayang nih nafas dan dada menjadi sesak. Walaupun video sudah di takedown namun namanya nasi sudah menjadi bubur, apa yang disampaikan sudah diolah oleh masyarakat.
Kemudian muncul lagi bandara yang tiba-tiba ramai walaupun diperkuat dengan modus adanya surat ijin bebas Corona, penjualan surat bebas Corona secara online menjadi pertanyaan masyarakat luas.
Hmmm lelah ya melihat tingkah laku saudara kita.
Dan yang lebih ramai lagi adalah diserbunya pusat perbelanjaan baik supermarket juga perlengkapan pakaian.
Mau kemana sih, Â Shalat Ied saja disarankan di rumah. Ini ko heboh pada rebutan fashion.
Sampai akhirnya garda terdepan kita mengeluarkan tagar Indonesia Terserah yang kemudian diamini oleh banyak kalangan yang geram dengan tingkah laku masyarakat Indonesia.
Bagaimana tidak, saya, anda dan saudara-saudara lain yang masih waras dan sehat, sudah terlalu lama di rumah, teman-teman medis sudah terlalu lelah di sana.
Akankah kejadian ini hanya sebagai dagelan yang ramai-ramai ditonton lalu ditertawakan?.
Saya harap tidak.
Banyak alasan untuk membela segala kebodohan di atas, bahkan Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany sampaikan bahwa "masyarakat sudah terlalu jenuh di rumah, padahal bisa belanja online tapi mereka lebih memilih ke Giant, itu kapasitas adik saya yang sudah saya tegur, apalagi masyarakat di luar sana". Begitulah kurang lebih yang disampaikan.
Stop, bersikap egois. Memang hanya anda saja yang sudah jenuh. Tentu tidak.
Kita pahami Bersama bahwa kehadiran virus ini memporakporandakan hampir di semua lini. Terutama lini ekonomi, dari satu lini ini saja tentu akan merembet ke lini yang lainnya. Bayangkan saja kasus PHK, dirumahkan sementara, THR di tangguhkan dan lain lain kasusnya cukup banyak. Tentu saja berdampak pada meningkatnya stress secara personil juga keluarga. Dan hal ini tentunya harus segera disikapi.
Konsep baru segera dirilis, yaitu New Normal. Satu konsep yang menurut saya adalah membuat hal-hal yang selama pandemi dianggap abnormal menjadi normal.
Apakah dengan new normal akan membuat kehidupan Indonesia lebih baik?
Jika Pak Jokowi meminta kita untuk berdamai dengan virus, bukan berarti kita pada akhirnya melonggarkan aktivitas kita seperti sedia kala. Banyak hal yang harus dilakukan baik untuk berdamai dengan Corona juga untuk mengikuti New Normal yang dimaksud. Protokoler kesehatan tetap harus dilakukan.
New Normal akan dibagi dalam beberapa fase, namun pertanyaannya adalah apakah akan langsung diterapkan untuk seluruh lapisan masyarakat atau hanya untuk beberapa bagian saja.
Jika kita fokus pada bagian untuk membangkitkan kembali perekonomian, lalu bagaimana kabar masyarakat Indonesia yang saat ini sedang tidak bekerja, Ibu Rumah Tangga, anak-anak atau lapisan lainnya. Akankah mengikuti new normal? Lalu hal apa yang harus disiapkan?
Terlalu rumitkah bila kita klasifikasikan per bagiannya?.
Seharusnya tidak.
Kita dapat memulai dengan arti dan bagaimana caranya menjalani pola hidup baru ini.
Ingat, tidak semua masyarakat melek teknologi, tidak semua masyarakat mudah untuk memahami istilah-istilah asing, dan tidak semua lapisan masyarakat paham untuk melakukannya.
Maka ketika banyak perdebatan di masyarakat, sangat wajar. Anggap saja mereka tak paham dan tidak ada orang yang memberikan pemahaman.
Perlengkapan Kesehatan
Masker dan Hand sanitizer menjadi benda wajib memiliki untuk semua lapisan masyarakat. Tak terkecuali. Lalu apa yang sudah pemerintah lakukan untuk masyarakat.
Di beberapa kasus, sudah mulai terlihat ada pembagian masker dan hand sanitizer (yang kemudian berganti menjadi sabun, karena mencuci tangan dengan air mengalir jauh lebih baik). Sampai di sini selesai?. Tentu tidak. Saya ambil kasus di daerah saya sendiri. Banyak kok yang enggan menggunakan masker. Dengan alasan harga yang mahal (kala itu), pembagiam hanya 1 pcs/orang, dibagi secara acak dan menurut mereka yang penting ada dokumentasi bahwa masker sudah diterima oleh masyarakat.
Masa sih sedemikian buruk. Jawabnya iya. Dengan mata kepala sendiri terlihat gaung penyampaian betapa pentingnya masker dan mencuci tangan dengan baik sangat minim. Kita bisa lihat hanya di tempat tertentu. Yang lainnya, hanya formalitas alias asal ada.
Kalau sudah begini, dari hal paling sederhana, yakin akan berjalan baik New Normal?
Menjaga Jarak
Untuk kalangan pekerja, jarak harus benar-benar diperhatikan, jam kerja yang tidak melebihi 8 jam / tidak lembur. Lalu kalau petugas keamanan bagaimana?.
Jika para pekerja tinggal menunggu instruksi dari perusahaan mengenai physical distancing, lalu bagaimana dengan lapisan masyarakat lainnya?.
Bukan soal berkeliling lalu memakai toa menghimbau setiap yang berkerumun agar membubarkan diri. Sekali lagi jangan sekadar formalitas. Jika selama ini masyarakat di salahkan bahwa mereka tidak disiplin, bandel dan lain sebagainya, saya sangat setuju. Lawong korbannya sudah banyak masa iya tak cukup jadi bukti bahwa virus ini berbahaya. Namun pada akhirnya seperti main petak umpet, selesai toa berbicara, mereka lanjut berwacana.
Terkadang masyarakat perlu sentuhan khusus. Dan ini penting untuk dilakukan sampai mereka paham.
Untul apa ada jajaran pemerintahan sampai 7 struktur, bila ada salah di bawah yang disalahkan langsung Pak Jokowi, loh jajaran di bawahnya kemana?
Suplemen / Vitamin
Saat ini yang difokuskan untuk mendapatkan suplemen adalan setiap pekerja karena di dukung oleh perusahaan masing-masing. Lalu bagaimana kalangan yang lain, jangankan beli vitamin/suplemen, untuk makan saja perlu hitung-hitungan yang luar biasa.
Apakah dalam hal ini suplemen sudah masuk ke dalam anggaran kesehatan di setiap bagian administratif?
Baru tiga hal yang familiar yang kita bicarakan. Rasanya menuju new normal perlu perjuangan yang besar. Tapi namanya juga usaha, sekecil apapun kita harus optimis untuk berhasil.
Maka yang dapat kita lakukan saat ini adalah, ikut membantu pemerintah. Mulai dari diri sendiri dan lanjutkan pada orang di sekitar anda. Ingat namanya New Normal dari abnormal mesti dianggap normal dan wajar maka jangan heran bila ada perdebatan.
Indonesia punya cara, kita pun punya cara. Sampaikan dengan cara yang baik. Jangan sembarangan dan kasar, repot kalau sampai jadi viral ya!.
Bagaimana Indonesia, siap menuju New Normal, siap untuk memperbaiki diri?
Siap dong, kalau bukan kita yang memulai, lalu siapa lagi...
#bandung, 25 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H