Nyai tak pernah meminta untuk dilahirkan seperti ini, juga tak pernah ambil pusing perjalanan yang akan Tuhan berikan bentuknya menyenangkan atau tidak, yang Nyai pahami bahwa cerita manusia berisi tentang asa yang kemudian harus diimbangi dengan serba serbi kebisaan juga tentang kebiasaan yang kelak berujung dengan sketsa karsa bila di dalamnya kau sertakan segala tawa dengan berbagai rasanya. Dan Nyai percaya bahwa takdirnya akan berakhir dengan cerita bahagia.
Di sebuah kedai Nyai habiskan segepok cerutu murah, entah tembakau versi apa yang Nyai hirup yang pasti cukup untuk menemani Nyai melambungkan isi pikiran tentang mahluk yang tiba-tiba menyusup dan dengan sempurna berhasil mencuri isi hati Nyai.
Seluruhnya.
Ko Aseng, pemilik kedai sudah mulai gerah melihat Nyai. Rupanya dia perhatikan dari mulai Nyai datang hingga Nyai sudah membuat kedainya bak pagi hari di Lembang, dengan  jarak pandang tidak sampai 1 meter.
Di Kedai Ko Aseng diperbolehkan menyalakan pemantik merk apapun, apalagi pemantik yang memiliki bau khas. Kata Ko Aseng semakin banyak pemantik bau khas tercium maka semakin berkelaslah pengunjung di Kedai Ko Aseng. Biasanya merk pemantik menentukan jenis cerutu yang dihisap. Semakin berkelas pemantiknya maka semakin tidak mau terlihat sejuta umat merk cerutunya.
Namun Ko Aseng melarang dengan keras bila di kedainya ada pelanggan yang menghembuskan asap flash disk.Â
Ko Aseng menyebutnya asap flash disk. Karena power yang dibutuhkan sebuah cerutu-cerutuan mirip kerja flash disk yang harus dicolok ke sumber listrik atau minimal dicolok ke USB yang ada di laptop.Â
Tidak hanya itu, baunya bak pewangi mobil yang bikin pusing kepala, bisa bikin orang yang mencium muntah-muntah . Bagaimana tidak lawong isinya campuran strawberry lah, ada lagi campuran vanilla lalu kalau mau terlihat gagah sedikit diisinya cerutu-cerutuan itu dengan essence kopi. Ealaah kopi ko dihisap, nanggung amat. Besok-besok campurkan ganja kedalam cairannya biar afdol, begitu Ko Aseng berseloroh.
Dari sudut rak buku, Ko Aseng perhatikan makin serius saja. Nyai adalah salah satu pelanggan Ko Aseng yang paling tengil dan mulutnya ga bisa diam. Lari-lari melulu mulutnya.
Begitu buka pintu, belum saja bell selesai bernyanyi, suara dia sudah mendahului kasir untuk memberi salam.
"Mel, biasa ya. Tubruk Mandailing biarin ampasnya jangan diapa-apain terus segelas es kopi jangan pake gula tapi pake es ya Mel. Satu lagi bikini gue Tahu Garam Pedas tapi ga pake garam ya Mel!"
Meli cengo. Awal dia bertemu Nyai kagetnya bukan main, pingin digampar ini pelanggan. Maen was wes wos aja itu mulut . Bukan apa-apa, Meli Cuma takut salah catat lantas Nyai protes. Modelan kaya Nyai biasanya kalo protes se RT turun semua. Berisiknya bukan main cing.
Sekarang begini aja deh, mana ada cerita Es Kopi ga pake es, ya pasti pake es lah. Lalu mana ada Tahu Garam ga pake garam, kan mubazir aja pesannya . Bisa kali pesannya begini,
"Mel pesan Es Kopi No Sugar dan Tahu Pedas" lebih sederhana kan? Kuping Meli juga ga sia-sia dengerinnya.Â
Itulah Nyai, yang Ko Aseng selalu ingat. Maka ketika Nyai datang ke kedai dengan menenteng Mac dan Novel Saman lalu di selipan jari cerutu lengkap dengan pemantiknya, Ko Aseng yakin Nyai sedang tidak baik-baik saja.Â
Tidak ada tas kosmetik, tidak ada dompet juga tak ada tas yang dia gendong. Artinya Nyai berangkat dari rumah hanya untuk menuju kedai saja, berlama-lama membaca Novel yang semakin buluk, karena Ko Aseng sudah terlalu sering melihat Saman di tangan Nyai dan berulang kali Nyai Khatam soal Saman ini lantas setelah itu Nyai akan menulis kisah yang dia lihat agar bisa membuat Saman versi Nyai , begitu menurut Nyai tempo hari.Â
Cangkir ketiga dan singkong goreng kedua, dalam ribuan detik rindu yang semakin terpendam hanya bisa Nyai nikmati melalui segelas Tubruk Mandailing.
Dia yang mengenalkan kopi untuk Nyai, dia yang membuat Nyai ingin belajar banyak tentang kopi, dia pula akhirnya Nyai bisa membedakan berbagai macam rasa kopi. Sebelumnya Nyai hanya minum kopi sekenanya, asal mulut absen di pagi hari dan asal perut bisa bersih karena konon kopi dapat melarutkan lemak di perut.Â
Dengan dia, Nyai menemukan banyak hal.Â
Ko Aseng menarik kursi, duduk tepat di depan Nyai.
"Kalau dengannya hanya membuatmu berubah,sebaiknya tinggalkan!" Ko Aseng asal jeplak.
"Apaan sih Kooooh, lagi cari inspirasi ini. Novel ga kelar-kelar"
"Alah, modus. So jadi penulis handal, muka berantakan begitu. Kamu ga bisa boong"Â
Beberapa detik Nyai terdiam, melirik tajam lalu menghisap cerutu sampai ambang batas ampas panas.Â
"Aku menikmatinya". Nyai sampaikan.
"Tapi kau bertepuk sebelah tangan". Ko Aseng tak mau kalah.
"Aku tak bertepuk sebelah tangan". Nyai semakin tajam melirik Ko Aseng.
"Tapi kau jadi berubah"Â
Kembali Nyai menghela nafas, lebih Panjang dari biasanya.
"Aku bahagia, aku mencintainya dan aku menyayanginya. Aku yakin diapun sama. Aku merasakannya."
"Kalau memang begitu lantas kenapa mukamu seperti muka tak mandi, baru bangun tidur yang lupa makan dan gosok gigi juga lupa membantu ibu?".Â
Semesta belum memberi masa.
"Mel..berapa semuanya?. Udah kelar nih. Males lagi ngelamun di ganggu bos lu"
Ko Aseng geleng-geleng, Â mirip kambing lupa kandang.
"Mau kemana kamu?. Sudah diam di sini. Selesaikan khatam Samanmu dan novel tak berserimu"
"Dengar ya Koh, aku akan minta restu pada semesta. Aku tak mau terus menunggu kereta".
Nyai kembali duduk, dan Ko Aseng menambahkan es kopi ditambah sedikit es krim vanilla, biar agak manis sedikit tampang perempuan berkumis ini.
"Koh, aku punya target 7 hari. Tepat di hari ulang tahun kedaimu, aku akan bawa lelakiku menikmati tubruk bersamamu"Â
"Oke, H-7 ditandai hari ini?" Ko Aseng memastikan.
"No..aku tidak suka minus. Aku lebih suka memberi nama besok adalah H+1"
"Terserah lu Nyai, gue pusing ikutin lu"
"Lah, siapa suruh ikut?"
Â
H+1
Nyai menyiapkan makan siang untuk dia, berharap dia menyantap dengan lahap lantas Nyai akan pelan-pelan menyampaikan keinginannya.
Dia datang tepat waktu, tepat saat Nyai selesaikan ritual jam 12 siangnya. Namun 1 jam berlalu begitu saja. Rupanya ketengilan Nyai tak cukup untuk sampaikan keinginannya.
Ah, gagal.
H+2
Kali ini, Nyai siapkan Es Kopi dari Kedai yang Nyai pesan melalu GoPi alias Go Kopi. Semoga dia suka lalu nanti tanya kopi ini beli di mana lalu dengan praobrolan itu berharap Nyai bisa menggiring ke arah yang Nyai mau.
Es Kopi datang, ditambah dengan donat kampung hasil buatan tangan sendiri. Respon dia diliar dugaan, tanpa ada instruksi dia memuji es kopi dan donat buatan Nyai.
Nyai terkesima lantas lupa dengan niat Nyai pesan GoPi untuk apa.
Ahh, gagal lagi.
Hahaha
Kali ini Nyai berhenti di tengah jalan. Cuma bisa tertawa mengingat kekonyolan dua hari terakhir.
Ga tengah-tengah banget sih khawatir ada mobil lewat kan berabe ya.
Nyai kirim pesan singkat, yaitu . alias titik.
Tring...jawabnya "ribet amat sih kamu, kalau mau aku temenin ngopi di kedai langgananmu kasih aku kecup aja. Kalau kamu mau bilang sayang sama aku, ga usah. Aku sudah tahu dan aku pun"
#Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H