Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Memilih Pemimpin Potensial di Tengah Borok Money Politic di Demokrasi Kita

18 Mei 2024   10:18 Diperbarui: 18 Mei 2024   10:35 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: antaranews.com

Masa-masa jelang pelaksanaan Pilkada serentak ini, menjadi momentum yang "liar" bagi para calon dan tim suksesnya. Ruang-ruang publik termasuk ruang interaksi media sosial mulai dihiasi dengan kampanye-kampanye untuk mengangkat citra mereka.

Semua itu adalah hak mereka, apa saja boleh mereka lakukan untuk mengangkat citra dirinya sepanjang itu tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Meski pilihan itu ada di tangan rakyat, tapi setidaknya partai pengusung dan juga rakyat pendukung (calon perseorangan) harus lebih berorientasi prioritas pada kepentingan daerah dan masyarakat bukan pada popularitas dan elektabilitas semata, apalagi jika popularitas dan tingkat elektabilitas itu diperoleh karena kekuatan atau kemampuan finansial yang lebih.

Terus terang rakyat harus dipahamkan bahwa borok demokrasi itu adalah money politic, baik itu dalam bentuk pemberian langsung, bantuan sosial, penyelenggaraan event berhadiah dll. 

Kemudian rakyat juga harus dipahamkan tentang janji-janji politik, yang mana rakyat harus tahu, mana janji politik yang hanya sebagai obat telinga, mana janji politik yang bersifat populis tetapi sebenarnya bukan saja tidak dibutuhkan rakyat tetapi juga bisa menimbulkan persoalan ke depannya.

Persoalan-persoalan di atas sudah terjadi dari pemilu ke pemilu, persoalan pencegahan money politic masih lebih banyak ada di mulut atau konteks di atas kertas, tetapi pelaksanaannya di lapangan sampai detik terakhir ini masih nol besar. 

Pelanggaran nyata yang aroma money politic-nya begitu kental saja masih terpampang jelas di hadapan publik terjadi, diabaikan oleh penyelenggara dan diterima dengan suka cita oleh rakyat itu sendiri.

Begitu juga dengan janji-janji yang sifatnya populis dan hanya pemanis bibir serta obat telinga, masih menjadi santapan yang dianggap bergizi oleh rakyat. Kalau pemerintah pusat 1 milyar untuk desa, di daerah (Propinsi)
diadaptasi dengan 100 juta per desa atau bahkan lebih, sementara itu di kota diadaptasi dengan 100 juta per RT. Bahkan termasuk makan siang gratis untuk anak sekolah pun pasti akan diadaptasikan dalam janji kampanye oleh para kandidat nantinya.

Begitu juga janji akan bangun ini, bikin itu dan lain sebagainya, itu akan bertebaran dan ketika terpilih nantinya lain yang diprogramkan, bukan hanya karena persoalan anggaran daerah saja yang tidak mencukupi, tetapi bisa jadi karena kepentingan politik yang berubah, baik itu karena deal-deal politik pasca kemenangan maupun karena hitung-hitungan keuntungan.

Sebagai rakyat kita seharusnya sadar bahwa hasil akhir Pilkada ini seharusnya adalah kemakmuran daerah dan rakyat. Dan bagaimana itu bisa tercapai? tentu dengan memilih pemimpin yang tepat, pemimpin yang rekam jejaknya terukur, janji-janji kampanyenya realistis, modal perjuangan dan kampanyenya bukanlah kekuatan finansial tetapi investasi sosial yang terukir di masyarakat.

Persoalannya, adalah ketika para calon yang diusung untuk maju itu tidak ada yang memenuhi kriteria yang pantas untuk menjadi pilihan, lantas apa yang harus kita buat?.

Memang menjadi problem dari masa ke masa, terutama sejak pemilihan kepala daerah itu dilakukan secara langsung oleh masyarakat, dari calon yang dipilihkan oleh partai dan juga calon independen. Apakah negeri yang besar ini sudah kekurangan figur untuk dipilih sebagai pemimpin daerah? Tentu saja jawabannya tidak!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun